Pilih Tak Ikut Campur, RI Dikritik Sejumlah Pakar karena Tak Bela Muslim Uighur

Ridhmedia
26/12/19, 04:42 WIB
RIDHMEDIA - Sikap pemerintah Indonesia yang tidak ingin ikut campur urusan dalam negeri China terkait muslim Uighur di Xianjiang menuai kritik. Indonesia dinilai memiliki kewajiban memverifikasi benar-tidaknya informasi perihal pelanggaran HAM yang dialami muslim Uighur.

Adalah pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana yang menilai pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memverifikasi isu pelanggaran HAM yang dialami muslim Uighur. Hikmahanto menyebut kewajiban tersebut sesuai dengan hukum internasional.

"Adalah kewajiban bagi semua negara menurut hukum internasional (erga omnes) untuk memiliki kepedulian terhadap pelanggaran HAM berat. Termasuk untuk melakukan verifikasi atas kebenaran terjadinya pelanggaran HAM berat," kata Hikmahanto kepada wartawan, Rabu (25/12/2019).

Hikmahanto menyarankan pemerintah Indonesia membawa isu mengenai dugaan pelanggaran HAM yang dialami muslim Uighur ke Dewan HAM PBB. Menurutnya, jika hal tersebut dilakukan, Indonesia telah memainkan peran sebagai anggota Dewan HAM PBB.

"Oleh karenanya, bila Indonesia membawa isu dugaan pelanggaran HAM berat ke berbagai organ di lingkungan PBB terhadap dugaan pelanggaran HAM berat atas muslim Uighur, hal tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban Indonesia sebagai salah satu masyarakat internasional," jelasnya.

"Kewajiban ini semakin besar mengingat Indonesia saat ini menjadi anggota Dewan Keamanan dan anggota Dewan HAM PBB," imbuh Hikmahanto.

Senada dengan Hikmahanto, PPP menilai pemerintah Indonesia tetap bisa memainkan peran terkait isu kekerasan yang dialami muslim Uighur, tanpa mencampuri urusan dalam negeri China. Wasekjen PPP Achmad Baidowi menyebut pemerintah RI bisa menyarankan China lebih terbuka perihal muslim Uighur.

"Tidak ikut campur dalam urusan negeri orang lain dalam konteks kedaulatan negara benar. Namun, dalam konteks turut serta menciptakan perdamaian dunia, maka soft diplomacy bisa dilakukan pemerintah," kata Baidowi kepada wartawan, Rabu (25/12).

"Misalnya, memberikan saran kepada pemerintah China untuk terbuka terkait persoalan Uighur tidak ada salahnya, mengingat Indonesia mayoritas berpenduduk muslim," imbuhnya.

Baidowi khawatir simpang siurnya informasi mengenai muslim Uighur membuat umat Islam di Indonesia bereaksi. Sebab, menurutnya, muslim di Indonesia kerap mendapatkan informasi mengenai kekerasan yang dialami muslim Uighur dari media sosial yang belum diketahui kebenarannya.

"Jadi, konteksnya adanya kaitan dengan 'gejolak' di dalam negeri akibat adanya isu-isu simpang siur yang diterima mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam. Karena sejauh ini yang didapat dari muslim RI berita dari medsos," jelas politikus yang kerap disapa Awiek itu.

Perihal pernyataan sikap pemerintah Indonesia yang tak ingin mencampuri urusan dalam negeri China soal muslim Uighur disampaikan Kepala Staf Presiden Moeldoko. Mantan Panglima TNI itu menegaskan bahwa tiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warganya.

"Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita tidak memasuki urusan luar negeri masing-masing negara. Masing-masing negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (23/12).

Menko Polhukam Mahfud Md lalu menjelaskan maksud pernyataan Moeldoko. Mahfud menyebut pemerintah Indonesia akan berdiplomasi secara lunak.

"Pak Moeldoko bilang kita tak ikut campur, saya bilang juga tak ikut campur, tapi kita diplomasi lunak. Diplomasi lunak itu artinya bicara apa, tidak langsung ikut campur," kata Mahfud usai menghadiri open house di kediaman Menkominfo, Johnny G Plate, Jalan Bango I, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu (25/12).

Mahfud menjelaskan diplomasi lunak itu bukan berarti RI tak melakukan apa-apa. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu memastikan pemerintah akan tetap melakukan langkah-langkah seperti memanggil Duta Besar China untuk membahas masalah tersebut.

"Kalau ikut campur kan langsung berhadapan. Ini tak ikut campur ya. Kita lunak saja seperti saya panggil dubesnya (China untuk Ri). Gimana, oke Indonesia tak akan intervensi. Sama persis kok kalimat saya dengan Pak Moeldoko," ucapnya. [dtk]
Komentar

Tampilkan

Terkini