RIDHMEDIA - Tokoh JIL yang juga politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli mengatakan bila merujuk bukti tertulis Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Front Pembela Islam (FPI) bukan cuma bisa tidak diperpanjang izinnya. Namun, FPI juga bisa dibubarkan.
Ia mengaku pernah menjadi saksi pembubaran HTI. HTI yang dibubarkan pada 2017 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Saya pernah menjadi saksi saat pembubaran HTI tahun 2017. Dan di situ pembubaran HTI itu masih mengunakan Perppu yang kemudian menjadi UU Ormas setelah revisi," kata Guntur di Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (3/11/2019).
Meski HTI tak mengakui alasan pembubarannya, kata dia, karena cita-cita membangun khilafah Islamiyah dan menolak Pancasila, namun buku yang menjadi sumber referensi tak bisa dibantahkan.
“Tetapi kami merujuk pada buku-buku yang ada, yang menjadi sumber referensi mereka, itulah yang menjadi bukti di pengadilan," ujar Guntur.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) FPI memang tidak mencantumkan Pancasila sebagai asas, melainkan khilafah islamiah.
Dalam Pasal 6 AD/ART FPI disebutkan: “Visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad."
"Lalu bagaimana dengan kasus FPI ini. Menurut saya ketika pasal 6 masih termaktub dalam AD/ART FPI, menurut saya bukan izinnya diperpanjang, tetapi pasal tersebut dapat menyebabkan pembubaran FPI, karena memiliki cita-cita khilafah islamiyah," kata Guntur.
Jika FPI mau mengubahnya, kata dia, melalui mekanisme seperti Munas atau lainnya. Maka itu, tidak ada sangkaan maupun tuduhan yang menyatakan bahwa FPI berkeinginan mendirikan negara di luar NKRI.
"Ini yang hal yang sangat prinsip, bila kita bicara masalah ormas. Karena bila kita bicara ormas, tidak hanya soal FPI tapi ormas-ormas yang lain. Kenapa hal ini penting karena (bukan) hanya sekedar tulisan, (namun) ini soal syahadat atau pengakuan. Bahwa kita menerima pancasila, UUD 45, Bhinneka tunggal ika," imbuhnya.
Sumber: alumni212.id
Ia mengaku pernah menjadi saksi pembubaran HTI. HTI yang dibubarkan pada 2017 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Saya pernah menjadi saksi saat pembubaran HTI tahun 2017. Dan di situ pembubaran HTI itu masih mengunakan Perppu yang kemudian menjadi UU Ormas setelah revisi," kata Guntur di Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (3/11/2019).
Meski HTI tak mengakui alasan pembubarannya, kata dia, karena cita-cita membangun khilafah Islamiyah dan menolak Pancasila, namun buku yang menjadi sumber referensi tak bisa dibantahkan.
“Tetapi kami merujuk pada buku-buku yang ada, yang menjadi sumber referensi mereka, itulah yang menjadi bukti di pengadilan," ujar Guntur.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) FPI memang tidak mencantumkan Pancasila sebagai asas, melainkan khilafah islamiah.
Dalam Pasal 6 AD/ART FPI disebutkan: “Visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad."
"Lalu bagaimana dengan kasus FPI ini. Menurut saya ketika pasal 6 masih termaktub dalam AD/ART FPI, menurut saya bukan izinnya diperpanjang, tetapi pasal tersebut dapat menyebabkan pembubaran FPI, karena memiliki cita-cita khilafah islamiyah," kata Guntur.
Jika FPI mau mengubahnya, kata dia, melalui mekanisme seperti Munas atau lainnya. Maka itu, tidak ada sangkaan maupun tuduhan yang menyatakan bahwa FPI berkeinginan mendirikan negara di luar NKRI.
"Ini yang hal yang sangat prinsip, bila kita bicara masalah ormas. Karena bila kita bicara ormas, tidak hanya soal FPI tapi ormas-ormas yang lain. Kenapa hal ini penting karena (bukan) hanya sekedar tulisan, (namun) ini soal syahadat atau pengakuan. Bahwa kita menerima pancasila, UUD 45, Bhinneka tunggal ika," imbuhnya.
Sumber: alumni212.id