RIDHMEDIA - Isu pembungkaman organisasi massa (ormas) Islam Indonesia soal etnis minoritas Muslim Uighur di China yang dilontarkan media asing Serikat Wall Street Journal (WSJ) terus dapat tanggapan berbagai pihak.
Wakil Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sekaligus aktivis Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Reni Marlinawati, ikut mengomentari isu yang diapungkan WSJ.
Reni mengatakan, kasus yang dialami etnis Uighur adalah salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak bisa didiamkan.
Sementara sikap China yang diduga membungkam diminta Reni untuk dibuktikan oleh sejumlah ormas Islam di Indonesia.
"Kan ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammadiyah, NU (Nahdlatul Ulama), ya kita lihat saja nanti mereka bereaksi atau tidak," katanya saat ditemui dibilangan Cawang, Jakarta Pusat, Jumat (13/12).
Namun demikian, mantan anggota DPR dari Fraksi PPP ini meyakini, sekalipun Pemerintah China coba membungkam ormas Islam, masayarakat Indonesia tidak akan tinggal diam.
"Sejauh mana efektivitas mereka untuk mampu membungkam. Walaupun secara institusi membungkam toh faktanya sampai saat ini masyarakat masih tetap dengan caranya sendiri mengekspos kasus pelanggaran di Uighur," sebut Reni.
Dalam laporannya, Wall Street Journal memaparkan upaya pemerintah China yang mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam Indonesia setelah isu Uighur kembali mencuat pada 2018 lalu.
Saat itu, isu Uighur mencuat usai sejumlah organisasi HAM Internasional merilis laporan yang menuding China menahan 1 juta warga Uighur di kamp penahanan layaknya kamp konsentrasi di Xinjiang.
Bahkan disebutkan China membiayai puluhan tokoh seperti petinggi NU dan Muhammadiyah, MUI, akademisi, dan sejumlah wartawan Indonesia untuk berkunjung ke Xinjiang.
Hal itu terlihat dari perbedaan pendapat para tokoh senior NU dan Muhammadiyah soal dugaan persekusi Uighur sebelum dan setelah kunjungan ke Xinjiang. (*)