RIDHMEDIA - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan kontrak lama pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista dengan pihak di luar negeri bermasalah.
Implikasinya, anggaran untuk belanja alutsista terlampau tinggi. Oleh karena itu, negosiasi ulang kontrak coba ditempuh. Ini seperti diinstruksikan pula oleh Presiden Joko Widodo.
”Ada masalah dengan kontrak lama dengan luar negeri dan Presiden menilai, anggaran untuk alutsista terlalu mahal. Oleh karena itu, kami diperintahkan melakukan negosiasi kembali oleh Presiden,” katanya seusai bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (13/11/2019) seperti melansir kompas.id.
Meski demikian, Prabowo tidak menyebutkan kontrak yang bermasalah tersebut. Dia hanya menyebutkan, pendataan dan pengkajian atas kontrak-kontrak alutsista yang dibuat selama ini belum tuntas.
”Menurut rencana, minggu depan, kami yang akan mengundang Menko Polhukam untuk berkunjung ke Kemenhan (Kementerian Pertahanan). Nanti akan kami paparkan rinciannya pada kesempatan tersebut, Kemenko Polhukam ujarnya.
Sejak dilantik menjadi Menhan, Prabowo intens bertemu menhan dari negara lain. Di antaranya dia bertemu menhan dari Korea Selatan, Uni Emirat Arab, Laos, dan Turki.
Selain untuk memperkuat kerja sama dalam bidang pertahanan, pertemuan juga untuk urusan belanja alutsista.
Instruksi Presiden kepada Prabowo itu kontras dengan permintaan penambahan anggaran pertahanan yang disampaikan Prabowo saat Kemenhan rapat dengan Komisi I DPR, pertengahan November lalu, Kompas (12/11/2019).
Prabowo kala itu mengharapkan alokasi anggaran pertahanan pada 2020 sekitar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Saat ini, dengan alokasi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar sekitar Rp 127 triliun, masih sekitar 0,9 persen dari PDB.
Presiden pun sebenarnya pernah menjanjikan penambahan anggaran pertahanan, termasuk untuk alutsista selain peningkatan kesejahteraan prajurit TNI.
Ini pernah disampaikannya saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-74 TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Hati-hati
Dihubungi secara terpisah, Direktur Imparsial Al Araf mengingatkan pemerintah untuk hati-hati sebelum memutuskan membatalkan kontrak pembelian alutsista, khususnya dengan negara lain. Jangan sampai, pembatalan kontrak merusak hubungan antarnegara.
”Pemerintah harus mengkaji lagi apa saja masalah yang terjadi di dalam kontrak tersebut, apakah karena ada cacat produksi, tidak tersedianya anggaran, atau karena penggelembungan biaya. Jika memang ada yang cacat produksi, pemerintah harus tegas membatalkan kontrak tersebut,” katanya.
Selain itu, jangan sampai pula munculnya permasalahan itu kemudian menghambat peremajaan dan modernisasi alutsista TNI. Pasalnya, menurut dia, hanya sekitar 50 persen alutsista TNI yang layak pakai.
Yang penting juga untuk diperhatikan pemerintah ke depan, dalam setiap pengadaan, akuntabilitas dan transparansi harus dikedepankan. Sebab, belanja alutsista memakan banyak uang rakyat.
”Selama ini, publik masih sulit mengakses transparansi anggaran untuk belanja alutsista,” ucapnya
Pengadaan alutsista pun harus diselaraskan dengan visi dan misi Presiden.
”Jika memang Presiden ingin memperkuat Indonesia sebagai negara maritim, perlu ada prioritas belanja alutsista untuk TNI Angkatan Laut,” katanya.[ljc]
Implikasinya, anggaran untuk belanja alutsista terlampau tinggi. Oleh karena itu, negosiasi ulang kontrak coba ditempuh. Ini seperti diinstruksikan pula oleh Presiden Joko Widodo.
”Ada masalah dengan kontrak lama dengan luar negeri dan Presiden menilai, anggaran untuk alutsista terlalu mahal. Oleh karena itu, kami diperintahkan melakukan negosiasi kembali oleh Presiden,” katanya seusai bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (13/11/2019) seperti melansir kompas.id.
Meski demikian, Prabowo tidak menyebutkan kontrak yang bermasalah tersebut. Dia hanya menyebutkan, pendataan dan pengkajian atas kontrak-kontrak alutsista yang dibuat selama ini belum tuntas.
”Menurut rencana, minggu depan, kami yang akan mengundang Menko Polhukam untuk berkunjung ke Kemenhan (Kementerian Pertahanan). Nanti akan kami paparkan rinciannya pada kesempatan tersebut, Kemenko Polhukam ujarnya.
Sejak dilantik menjadi Menhan, Prabowo intens bertemu menhan dari negara lain. Di antaranya dia bertemu menhan dari Korea Selatan, Uni Emirat Arab, Laos, dan Turki.
Selain untuk memperkuat kerja sama dalam bidang pertahanan, pertemuan juga untuk urusan belanja alutsista.
Instruksi Presiden kepada Prabowo itu kontras dengan permintaan penambahan anggaran pertahanan yang disampaikan Prabowo saat Kemenhan rapat dengan Komisi I DPR, pertengahan November lalu, Kompas (12/11/2019).
Prabowo kala itu mengharapkan alokasi anggaran pertahanan pada 2020 sekitar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Saat ini, dengan alokasi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar sekitar Rp 127 triliun, masih sekitar 0,9 persen dari PDB.
Presiden pun sebenarnya pernah menjanjikan penambahan anggaran pertahanan, termasuk untuk alutsista selain peningkatan kesejahteraan prajurit TNI.
Ini pernah disampaikannya saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-74 TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Hati-hati
Dihubungi secara terpisah, Direktur Imparsial Al Araf mengingatkan pemerintah untuk hati-hati sebelum memutuskan membatalkan kontrak pembelian alutsista, khususnya dengan negara lain. Jangan sampai, pembatalan kontrak merusak hubungan antarnegara.
”Pemerintah harus mengkaji lagi apa saja masalah yang terjadi di dalam kontrak tersebut, apakah karena ada cacat produksi, tidak tersedianya anggaran, atau karena penggelembungan biaya. Jika memang ada yang cacat produksi, pemerintah harus tegas membatalkan kontrak tersebut,” katanya.
Selain itu, jangan sampai pula munculnya permasalahan itu kemudian menghambat peremajaan dan modernisasi alutsista TNI. Pasalnya, menurut dia, hanya sekitar 50 persen alutsista TNI yang layak pakai.
Yang penting juga untuk diperhatikan pemerintah ke depan, dalam setiap pengadaan, akuntabilitas dan transparansi harus dikedepankan. Sebab, belanja alutsista memakan banyak uang rakyat.
”Selama ini, publik masih sulit mengakses transparansi anggaran untuk belanja alutsista,” ucapnya
Pengadaan alutsista pun harus diselaraskan dengan visi dan misi Presiden.
”Jika memang Presiden ingin memperkuat Indonesia sebagai negara maritim, perlu ada prioritas belanja alutsista untuk TNI Angkatan Laut,” katanya.[ljc]