RIDHMEDIA - Pemerintah, partai politik, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, dan masyarakat harus mendefinisikan ulang kata terpapar radikalisme. Pasalnya, radikalisme sering dimaknai secara sempit yang berujung aksi saling tuding antar warga bangsa satu dengan yang lainnya.
Demikian disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menanggapi pernyataan Wakil Presiden Maruf Amin yang menyebut institusi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mulai terpapar radikalisme.
“Definisikan ulang apa yang kita sebut terpapar radikalisme juga sasaran objeknya," ujar Haedar kepada wartawan di Gedung PP Muhammadiyah, Rabu (4/12).
Menurut Haedar, apabila pemerintah mendapati indikasi radikalisme dalam institusi seperti PAUD dan bahkan institusi manapun, maka enggak mesti dipukul rata. Sebab wilayah satu dengan yang lainnya berbeda dan enggak bisa digeneralisasi.
Radikalisme dalam ranah potensi kekerasan, intoleransi, ekstremisme itu bisa terjadi di semua tempat, baik dalam konteks agama, ideologi, golongan, kelompok, suku, ras, dan sebagainya.
"Jadi kami memohonkan semua harus seksama," ucapnya.
Haedar mengungkapkan, Muhammadiyah mempunyai sekitar 20 ribu lebih sekolah PAUD yang tersebar di seluruh Indonesia. Menurutnya, guru-guru PAUD secara suka rela mengemban tugas mulianya itu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kami punya 20 ribu lebih PAUD. Itu justru punya kekuatan menjadi pilar mencerdaskan bangsa dan mendidik karakter generasi," demikian Haedar.
Wakil Presiden Maruf Amin sempat berkata Jika Kementerian Agama bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menelusuri dugaan radikalisme diajarkan di PAUD.
Ia pun berharap ada sinergi secara komprehensif sehingga perkembangan radikalisme dapat dicegah dari hulu sampai ke hilir.
“Mulai pendidikan, bukan cuma SD, dari PAUD juga mulai ada gejala, dari TK tokoh-tokoh radikal itu Telah dikenalkan," ujarnya di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (15/11). []