Said Didu Bicara Jiwasraya: Era SBY Jaya, Era Jokowi Jeblok Defisit Rp32 Triliun, Ada Rekayasa Keuangan?

Ridhmedia
19/12/19, 05:32 WIB
RIDHMEDIA - Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu ikut berkomentar terkait bangkrutnya PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Melalui akun Twitter pribadinya, Said Didu membantah pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi menyebut, perusahan asuransi plat merah itu sudah bermasalah semenjak dirinya belum menjadi presiden.

Akan tetapi, hal itu dibantah Said Didu yang menyebut Jiwasraya malah menuai untung di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Said menjelaskan, pemerintahan SBY menerima masalah Jiwasraya dari dampak krisis 1998 dengan utang sekitar Rp6 triliun.

“Dan semua selesai oleh Jiwasraya tahun 2009,” cuitnya, Rabu (18/12/2019).

Bukan saja menutup utang, saat itu Jiwasraya juga malah mendapatkan laba.

“Sejak itu (2009), Jiwasraya memperoleh laba sampai 2017,” lanjutnya.

Justru menurutnya, permasalahan kembali muncul saat Jokowi menjadi presiden.

“Masalah muncul 2018 dan 2019 dan saat ini defisit Rp30 triliun lebih,” sambungnya.

Beberapa data tersebut juga turut dicantumkan dalam website resmi milik Jiwasraya.

Karena itu, ia heran dengan jebloknya Jiwasraya di era Jokowi setelah moncer di era SBY.

“Laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017 untung Rp2 triliun lebih, tahun 2019 kok langsung defisit sekitar Rp 32 triliun?” katanya.

Seolah memancing, Said pun menduga ada rekayasa keuangan.

“Artinya masalah terjadi di 2018/2019 atau ada rekayasa keuangan pada tahun 2016/2017?” pungkasnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, kerugian Jiwasraya timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

Yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi.

Hal ini terlihat dari pelanggaran prinsip-prinsip kehati-hatian berinvestasi yang dilakukan oleh Jiwasraya.

Yakni dengan cara banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi.

Di antaranya, penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun, namun mayoritas saham tersebut dikelola oleh perusahaan dengan kinerja buruk.

Dari aset finansial dan jumlah tersebut, lima persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik.

“Sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk,” imbuh Burhanuddin.

Penyebab kebangkrutan Jiwasraya lainnya yakni penempatan reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial.

Dari jumlah tesebut, hanya 2 persen yang dikelola oleh manajer investasi Indonesia dengan kerja baik.

Sedangkan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.

Atas transaksi tersebut, bebernya, PT Asuransi Jiwasraya Persero sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun.

“Ini merupakan perkiraan awal, dan diduga ini akan lebih dari itu,” pungkas Burhanuddin.[psid]
Komentar

Tampilkan

Terkini