Ridhmedia - Penyusunan draf Undang-Undang (UU) Cipta Lapangan Kerja yang disusun pemerintah menggunakan metode Omnibus Law mendapat penolakan keras dari serikat buruh yang ada di Indonesia.
Sebab, dari 74 UU yang disusun di dalam Omnibus Law dan dibentuk dengan pembagian 11 kluster, dinilai serikat buruh hanya menguntungkan pihak pengusaha.
Dalam jumpa pers yang digelar Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Presiden FSPMI, Said Iqbal, menyatakan satu kluster terkait ketenagakerjaan sangat merugikan buruh lantaran akan diatur perubahan skema upah kerja menjadi per hari
Karenanya, Said berharap DPR menghapuskan kluster tersebut, tepatnya pada saat pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Januari 2020 nanti.
"Kami meminta DPR membuang kluster ketenagakerjaan. Jadi Omnibus Law bukan total ditolak," ujar Said Iqbal di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12).
Poin-poin yang dianggap bakal merugikan buruh yakni tentang perubahan skema upah atau gaji bulanan ke harian, dan skema persentase uang pesangon.
"Mungkin ada pasal-pasal yang bagi kawan-kawan investor pengusaha menuntut, tapi kami minta DPR hapus kluster tenaga kerjanya dari 11 kluster yang ada karena tidak mengajak serikat buruh (dalam pembahasan) dan juga pasal-pasalnya merugikan," pungkas Iqbal. (Rmol)