Staf Khusus Presiden Bicara Darurat Toleransi di Era Reformasi

Ridhmedia
04/12/19, 03:44 WIB
RIDHMEDIA - Staf Khusus Presiden Ayu Kartika Dewi menyatakan Indonesia sesungguhnya sedang tidak baik-baik saja. Sebab berbagai hasil survei menunjukkan indeks kerukunan beragama dan demokrasi turun.

"Itu semuanya bentuk intoleransi," kata Ayu yang sejak tujuh tahun lalu berinisiatif melakukan gerakan Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali (Sabangmerauke).

Dia mengakui membicarakan isu toleransi sebenarnya bukan cuma dari koridor agama, tapi juga bisa melibatkan koridor etnis, sosial - ekonomi, hingga kaya dan miskin.

Beberapa penyebab dari fenomena intoleransi itu, menurut Ayu, karena pendidikan budi pekerti ke anak-anak di Indonesia selama ini terlalu filosofis dan tidak membumi. Pendidikan yang ada belum memberikan contoh konkret bagi anak-anak untuk bersikap toleran sehingga menyulitkan anak untuk merealisasikannya.

Selain itu, ketidakmampuan berpikir kritis juga menyebabkan orang menjadi bersikap intoleran. Terlebih di tengah gempuran informasi melalui media sosial yang menjadikan semua orang dapat menyuarakan pendapat atau memproduksi suatu berita terlepas akurat atau tidak. "Tanpa kemampuan berpikir kritis akan menjadikan semua yang kita baca dianggap sebagai kebenaran," ucap perempuan kelahiran Banjarmasin, 27 April 1983 itu.

Intoleransi, Ayu melanjutkan, juga tumbuh di suatu komunitas dimana kebencian dan ketakutan terhadap agama atau etnis tertentu diwariskan secara turun temurun. Ia menceritakan pengalamannya saat mengikuti program Indonesia Mengajar dengan menjadi guru SD di Maluku Utara. Beberapa daerah di sana masih dikelompokan menjadi desa orang Kristen dan desa orang Islam. Setelah 10-11 tahun kerusuhan terjadi, struktur sosial di sana masih dipisah sehingga mudah curiga satu sama lain.

Pengalaman itu mendorong dia bersama enam orang temannya mendirikan gerakan SabangMerauke untuk mengenalkan nilai keberagaman dan toleransi.

Selain itu, sejak dua tahun lalu dia menggagas pengajaran Islam yang lebih kritis, moderat dan mengedepankan perdamaian lewat "Milenial Islami". Lewat program ini, dia berharap anak-anak muda mau dan mampu membuat konten-konten positif di media sosial. Bentuknya bisa dalam bentuk video, meme, podcast, dan lainnya.

"Anak-anak itu kan belajar dari sekolah, keluarga, dan media sosial. Jadi, media sosial juga harus menjadi sekolah yang benar bagi anak-anak," ujar Ayu.

Dia optimistis Presiden Joko Widodo akan mendengar dengan baik ide-dan gagasannya di bidang toleransi, termasuk ide dan gagasan dari para staf khusus lainnya. Tak cuma mendengar, ia juga meyakini Presiden akan mengawasi betul pelaksanaannya oleh instansi terkait di lapangan. "BIla belum atau tidak sesuai dengan yang kami pikirkan, tentu akan ada ruang dikomunikasikan lebih lanjut," ujar Ayu.

Di balik sejumlah prestasi yang dicapainya, master bisnis lulusan dari Universitas Duke, Amerika Serikat ini juga mengungkapkan serangkaian kegagalan yang pernah dialaminya. Secara gamblang dia juga mengungkapkan kegagalannya membina rumah tangga saat tengah berjibaku menjalani program master di Amerika. Sepahit apa perjalanan hidupnya? Simak selengkapnya Blak-blakan Ayu Kartika Dewi Darurat, "Toleransi di Era Reformasi", Jumat 29 November 2019 di detik.com. [dtk]
Komentar

Tampilkan

Terkini