Survei Pendidikan Dunia, Indonesia Peringkat 72 Dari 77 Negara

Ridhmedia
05/12/19, 21:06 WIB

RIDHMEDIA - Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA), pada Selasa (3/12) di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara.

Data ini menjadikan Indonesia bercokol di peringkat enam terbawah, masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA adalah rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika dan sains.

mengapa kualitas pendidikan Indonesia begitu buruk?

Kompetensi guru dan sistem yang membelenggu

Menurut pengamat pendidikan Budi Trikorayanto, setidaknya ada tiga masalah yang masih membelenggu pendidikan Indonesia:

1. Kualitas pengajar

Kompetensi guru di Indonesia masih berada di tingkat yang sangat rendah. Padahal Budi menilai, buat menghasilkan murid-murid cerdas dibutuhkan sumber-sumber pengajar yang kompeten.

“Nomor satu sebenarnya faktor yang bisa membuat anak pintar atau enggak yakni guru. Jadi memang kompetensi guru kita sangat rendah, bisa dilihat dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) itu nilainya di bawah 5 rata-rata,” ujar Budi.

2. Sistem pendidikan yang membelenggu

Di era pendidikan 4.0, seharusnya guru enggak lagi menjadi ‘narasumber’ utama dalam sistem pembelajaran, melainkan sebagai pendamping, penyemangat dan fasilitator. Artinya, bila sistem pendidikan 4.0 mau berhasil, maka anak-anak murid sekarang perlu diedukasi buat menjadi lebih aktif.

“Jadi kita masih menganut pendidikan massal, sekolah masih ‘pabrik’ , itu kan edukasi 2.0. Kita Telah di edukasi 4.0 yang Telah zamannya artificial intelligence (AI) bukan lagi pabrik,” ujarnya kepada DW Indonesia.

Budi mengharapkan anak-anak lebih diedukasi buat aktif belajar dan mencari tahu sesuatu dari sumber-sumber lain di luar sekolah, misalnya melalui situs-situs yang terverifikasi dan memiliki kredibilitas di internet.

Terlebih setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Mereka bakal menjadi lebih cerdas bila mempelajari suatu hal yang berkenaan dengan minat dan bakatnya.

3. Lembaga pendidikan perlu pembenahan

Budi menekankan perlunya meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang mencetak guru-guru berkualitas di masa depan. Dia mencontohkan salah satunya yakni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).

“Kampus-kampus IKIP, yang model pengajarannya seperti itu membuat guru menjadi kurang punya ide kreativitas dan kurang eksplorasi dengan akademisnya. Sehingga setiap tahun saat ada Uji Kompetensi Guru (UKG) mereka hasilnya selalu rendah,” sebutnya.

Belajar dari negara tetangga

Hasil penelitian PISA menyebutkan apabila Indonesia mendapatkan angka 371 buat kategori membaca, 379 buat matematika dan 396 buat ilmu pengetahuan (sains). Indonesia tertinggal dari Malaysia yang berada di peringkat ke-56, dengan mendapat nilai 415 buat membaca, 440 buat matematika dan 438 buat sains.

Sementara, Singapura menempati peringkat nomor dua teratas, karna memiliki sistem pendidikan yang matang.

“Di Singapura penghargaan buat guru sangat tinggi dan persyaratan buat menjadi guru juga enggak sembarangan. Jadi apabila enggak pintar banget, enggak bisa menjadi guru. Kalau ogah-ogahan belajar, susah menjadi guru. Tapi mereka juga dapat imbal jasa yang sangat memuaskan,” katanya.

Budi kembali menegaskan apabila sejumlah permasalahan yang dihadapi Indonesia, seperti kesejahteraan guru, pada akhirnya bermuara kepada kompetensi seorang pengajar atau guru itu sendiri.

“Singapura memang menekankan kerja keras. Jadi bukan mengurangi jam belajar, apabila saya lihat. Kalau kita kan menekankan pada iman dan taqwa, serta anak berbahagia, itu repot juga. Belajar itu sesuatu yang serius dan perlu disiplin bukan supaya sekedar anak terlihat bahagia, anak beriman dan bertaqwa,” jelasnya.

Tinggalkan sistem pendidikan kuno

Budi menambahkan apabila sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu kuno atau ia sebut ‘feodalistik’, sehingga kurang menghargai kebebasan berpikir.

Budi menambahkan apabila Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim perlu berani menyederhanakan kurikulum, serta mengurangi aturan-aturan dan belenggu buat menciptakan kebebasan pendidikan.

“Jadi yang feodalistik itu mesti dihilangkan mesti ada kesetaraan mesti ada open source.

Aku kira Nadiem, dia lima tahun ini memulai dan enggak bakal bisa distop lagi, dia Telah buka pintu gerbangnya dan perlu dilaksanakan,” paparnya.

Sejak dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim memang hadir dengan usulan-usulan baru buat memajukan pendidikan Indonesia, seperti menciptakan pendidikan berbasis kompetensi dan karakter. Usulannya sekarang sedang dalam langkah pengkajian di Kemendikbud.

"Peran teknologi bakal sangat besar dalam semuanya, kualitas, efisiensi dan administrasi sistem pendidikan sebesar ini ya," pungkas Nadiem, seperti dikutip dari Tirto.

Dia juga menanggapi hasil survei PISA enggak boleh dikesampingkan. Justru survei ini menjadi acuan memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia selama lima tahun ke depan.

"Hasil penilaian PISA menjadi masukan yang berharga buat mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang bakal menjadi fokus Pemerintah selama lima tahun ke depan. Menekankan pentingnya kompetensi guna meningkatkan kualitas buat menghadapi tantangan Abad 21," kata Nadiem dalam keterangannya, Selasa (3/12/2019), seperti dikutip dari detikcom.

Kecenderungan zaman telah berubah ke arah yang lebih digital. Indonesia perlu secepatnya berbenah dan menyongsong target pendidikan 4.0 buat menciptakan manusia-manusia yang cerdas dan berbudi pekerti baik. []
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+