RIDHMEDIA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan pernyataannya soal diplomasi lunak Indonesia terkait masalah muslim Uighur di Xinjiang, China.
Diplomasi lunak yang dimaksud Mahfud adalah pemerintah tidak ikut campur secara langsung dalam masalah muslim Uighur di Xinjiang.
"Saya bilang juga ndak ikut campur (masalah muslim Uighur), tapi kita diplomasi lunak, diplomasi lunak itu artinya bicara, tidak langsung ikut campur," kata Mahfud di Kediaman Menkominfo Jalan Bango I, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (25/12/2019).
Mahfud menjelaskan, cara kerja diplomasi lunak adalah dengan mempertanyakan masalah Uighur kepada pemerintah China.
Sedangkan, jika pemerintah mengintervensi, maka harus berhadapan langsung dengan pemerintah China.
"Kalau ikut campur kan langsung berhadapan. Ini ndak ikut campur ya, kita lunak saja seperti saya panggil dubesnya. Gimana, oke Indonesia ndak akan intervensi," ujarnya.
Oleh karenanya, Mahfud mengatakan, pernyataannya terkait masalah muslim Uighur tidak berbeda dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
"Sama persis kok kalimat saya dengan Pak Moeldoko. Tapi kalau media media zaman sekarang ini judulnya bombastis," pungkasnya.
Sebelumnya, terdapat sedikit perbedaan antara pernyataannya Mahfud MD dan Moeldoko terkait masalah muslim Uighur di Xinjiang, China.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, pemerintah Indonesia tak ikut campur urusan dalam negeri China, termasuk masalah muslim Uighur di Xinjiang.
Moeldoko menyebut, masing-masing negara memilih cara dalam mengatur urusan dalam negeri.
"Jadi pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negeri. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/12/2019).
Moeldoko menegaskan, pemerintah RI tak akan masuk ke dalam urusan negara manapun, termasuk China.
Menurut dia, setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya.
"Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita tidak memasuki urusan luar negeri masing-masing negara," kata dia.
Sementara itu, Mahfud menuturkan, pemerintah Indonesia ikut berupaya menyelesaikan masalah Muslim Uighur di China.
Sejak dulu, kata Mahfud, pemerintah berupaya untuk melakukan diplomasi lunak dan tidak bersifat konfrontatif.
"Dalam diplomasi lunak, sejak dulu kita menjadi penengah dan mencari jalan yang baik, bukan konfrontatif," kata Mahfud saat ditemui di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Mahfud mengatakan, persoalan Muslim Uighur bukanlah hal yang baru.
Sejak lama, Menteri Luar Negeri (Menlu) juga telah menempuh langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah.
Berbagai kelompok masyarakat pun ikut andil dalam hal ini, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan seperti Muhammadiyah.
Menurut Mahfud, persoalan muslim Uighur memang tidak bisa diabaikan. Akar dari masalah itu juga harus diketahui.
Oleh karenanya, masalah tersebut harus dilihat secara lebih obyektif.
"Di China itu kawasan muslim kan banyak juga bukan hanya Uighur. Saya pernah ke Beijing, ke berbagai tempat lain, aman-aman aja tuh. Tapi kok di Uighur terjadi seperti itu, ada apa?" ujar Mahfud.[kpc]
Diplomasi lunak yang dimaksud Mahfud adalah pemerintah tidak ikut campur secara langsung dalam masalah muslim Uighur di Xinjiang.
"Saya bilang juga ndak ikut campur (masalah muslim Uighur), tapi kita diplomasi lunak, diplomasi lunak itu artinya bicara, tidak langsung ikut campur," kata Mahfud di Kediaman Menkominfo Jalan Bango I, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (25/12/2019).
Mahfud menjelaskan, cara kerja diplomasi lunak adalah dengan mempertanyakan masalah Uighur kepada pemerintah China.
Sedangkan, jika pemerintah mengintervensi, maka harus berhadapan langsung dengan pemerintah China.
"Kalau ikut campur kan langsung berhadapan. Ini ndak ikut campur ya, kita lunak saja seperti saya panggil dubesnya. Gimana, oke Indonesia ndak akan intervensi," ujarnya.
Oleh karenanya, Mahfud mengatakan, pernyataannya terkait masalah muslim Uighur tidak berbeda dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
"Sama persis kok kalimat saya dengan Pak Moeldoko. Tapi kalau media media zaman sekarang ini judulnya bombastis," pungkasnya.
Sebelumnya, terdapat sedikit perbedaan antara pernyataannya Mahfud MD dan Moeldoko terkait masalah muslim Uighur di Xinjiang, China.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, pemerintah Indonesia tak ikut campur urusan dalam negeri China, termasuk masalah muslim Uighur di Xinjiang.
Moeldoko menyebut, masing-masing negara memilih cara dalam mengatur urusan dalam negeri.
"Jadi pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negeri. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/12/2019).
Moeldoko menegaskan, pemerintah RI tak akan masuk ke dalam urusan negara manapun, termasuk China.
Menurut dia, setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya.
"Saya pikir sudah dalam standar internasional bahwa kita tidak memasuki urusan luar negeri masing-masing negara," kata dia.
Sementara itu, Mahfud menuturkan, pemerintah Indonesia ikut berupaya menyelesaikan masalah Muslim Uighur di China.
Sejak dulu, kata Mahfud, pemerintah berupaya untuk melakukan diplomasi lunak dan tidak bersifat konfrontatif.
"Dalam diplomasi lunak, sejak dulu kita menjadi penengah dan mencari jalan yang baik, bukan konfrontatif," kata Mahfud saat ditemui di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Mahfud mengatakan, persoalan Muslim Uighur bukanlah hal yang baru.
Sejak lama, Menteri Luar Negeri (Menlu) juga telah menempuh langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah.
Berbagai kelompok masyarakat pun ikut andil dalam hal ini, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan seperti Muhammadiyah.
Menurut Mahfud, persoalan muslim Uighur memang tidak bisa diabaikan. Akar dari masalah itu juga harus diketahui.
Oleh karenanya, masalah tersebut harus dilihat secara lebih obyektif.
"Di China itu kawasan muslim kan banyak juga bukan hanya Uighur. Saya pernah ke Beijing, ke berbagai tempat lain, aman-aman aja tuh. Tapi kok di Uighur terjadi seperti itu, ada apa?" ujar Mahfud.[kpc]