RIDHMEDIA - Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang mengklaim mendapat dukungan dari sejumlah negara Islam atas kebijakan pembangunan pemerintah China di wilayah setingkat provinsi itu.
"Dukungan ini, khususnya dari negara-negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) sangat penting bagi kami untuk menjaga stabilitas Xinjiang," kata Deputi Direktur Publikasi Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, Xu Guixiang, di Beijing, Selasa (24/12).
Menurut dia, sejak diterapkan kebijakan anti-ekstremisme dan antiterorisme melalui pola pendidikan dan pelatihan keterampilan di kamp vokasi itu telah menciptakan situasi Xinjiang yang aman dan stabil.
"Sekarang orang tidak lagi takut keluar rumah," ujarnya saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Luar Negeri China itu.
Xu menyebutkan beberapa negara Arab, seperti Arab Saudi dan Aljazair sangat mengapresiasi keberadaan kamp vokasi karena dianggap bisa membantu memperbaiki taraf hidup masyarakat Xinjiang. Etnis minoritas Uighur yang beragama Islam, jelas dia, saat ini sudah bisa hidup harmonis dengan umat beragama lainnya di wilayah paling barat daratan China itu.
"Ratusan tahun yang lalu, Xinjiang banyak dihuni pemeluk agama Buddha sebelum Uighur datang. Sekarang Islam yang umatnya terbesar di sana bisa hidup berdampingan dengan Buddha, Kristen, Katholik, dan Taoisme karena sejatinya memang penduduk Xinjiang berbeda-beda latar belakang," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Hotan Rexiati Musajiang yang turut dalam jumpa pers itu menambahkan bahwa etnis Uighur yang telah lulus dari lembaga tersebut sudah dapat bekerja di berbagai sektor.
"Mereka kini sudah punya penghasilan sendiri 2.000 yuan (sekitar Rp 4 juta) per bulan dengan bekerja di salon kecantikan, merangkai bunga, usaha pertanian, dan berbagai sektor lainnya," kata Deputi Sekretaris Partai Komunis China (CPC) Cabang Hotan tersebut yang saat itu didampingi dua peneliti dari Pusat Pengembangan dan Penelitian Xinjiang (XDRC) Tursun Abai dan Gulinaer Wufuli itu.
Dalam kesempatan itu Musajiang mengundang awak media dari berbagai negara untuk kembali mengunjungi kotanya guna mewawancarai langsung para lulusan kamp vokasi. Hotan yang berada di wilayah tenggara Xinjiang itu memiliki beberapa kamp vokasi yang dihuni oleh etnis Uighur. Kota tersebut juga mengalami serangkaian peristiwa terorisme pada kurun 1999-2014.
Jumpa pers yang berlangsung selama dua jam itu untuk menanggapi ramainya pemberitaan yang menyudutkan pemerintah setempat atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam mengimplementasikan program deradikalisasi. Di sela-sela jumpa pers yang diikuti sejumlah media asing dari berbagai negara Islam tersebut ditampilkan pula tayangan serangkaian terorisme di Xinjiang selama periode 1996-2014.
Film singkat tersebut sama dengan yang ditayangkan di ruang pamer bukti-bukti kekerasan Xinjiang yang baru beroperasi menjelang akhir tahun lalu di Kota Urumqi.
Menanggapi pertanyaan mengenai imbauan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin agar pemerintah China lebih terbuka dan transparan dalam memberikan informasi terkait Uighur, Xu mengatakan sudah dilaksanakan.
"Sampai sekarang kami masih membuka diri kepada siapa pun mengenai situasi di Xinjiang," ujarnya seraya menegaskan bahwa masalah terorisme tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu. [rol]
"Dukungan ini, khususnya dari negara-negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) sangat penting bagi kami untuk menjaga stabilitas Xinjiang," kata Deputi Direktur Publikasi Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, Xu Guixiang, di Beijing, Selasa (24/12).
Menurut dia, sejak diterapkan kebijakan anti-ekstremisme dan antiterorisme melalui pola pendidikan dan pelatihan keterampilan di kamp vokasi itu telah menciptakan situasi Xinjiang yang aman dan stabil.
"Sekarang orang tidak lagi takut keluar rumah," ujarnya saat memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Luar Negeri China itu.
Xu menyebutkan beberapa negara Arab, seperti Arab Saudi dan Aljazair sangat mengapresiasi keberadaan kamp vokasi karena dianggap bisa membantu memperbaiki taraf hidup masyarakat Xinjiang. Etnis minoritas Uighur yang beragama Islam, jelas dia, saat ini sudah bisa hidup harmonis dengan umat beragama lainnya di wilayah paling barat daratan China itu.
"Ratusan tahun yang lalu, Xinjiang banyak dihuni pemeluk agama Buddha sebelum Uighur datang. Sekarang Islam yang umatnya terbesar di sana bisa hidup berdampingan dengan Buddha, Kristen, Katholik, dan Taoisme karena sejatinya memang penduduk Xinjiang berbeda-beda latar belakang," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Hotan Rexiati Musajiang yang turut dalam jumpa pers itu menambahkan bahwa etnis Uighur yang telah lulus dari lembaga tersebut sudah dapat bekerja di berbagai sektor.
"Mereka kini sudah punya penghasilan sendiri 2.000 yuan (sekitar Rp 4 juta) per bulan dengan bekerja di salon kecantikan, merangkai bunga, usaha pertanian, dan berbagai sektor lainnya," kata Deputi Sekretaris Partai Komunis China (CPC) Cabang Hotan tersebut yang saat itu didampingi dua peneliti dari Pusat Pengembangan dan Penelitian Xinjiang (XDRC) Tursun Abai dan Gulinaer Wufuli itu.
Dalam kesempatan itu Musajiang mengundang awak media dari berbagai negara untuk kembali mengunjungi kotanya guna mewawancarai langsung para lulusan kamp vokasi. Hotan yang berada di wilayah tenggara Xinjiang itu memiliki beberapa kamp vokasi yang dihuni oleh etnis Uighur. Kota tersebut juga mengalami serangkaian peristiwa terorisme pada kurun 1999-2014.
Jumpa pers yang berlangsung selama dua jam itu untuk menanggapi ramainya pemberitaan yang menyudutkan pemerintah setempat atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam mengimplementasikan program deradikalisasi. Di sela-sela jumpa pers yang diikuti sejumlah media asing dari berbagai negara Islam tersebut ditampilkan pula tayangan serangkaian terorisme di Xinjiang selama periode 1996-2014.
Film singkat tersebut sama dengan yang ditayangkan di ruang pamer bukti-bukti kekerasan Xinjiang yang baru beroperasi menjelang akhir tahun lalu di Kota Urumqi.
Menanggapi pertanyaan mengenai imbauan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin agar pemerintah China lebih terbuka dan transparan dalam memberikan informasi terkait Uighur, Xu mengatakan sudah dilaksanakan.
"Sampai sekarang kami masih membuka diri kepada siapa pun mengenai situasi di Xinjiang," ujarnya seraya menegaskan bahwa masalah terorisme tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu. [rol]