RIDHMEDIA - Pada penutupan perdagangan Selasa kemarin (17/12/2019), Dua saham emiten farmasi BUMN yakni PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) mendadak melesat hingga 25% atau menyentuh batas atas penolakan sistem alias auto reject atas (ARA).
Dua emiten ini tergabung dalam rencana holding BUMN Farmasi di bawah kendali PT Bio Farma (Persero).
Presiden Jokowi pada 15 Oktober 2019 sudah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bio Farma terkait dengan holding ini.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI), mencatat pada penutupan Selasa ini, saham INAF melesat 25% di level Rp 430/saham, sementara saham KAEF melonjak 25% di level Rp 1.275/saham.
Meski demikian, dalam sebulan terakhir, saham INAF turun 54% dan secara year to date (tahun berjalan) saham INAF ambles 93,38%. Investor asing hari ini keluar Rp 156,75 juta, sementara year to date asing kabur Rp 5,73 miliar.
Sementara saham KAEF sebulan terakhir juga minus 40,42%, dan year to date terjun 51%. Asing juga keluar hari ini Rp 12,56 juta, sementara year to date asing kabur Rp 89 miliar.
Mengacu data BEI, saham dengan rentang harga Rp 200-Rp 5.000 terkena batasan auto rejection naik-turun maksimal dalam sehari yakni 25%.
Gerak harga saham emiten farmasi BUMN ini pun memicu BEI meminta jawaban INAF atas kondisi ini.
Dalam suratnya, BEI mempertanyakan harga saham perusahaan mengalami penurunan secara kumulatif sebesar - Rp 352 atau -41,41% dari harga penutupan hari bursa tanggal 2 Desember 2019 pada Rp 850 menjadi Rp 498/saham.
Selain itu seperti melansir cnbcindonesia.com, BEI juga mempertanyakan rata-rata aktivitas transaksi meningkat menjadi sebanyak 1.563.783 saham dengan frekuensi 664 kali dibandingkan hari bursa tanggal 2 Desember 2019 sebanyak 2.269.600 saham dengan frekuensi 840 kali.
Mendapat surat permintaan ini, Arie Genipa Suhendi, Corporate Secretary INAF, dalam surat jawabannya kepada BEI menjelaskan bahwa perseroan tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.
"Perseroan tidak mengetahui adanya aktivitas dari pemegang saham tertentu. Perseroan tidak memiliki rencana untuk melakukan tindakan korporasi dalam waktu dekat, termasuk rencana korporasi yang akan berakibat terhadap pencatatan saham perseroan di Bursa," katanya.[ljc]
Dua emiten ini tergabung dalam rencana holding BUMN Farmasi di bawah kendali PT Bio Farma (Persero).
Presiden Jokowi pada 15 Oktober 2019 sudah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bio Farma terkait dengan holding ini.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI), mencatat pada penutupan Selasa ini, saham INAF melesat 25% di level Rp 430/saham, sementara saham KAEF melonjak 25% di level Rp 1.275/saham.
Meski demikian, dalam sebulan terakhir, saham INAF turun 54% dan secara year to date (tahun berjalan) saham INAF ambles 93,38%. Investor asing hari ini keluar Rp 156,75 juta, sementara year to date asing kabur Rp 5,73 miliar.
Sementara saham KAEF sebulan terakhir juga minus 40,42%, dan year to date terjun 51%. Asing juga keluar hari ini Rp 12,56 juta, sementara year to date asing kabur Rp 89 miliar.
Mengacu data BEI, saham dengan rentang harga Rp 200-Rp 5.000 terkena batasan auto rejection naik-turun maksimal dalam sehari yakni 25%.
Gerak harga saham emiten farmasi BUMN ini pun memicu BEI meminta jawaban INAF atas kondisi ini.
Dalam suratnya, BEI mempertanyakan harga saham perusahaan mengalami penurunan secara kumulatif sebesar - Rp 352 atau -41,41% dari harga penutupan hari bursa tanggal 2 Desember 2019 pada Rp 850 menjadi Rp 498/saham.
Selain itu seperti melansir cnbcindonesia.com, BEI juga mempertanyakan rata-rata aktivitas transaksi meningkat menjadi sebanyak 1.563.783 saham dengan frekuensi 664 kali dibandingkan hari bursa tanggal 2 Desember 2019 sebanyak 2.269.600 saham dengan frekuensi 840 kali.
Mendapat surat permintaan ini, Arie Genipa Suhendi, Corporate Secretary INAF, dalam surat jawabannya kepada BEI menjelaskan bahwa perseroan tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.
"Perseroan tidak mengetahui adanya aktivitas dari pemegang saham tertentu. Perseroan tidak memiliki rencana untuk melakukan tindakan korporasi dalam waktu dekat, termasuk rencana korporasi yang akan berakibat terhadap pencatatan saham perseroan di Bursa," katanya.[ljc]