Berburu Penilep Jiwasraya, Ini Kata Rizal Ramli

Ridhmedia
09/01/20, 12:48 WIB

Ridhmedia - Terkait praktik penggarongan dana nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero), ekonom senior DR Rizal Ramli berbagi analisa. Begini kata dia.

Dalam sebuah program talkshow kondang di sebuah stasiun televisi nasional, Jakarta, Rizal membuka dengan sindiran terhadap kinerja Kantor Akuntan Publik (KAP) papan atas. Pasalnya, para accounting firm itu acapkali menjalankan window dressing alias rekayasa akunting yang bisa berdampak masalah di kemudian hari.

Ironisnya, masih kata mantan Menko Kemaritiman di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini, KAP yang terbukti melakukan rekayasa akuntansi tersebut, tidak dikenai sanksi.

"Di Indonesia hampir semua perusahaan yang go public harus menggunakan lima top accounting firm seperti Andersen, Price Waterhouse Coopers (PwC), dan lain-lainnya. Mereka pada dasarnya oligopoli, fee mahal sekali tapi kerjanya banyak yang abal-abal," ungkap RR, sapaan akrabnya.

"Mereka merekasa laporan keuangan Garuda sehingga kelihatan untung. Ada perusahaan diberikan izin untuk membuat WIFI di seluruh pesawat Garuda, diperkirakan untungnya hampir 400 juta dolar AS lebih, langsung dibukukan hari ini walaupun perusahaanya belum jalan," imbuh Rizal.

Dalam hal ini, lanjut Rizal, asosiasi profesi akuntan dan lembaga negara yang kompeten, harusnya memberikan sanksi yang tegas dan berat. "Jika pasar modal kita laporan keuangannya abal-abal, seperti Garuda dan Jiwasraya, apa yang dapat kita percaya? Harus ada sanksi legal, kriminal, maupun penalti keuangan supaya tidak berulang lagi," paparnya.

Selanjutnya, mantan Menko Ekuin era Presiden Abdurrahman Wahid ini, mempertanyakan kinerja lembaga supervisi lembaga keuangan bank dan non-bank, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK.

Sebagai salah satu pengusul RUU OJK pada 2002, Rizal merasa sangat kecewa dengan kinerja lembaga tersebut. :Saat itu, kami minta supaya BI hanya fokus urusan moneter dan kebijakan kredit, tetapi pengawasan lembaga keuangan harus oleh lembaga yang terpisah," ungkapnya.

Dia menyindir gaji tinggi internal OJK yang tak sebanding dengan kinerja. Di mana, gaji stafnya cukup mahal (well-paid) diisi birokrat dan akademik yang tidak punya miskin pengalaman khususnya soal monitoring dan surveillance. "Saya minta Pak Jokowi berani ganti. Mereka malah sibuk membuat dua tower tinggi sekali untuk dijadikan kantor OJK," ungkapnya.

Di era digital, kata dia, monitoring dan surveilance sektor keuangan yang menjadi tugas OJK, bisa semakin mudah. Lantaran seluruh data dan informasi sektor keuangan sudah terinegrasi dengan bagus. "Kalau dulu, nasabah kredit yang macet di Bank S, masih bisa pindah, pinjam lagi di Bank B, Bank C, Bank D, dan Bank E, karena data waktu itu tidak terintegrasi," tuturnya.

Dengan terintegrasinya seluruh data sektor keuangan, lanjutnya, seharusnya memudahkan OJK dalam mencermati flow, pola investasi serta faktor resiko. "Akan tetapi, saya katakan, pejabat-pejabat OJK tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan analisis data besar dan tidak memiliki pengalaman turn around," bebernya.

Selanjutnya, dia menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani juga harus bertanggung jawab atas bobolnya dana nasabah Jiwasraya. "Tapi kita kenal Menteri Keuangan, setiap ada masalah bukan menyelesaikan masalah bahkan menciptakan masalah baru. Skandal Century Rp6,7 trilliun, penjualan aset BPPN, return-nya hanya 11 persen, dan sebagainya. Sekarang, tinggal Menteri BUMN yang baru," tuturnya. [ilc]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+