Ridhmedia - Pembunuhan perwira tinggi militer Iran yang paling berpengaruh Jenderal Qassem Soleimani atas perintas Presiden AS Donald Trump dengan menggunakan drone MQ-9 Reaper awalnya diperkirakan akan memicu perang dunia ke III. Bagaimana tidak? Iran bersumpah akan balas dendam untuk menyerang AS.
Iran memiliki rudal antar benua (ICBM) yang bila ditembakkan bisa mencapai sasaran di Israel. Iran juga mengembangkan senjata nuklir, dan peralatan tempurnya juga mumpuni. Ditambah lagi semangat perang tentara, milisi dan rakyat Iran boleh dibilang luar biasa. Mereka sudah berpengalaman perang bertahun-tahun dengan Iraq. Jadi secara pengalaman tempur, mumpuni.
Iran langsung membalas dengan membombardir dua pangkalan militer AS di Iraq dengan belasan rudal dan roket. Anehnya, tak menimbulkan korban jiwa. Serangan itu di anggap enteng oleh Trump, dengan mengatakan semuanya terkendali, so far so good.
Dari sini keliatan, teknologi informasi dikuasai dan dikendalikan Amerika Serikat. AS bisa membunuh Jenderal Qasseem hanya menggunakan drone (pesawat tanpa awak). Padahal pengawalan Jenderal Qassem pastilah ketat, dan informasinya pasti tertutup, sulit ditembus radar pengintai posisi tepatnya. Tapi bagi AS itu tak ada apa-apanya, terpantau dan terlacak semuanya dengan teknologi yang dimilikinya. Hanya dengan drone bisa meluluhlantakkan rombongan Jenderal Qassem hingga tewas!
Serangan drone itu, seperti Trump memberi pesan ke Iran dengan bahasa Betawi gaul sekarang, kira-kira bunyinya begini, "Eh bro, gue bisa bunuh pemimpin lo semua pakai drone. Di mane aje lo sembunyi! Gue tahu! Drone gua banyak banget. Mau gua kirimin atu atu, apa kagak?"
Iran tampaknya berpikir ulang. Apalagi serangan balasannya gagal total. Analisa saya, mereka pasti berpikir soal keamanan dalam negerinya. Berpikir tentang keamanan diri seluruh pemimpin mengingat posisi rumah dan lain-lain pasti diketahui semuanya oleh AS. Dan kalau AS yang punya stok drone banyak melepas masing-masing membidik satu target pemimpin di Iran, bisa habis semuanya.
Kenapa serangan Iran gagal total. Kembali di sini faktor teknologi informasi. AS terlebih dulu tahu waktu kapan Iran akan mencet tombol rudalnya dan pasukan AS langsung melakukan evakuasi yang menurut informasi saya peroleh menggunakan peralatan militer Kanada.
Dan singkat cerita, tiba-tiba pesawat komersial Boeing 737 milik Ukraina yang membawa penumpang 82 warga Iran, 63 warga negara Kanada, 11 warga Ukrania meledak di udara dan jatuh di Bandara Imam Komeini. Kuat dugaan pesawat itu ditembak oleh rudal Iran. Meski Iran juga sudah membantah. Tapi karena ini menyangkut warga dari banyak negara, pintu masuk untuk melakukan investigasi terbuka. Iran mau tak mau harus membuka diri. Untung lagi AS, karena boeing adalah perusahaan AS.
Apakah ada kaitan kematian warga Kanada yang tak bersalah ini dengan sas sus evakuasi tentara AS mengggunakan peralatan militer Kanada? Ya bisa juga. Namanya teori konspirasi.
Perkembangan selanjutnya, biasa saja. Belum ada tanda-tanda lagi. Sepertinya kedua pihak takut warga atau pasukannya mati dan rakyatnya jatuh miskin! Karena perang konsekuensinya dua: mati dan jatuh miskin!
Eh di sela-sela kisruh Iran, Trump kirim ucapan selamat ulang tahun ke Kim Jong Un. Kayaknya sama anak kecil bengal ini, Trump agak mikir dikit. Soalnya Jong un bercandanya dengan mengirim rudal nuklirnya ke Jepang dengan alasan ngetes, meledak apa kagak...
(Penulis: Lalu Mara Satriawangsa/viva.co.id)