Ridhmedia - Perairan Indonesia menyimpan banyak potensi sumber daya alam khsususnya perikanan. Contohnya, perairan Natuna yang membuat Indonesia-China menjadi hangat beberapa hari ini.
Deputi I Kemenko Kemaritiman dan Investasi Purbaya Yudhi Sadewa menyebut, perairan Natuna menyimpan potensi setidaknya 1 juta ton per tahun. Meski begitu, Indonesia ternyata menjadi negara yang masih impor ikan. Bahkan pasokan ikan impor perikanan termasuk terbesar dari China, khususnya ikan beku.
Wakil Ketua Umum Kelautan dan Perikanan Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Yugi Prayanto, mengatakan keputusan impor ikan disebabkan kebutuhan yang mendesak. Jika tak memilih impor, maka kerugian yang dirasa bisa menjadi lebih besar bagi industri olahan ikan.
"Kita impor saya pernah dengar dari India, mungkin ada dari China. Keperluan itu adalah untuk industri pengolahan dalam negeri karena mereka (industri pengolahan), dari 660 unit pengolahan ikan itu kekurangan pasok, karena ikan di negeri kita (terbatas)," kata Yugi kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/1/2020).
Terkait itu, Direktur Direktorat Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, Machmud, mengungkap beberapa alasan yang membuat pemerintah memberikan persyaratan impor perikanan.
Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 58/2018 tentang Rekomendasi Pemasukan Hasil Perikanan Selain Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
"Ikan tersebut tidak ada di dalam negeri, untuk tujuan ekspor, hotel, restaurant, katering dan pasar modern," kata Machmud menjelaskan persyaratan impor kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/1/2020).
Pada pasal 4 permen 58/2018, disebutkan bahwa pemasukan hasil perikanan selain sebagai bahan baku dan bahan penolong industri digunakan untuk pemindangan; umpan; konsumsi hotel, restoran, dan katering; Pasar Modern; bahan pengayaan makanan; atau bahan produk olahan berbasis daging lumatan.
Jika impor berkaitan dengan bahan baku industri, menurutnya, beleid tersebut diatur lewat Peraturan Menteri Perindustrian.
Namun di luar urusan regulasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pasokan ikan dalam negeri. Misalnya, faktor jumlah, ukuran, dan alat tangkap dari kapal operasi yang menjadi sumber produksi.
Selain itu ada perhitungan dari kondisi musim, apakah sudah musim ikan atau belum. "Ketersediaan cold storage sebagai tempat penyimpanan, ketersediaan sarpras logistik dan distribusi," kata Machmud menjelaskan.
Menurutnya, faktor yang berkaitan dengan sarana dan prasarana seperti kapal, cold storage, dan sarpras logistik dan distribusi merupakan komponen yang saling berkaitan. KKP, kata Machmud, komprehensif mengerjakannya mulai dari hulu sampai hilir.
"Untuk poin musim ikan atau tidak, mungkin sulit untuk diatasi, walaupun mungkin dapat sedikit diatasi melalui rumpon," jelas Machmud.
Data Trademap menunjukkan bahwa impor berbagai macam jenis komoditas perikanan RI dari China nilainya mencapai US$ 71,6 juta atau setara dengan Rp 1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$. Jumlah tersebut setara dengan 25% dari total nilai impor sektor perikanan RI 2018 yang mencapai US$ 290,8 juta (Rp 4,07 t
Triliun).
Impor hasil perikanan dari China antara lain ikan hidup, ikan beku, ikan segar, crustacean, moluska, hingga ikan yang sudah diolah. Impor terbesar adalah ikan yang dibekukan. Nilainya mencapai US$ 61,9 juta pada 2018. Bahkan pada 2017 jumlahnya lebih tinggi dari itu, mencapai US$ 77,3 juta.[cnbc]