RIDHMEDIA - Mantan Direktur Utama Transjakarta (TransJ), Donny Andy S Saragih, membela diri soal kasus penipuan yang membuatnya menjadi terpidana. Dia mengatakan kasus tersebut hanya setting-an.
Kasus itu terjadi pada 2017 saat Donny masih menjabat Direktur Operasional PT Eka Sari Lorena Transport, atau bus Lorena. Dia bercerita, kasus itu berawal dari adanya rekayasa dokumen untuk mendapatkan initial public offering (IPO).
Masalah itu, masalah korporasinya, bukan masalah saya sendiri, itu terjadi saat saya jadi Direktur di Lorena. Masalahnya adalah masalah pemalsuan dokumen negara yang dipalsukan, karena saat itu dokumen tidak ada untuk kelengkapan mau IPO," ucap Donny saat dimintai konfirmasi, Senin (27/1/2020).
"Dokumen (yang dipalsukan) yang melekat pada bus. Namanya KIU dan KP (Kartu Izin Usaha dan Kartu Pengawasan)," ujar Donny.
Akhirnya, menurut Donny, Lorena membuat rekayasa kasus agar masalah ini seakan-akan selesai sehingga kasus pemalsuan dokumen tidak dilanjutkan.
"Itulah yang di-create biar supaya itu semua kelihatan untuk membuat blackmail itu berhenti. Gitu loh, Mas. Menunjukkan Lorena sudah melakukan action untuk menangkap yang begitu-begitu (blackmail)," ucap Donny.
Tapi yang jadi masalah adalah apa sih itu OJK? Apa urusan OJK telepon-telepon orang? Masa, saya digali cerita itu, masa iya saya hanya mengaku dari OJK bisa minta duit. Nggak mungkin, Mas, nggak ada penyebabnya," ujar Donny.
Donny pun mengaku tidak tahu-menahu soal kasus tersebut. Menurutnya, namanya hanya dibawa-bawa karena posisinya sebagai direktur.
"Terbawa, karena posisi sebagai direktur yang dokumen direktoratnya dipalsukan," ucap Donny.
Diketahui, dilihat detikcom, kasus Donny tercatat dalam perkara 490/Pid.B/2018/PN Jkt.Pst dengan klasifikasi perkara pemerasan dan pengancaman. Donny bersama Porman Tambunan alias Andi Tambunan alias Andi kemudian dituntut 'turut serta melakukan penipuan berlanjut' sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan alternatif ketiga.
Pada 15 Agustus 2018, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Donny dan Andi bersalah dan memvonis 1 tahun penjara serta menetapkan agar para terdakwa tetap ditahan dalam tahanan kota. Jaksa penuntut umum Priyo W kemudian mengajukan permohonan banding. Hasilnya, pada 12 Oktober 2018, Pengadilan Tinggi DKI menerima banding JPU dan menguatkan putusannya serta meminta keduanya tetap berada dalam tahanan.
Tak terima, Donny dan Andi kemudian mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusan kasasi nomor 100 K/PID/2019 tertanggal 12 Februari 2019, majelis hakim menolak permohonan kasasi Donny dan Andi. Hakim bahkan menjatuhkan pidana penjara kepada keduanya masing-masing 2 tahun.(dtk)