Hujan di Malam Tahun Baru Ternyata Paling Ekstrem dalam 150 Tahun Terakhir

Ridhmedia
03/01/20, 17:54 WIB

Ridhmedia - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mendata, curah hujan awal tahun ini merupakan yang paling ekstrem sejak 1866 atau sejak lebih dari 150 tahun lalu. Hujan sangat lebat berdurasi panjang mulai tanggal 31 Desember 2019 sore hingga 1 Januari 2020 pagi menyebabkan banjir di sejumlah daerah di Indonesia.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal mengatakan bahwa curah hujan yang turun dalam 2 hari terakhir di Jabodetabek masuk dalam kejadian paling ekstrem selama ada pengukuran dan pencatatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya.

BMKG merilis, curah hujan ekstrem tertinggi terkonsentrasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Pengukuran BMKG menunjukkan curah hujan tertinggi tercatat di Bandara Halim Perdanakusuma: 377 mm/hari, di TMII: 335 mm/hari, Kembangan: 265 mm/hari; Pulo Gadung: 260 mm/hari, Jatiasih: 260 mm/hari, Cikeas: 246 mm/hari, dan di Tomang: 226 mm/hari.

“Sebaran curah hujan ekstrem tersebut lebih tinggi dan lebih luas daripada kejadian banjir– banjir sebelumnya, termasuk banjir Jakarta 2007 dan 2015. Curah hujan 377 mm/hari di Halim Perdanakusuma merupakan rekor baru curah hujan tertinggi sepanjang ada pencatatan hujan di Jakarta dan sekitarnya sejak pengukuran pertama kali dilakukan tahun 1866 pada zaman kolonial Belanda,” katanya.

Ia menuturkan, banjir dan curah hujan ekstrem tidak hanya terjadi di Jabodetabek. Tetapi juga di Kabupaten Lebak, Banten, yang terdampak banjir bandang. Pantauan radar cuaca menunjukkan awan potensi hujan cukup tebal terjadi di sebagian wilayah Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

“Analisis meteorologis pada 1 Januari 2020 pagi hari menunjukkan curah hujan tinggi tidak biasanya tersebut dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara atau pertemuan angin monsun intertropis (ITCZ) tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara. ITCZ memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atmosfer di atasnya,” ujar Herizal.*** [prc]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+