Komisi XI: Masalah Jiwasraya Kompleks, Butuh Audit Investigasi

Ridhmedia
06/01/20, 11:47 WIB

Ridhmedia - Masalah yang membelit perusahaan PT Asuransi Jiwasraya terbilang kompleks dan perlu dilakukan audit investigasi.

Atas alasan itu, anggota Komisi XI DPR Junaidy Auly mendukung wacana pembentukan Pansus Jiwasraya di DPR.

“Ini urgent untuk dilakukan pembentukan pansus di DPR,” ujarnya kepada wartawan Senin (6/1).

Politisi PKS itu kemudian menguraikan bahwa masalah Jiwasraya bermula dari kegagalan program JS Saving Plan.

JS Proteksi Plan merupakan produk bancassurenace yang memberikan manfaat asuransi jiwa berupa santunan meninggal dunia, bukan dan atau karena kecelakaan atau cacat tetap total karena kecelakaan. Premi sekaligus minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 5 miliar.

Sebagian besar dana yang dikumpulkan dari program tersebut kemudian diinvestasi ke pasar saham dan reksadana.

“Kita tahu bahwa repo saham (repurchase agreement) merupakan pinjaman yang diberikan dengan agunan berupa saham. Suku bunga cukup tinggi, karena risikonya juga tinggi. Kondisi pasar yang fluktuatif menyebabkan return saham cenderung menurun dan menyebabkan kondisi keuangan Jiwasraya tertekan,” ungkap Junaidi.

Total nilai klaim program investasi Saving Plan dari tujuh mitra bancassurance mencapai Rp 16,42 triliun. Secara total, konsumen Jiwasraya kurang lebih 6 juta.

Pada 2009, aset Jiwasraya mencapai Rp 5,4 triliun. Lalu meningkat hingga mencapai Rp 45,6 triliun pada 2017.

“Laba perusahan juga meningkat dari Rp 356 miliar pada 2009 menjadi Rp 360 miliar pada 2017. Tahun 2018 dan 2019 (September) perusahaan rugi masing-masing Rp 15,8 triliun dan Rp 13,7 triliun,” urainya.

Kalau dilihat dari sisi aset, maka penempatan pada reksadana hampir 50 persen, ke saham sekitar 17 persen tanah, dan bangunan 17 persen deposito berjangka, serta obligasi korporasi masing-masing 11 persen dan 4,5 persen.

“Liquid asset perusahaan sangat sedikit,” simpulnya.

Selain masalah kegagalan program JS Proteksi Plan, Junaidi menjelaskan terdapat persoalan lainnya lewat manipulasi laporan keuangan.

“Pada 2017 misalnya, perusahaan (manajemen lama) melaporkan laba bersih sekitar Rp 2,4 triliun (unaudited). Sementara itu, menurut audit PwC dimana laba hanya Rp 360 miliar,” tutupnya. [rmol]
Komentar

Tampilkan

Terkini