RIDHMEDIA - Kontraktor yang mengerjakan proyek revitalisasi Monumen Nasional (Monas), PT Bahana Prima Nusantara, menjadi sorotan setelah seorang anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI, Justin Adrian, menilai kredibilitas perusahaan tersebut meragukan. Merasa keberatan nama baiknya diusik, PT Bahana Prima Nusantara akan melayangkan somasi.
"Kita sayangkan bahwa anggota Dewan PSI itu hanya lihat dan andalkan Google Maps dan langsung statement. Ini yang kami sayangkan. Kita akan ajukan somasi kepada yang bersangkutan. Isu yang bermula soal tebang pohon, geser jadi soal kantor penyedia barang dan jasa, ini persoalan," ucap Legal Officer PT Bahana Prima Nusantara, Abu Bakar, kepada wartawan di Penang Bistro, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2020).
Abu tak segan-segan akan membawa kasus ini ke jalur hukum jika somasinya tidak diindahkan. Untuk diketahui, awalnya Justin mengunggah data PT Bahana Prima Nusantara dari situs LPSE serta, link kantor perusahaan itu di fitur Google Maps. Cuitan Justin kemudian juga di-retweet oleh anggota DPRD DKI lainnya, William Aditya Sarana.
"Selanjutnya soal somasi, itu tidak cukup, namanya juga peringatan, kalau tidak diindahkan, tentu ada langkah hukum," tegas dia.
Abu Bakar juga menjelaskan soal legalitas kantor virtual perusahaannya sesuai dengan PTSP Nomor 6 Tahun 2016. Dia menyebut tidak ada permasalahan dari segi lokasi kantor perusahaan.
"PTSP Jaktim, Pemda Jaktim keluarkan izin, dan terkait virtual office juga diatur, namanya surat edaran PTSP Nomor 6 Tahun 2016, yang awalnya 2015 dilarang virtual office. Tapi, untuk gerakkan dunia usaha bidang UMKM dan pemula, maka dibuka kembali tahun 2016 oleh PTSP. Ketika kita berkantor di situ, tidak ada masalah," tutur Abu.
Pada kesempatan yang sama, Dirut PT Bahana Prima Nusantara Muhidin Shaleh, menerangkan rencana pembangunan di Monas, di mana nantinya akan ada kolam berukuran besar dan plaza untuk kegiatan upacara. Kolam yang dimaksud rencananya dibangun seukuran lapangan sepakbola.
Muhidin mengatakan Dari dalam kolam itu, sebutnya, akan ada pancaran lampu mengarah ke Monas. Sementara soal plaza upacara, lanjut Muhidin, ke depannya bisa digunakan untuk pameran alutsista oleh Kementerian Pertahanan.
"Yang dikerjakan di situ ada kolam, ada lokasi upacara, plaza upacara. Monas kan selama ini kan nggak ada itu, kalau upacara bikin panggung. Nah, yang kita kerjakan ini istilahnya paten, bukan pemda saja yang pakai, mungkin pusat bisa pakai," kata Muhidin.
Bahkan jika seluruh tahapan revitalisasi selesai, menurut dia, Monas akan tersambung dengan MRT. Muhidin memastikan struktur bangunan yang dia kerjakan kuat.
"Ini kan baru tahap pertama, nanti ada MRT dan sebagainya. Tahap pertama plaza upacara dan kolam, yang tadinya tempat parkir itu digunakan jadi plaza upacara untuk pemda dan pemerintah pusat. Jadi, kalau Kemhan akan pamer alutsista, tidak perlu jauh-jauh, bisa depan istana digelar, plaza upacara itu, strukturnya kuat itu," ujar Muhidin.
Muhidin menyebut proyek revitalisasi Monas sudah berjalan 88 persen untuk saat ini. Revitalisasi tahap pertama akan selesai Februari nanti.
"Ya dalam 50 hari berikut, itu artinya bulan Februari itu akan selesai. Tapi sekarang sudah 88 persen selesai, tinggal sedikit lagi mungkin sudah finis. Sekarang tinggal finishing saja," jelas Muhidin.
Sementara itu di gedung KPK, tim advokasi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI, melaporkan dugaan adanya pelanggaran di proyek revitalisasi Monumen Nasional (Monas). Menyikapi laporan tersebut, KPK meminta PSI DKI melengkapi dokumen-dokumen laporannya terlebih dahulu.
PSI DKI melapor ke KPK karena menilai ada dugaan pelanggaran dalam revitalisasi Monas tersebut. Salah satunya terkait penunjukan kontraktor proyek.
"Sesuai dengan komitmen PSI, kita dari tim Advokasi PSI Jakarta komitmen untuk kawal uang rakyat terutama akhir-akhir ini kan agak heboh di media soal kontraktor revitalisasi Monas," kata anggota Tim Advokasi PSI DKI Patriot Muslim di KPK Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Patriot menilai ada kejanggalan dalam penunjukan kontraktor. Menurutnya, alamat kontraktor proyek revitalisasi Monas itu tidak jelas.
"Jadi, dari penelusuran media dan penelusuran dari tim kami, kantor kontraktor itu di Ciracas tapi setelah ditelusuri ternyata ada informasi lagi di Letjen Suprapto, Cempaka Putih, itu juga nggak jelas. Malah tambah banyak yang enggak tahu pas kita selidiki di Letjen Suprapto itu," ucapnya.
Ia menilai dengan ketidakjelasan alamat kontraktor revitalisasi Monas itu melanggar peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Ia pun menduga kontraktornya ini memang perusahaan 'kertas' atau tidak nyata.(dtk)