Ridhmedia - Gas bukan semata-mata dianggap sebagai komoditas, namun juga modal pembangunan yang akan memperkuat industri nasional. Oleh karena itu, harga gas menjadi saat penting untuk diperhitungkan dengan baik.
Demikian yang diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo ketika membuka Rapat Terbatas (Ratas) tentang ketersegiaan gas untuk industri, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin sore (6/1).
"Artinya ketika porsi gas sangat besar bagi struktur biaya produksi maka harga gas akan sangat berpengaruh pada daya saing produk industri kita di pasar dunia. (Produk-produk) kita kalah terus, gara-gara harga gas kita yang mahal," ujar Jokowi seperti dilansir dari Setkab.
Jokowi menyebutkan, ada enam sektor industri yang menggunakan 80 persen gas Indonesia, baik itu pembangkit listrik, industri kimia, industri makanan, industri eramik, industri baja, industri pupuk, maupun industri gelas. Dengan kebutuhan gas yang tinggi, maka diperlukan harga gas yang lebih kompetitif.
Terkait hal tersebut, Jokowi kemudian meminta laporan pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Selain itu, dia juga memaparkan tiga skenario yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala dalam penetapan harga gas.
Pertama, mengurangi atau menghilangkan jatah pemerintah 2,2 dolar AS per MMBtu. Kendati demikian, hal ini masih perlu ditindaklanjuti terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Selanjutnya dengaan memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO) dan ketiga menerapkan bebas impor untuk industri.
"Ya tiga itu pilihannya," ujar Jokowi yang mengeluh karena sejak 2016 persoalan gas industri tidak juga rampung.
Jokowi kemudian juga dengan tegas mengingatkan, pilihannya hanya dua, yaitu melindungi industri atau melindungi pemain gas. [rmo]