Ridhmedia - Cendekiawan Nadhlatul Ulama Ulil Abshar Abdalla mempersoalkan sikap para menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berbeda-beda dalam menyikapi klaim China terhadap perairan Natuna. Menurutnya, masalah komunikasi para menteri Jokowi berantakan.
Hal ini disampaikan Ulil melalui cuitan di akun Twitter pribadinya @ulil pada Jumat (10/1/2020). Ulil awalnya menanggapi pernyataan anggota DPR RI Wakil Ketua Umum Partai Geridra, Fadli Zon dalam acara Mata Najwa Trans 7, Rabu (8/1/2019) malam.
Ia mengaku sepakat dengan pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon yang menyebut Indonesia bisa kalah lawan China jika melakukan konfrontasi militer terkait persoalan Natuna.
"Yang dikatakan Fadli Zon benar. Kalau mau konfrontasi militer dengan Cina, ya kita kalah. Tapi kan bukan itu soalnya," kata Ulil seperti dikutip Suara.com, Jumat (10/1/2020).
Meski demikian, bukan perihal Indonesia akan kalah saat konfrontasi dengan China yang menjadi permasalahan. Hal yang sebenarnya dipersoalkan Ulil adalah sikap para pejabat pemerintah yang tidak seragam.
"Yang jadi soal: sikap pemerintah yang tidak seragam. Ada Prabowo, Luhut, Ibu Retno. Semuanya mengatakan hal yang beda-beda soal Natuna ini," kata Ulil.
Menurut Ulil, perbedaan sikap para anak buah Jokowi sebagai problem komunikasi centang perenang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata centang perenang memiliki arti tak beraturan letaknya atau berantakan.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dianggap lembek dalam menyikapi masuknya kapal-kapal China ke wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna.
Menurut Prabowo, pemerintah tak perlu memakai kekerasan menghadapi persoalan klaim China atas Natuna. Ia mengedepankan perundingan yang baik agar tak memecah persahabatan kedua negara.
"Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat," ucap dia.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Prabowo untuk membeli kapal patroli yang lebih besar. Ia menyebut selama ini Indonesia belum memiliki kapal-kapal patroli besar atau ocean going.
"Kami belum pernah punya selama republik ini merdeka. Jadi sekarang ini yang tadi dengan Pak Bowo (Prabowo) itu, mau beli yang 138-140 meter frigat," kata Luhut.
Lain halnya dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang mengatakan bahwa kapal-kapal asing asal China ditetapkan telah melanggar peraturan dengan masuk ke ZEE Indonesia.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia tidak mengakui nine dash line yang diklaim oleh China. Pemerintah Indonesia mengingatkan China bahwa wilayah ZEE Indonesia tersebut sudah ditetapkan oleh hukum internasional.
"Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," ujar Retno. [src]
Menurut Prabowo, pemerintah tak perlu memakai kekerasan menghadapi persoalan klaim China atas Natuna. Ia mengedepankan perundingan yang baik agar tak memecah persahabatan kedua negara.
"Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat," ucap dia.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Prabowo untuk membeli kapal patroli yang lebih besar. Ia menyebut selama ini Indonesia belum memiliki kapal-kapal patroli besar atau ocean going.
"Kami belum pernah punya selama republik ini merdeka. Jadi sekarang ini yang tadi dengan Pak Bowo (Prabowo) itu, mau beli yang 138-140 meter frigat," kata Luhut.
Lain halnya dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang mengatakan bahwa kapal-kapal asing asal China ditetapkan telah melanggar peraturan dengan masuk ke ZEE Indonesia.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia tidak mengakui nine dash line yang diklaim oleh China. Pemerintah Indonesia mengingatkan China bahwa wilayah ZEE Indonesia tersebut sudah ditetapkan oleh hukum internasional.
"Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," ujar Retno. [src]