Ngotot Soal Natuna, Pemerintah Harus Pangkas Impor China

Ridhmedia
03/01/20, 10:25 WIB

Ridhmedia - Pemerintah diminta tegas menekan Cina yang masih ngotot mengklaim Laut Natuna di Kepulauan Riau. Apabila Cina masih mengabaikan nota protes atas Laut Natuna, Pemerintah Indonesia harus melakukan aksi diplomatik yang lebih keras, bahkan di bidang ekonomi.

Dilansir dari Tempo.co, Jumat (3/1/2020), anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, tekanan bisa dilakukan dengan mengevaluasi perjanjian-perjanjian bilateral termasuk menolak latihan militer bersama dan pengetatan atau pengurangan volume impor produk Cina yang selama ini cukup tinggi.

"Indonesia tidak perlu takut, karena investasi mereka pun masih jauh dari yang dijanjikan," ujarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2019 mencatat Cina masih menjadi negara asal impor terbesar bagi Indonesia dengan peran sebesar 29,08 persen atau US$67,2 miliar (Januari-Juli 2019). Total nilai impor nonmigas dari tiga belas negara selama Juli 2019 sebesar US$11,06 miliar atau naik US$3,14 miliar (39,66%) dibandingkan dengan Juni 2019.

Sementara itu, 13 negara utama memberikan peranan 79,02 persen (US$67,2 miliar) terhadap impor Indonesia. Adapun Cina masih menjadi negara asal impor terbesar dengan peran 29,08 persen atau senilai US$24,73 miliar.

Negeri Tirai Bambu itu sebenarnya merupakan salah satu negara yang menandatangani perjanjian dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut (The United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS). UNCLOS mengatur tiga batas maritim di antaranya laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE).

ZEE dikategorikan sebagai kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar. Di kawasan ZEE ini, Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala potensi sumber daya alam yang ada, termasuk Natuna.[ljc]
Komentar

Tampilkan

Terkini