Ridhmedia - Dokumen pelengseran KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari jabatan presiden menjadi perbincangan publik. Dokumen pelengseran Gus Dur mengungkap aktor dan penyandang dana.
Dokumen tersebut dimuat dalam buku berjudul ‘Menjerat Gus Dur’ terbitan Numedia Digital Indonesia.
Buku karya Virdika Rizky Utama itu menjadi polemik lantar membongkar dokumen penting terkait penggulingan Gus Dur.
Virdika mengatakan, buku tersebut ditulis sejak ditemukannya dokumen penting di kantor DPP Golkar pada bulan Oktober 2017.
Dokumen tersebut ditulis oleh Fuad Bawazier kepada Akbar Tandjung tentang laporan yang terjadi pada awal 2000.
Dokumen itu merupakan notulensi rapat yang dilakukan di rumah Arifin Panigoro 22 Juni 2000 yang ditandatangani oleh Priyo Budi Santoso.
Dalam notulensi rapat terungkap bahwa para politisi Golkar marah ketika Laksamana Sukardi dari PDIP dan Jusuf Kalla dipecat oleh Gus Dur.
Hasil rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Akbar Tandjung pada 29 Januari 2001. Saat itu, Akbar Tanjung menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Buku tersebut juga mengungkap pelaksanaan rencana yang diberi nama ‘Sekenario Semut Merah’.
Fuad Bawazier, menjadi ‘kepala operasi’ dan membagi tugas kepada beberapa pihak untuk penggalangan opini, menjaring dukungan masyarakat, propaganda media, termasuk merekrut preman, cendekiawan, dan pengusaha.
Penggalanan opini yang dimaksud adalah untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden Gus Dur melalui kasus Buloggate dan Bruneigate yang dinilai telah berjalan sesuai skenario.
Dalam surat tersebut, Fuad meyakini kekuatan dan efek operasi tahap pertama sudah sesuai ekspektasi.
Operasi selanjutnya yakni memaksa Gus Dur mundur dan mendorong Megawati menjadi presiden sekaligus menjadikan Amien Rais sebagai wakilnya.
Dipilihnya Megawati sebagai pengganti Gus Dur karena dia bisa dikendalikan dan pada akhirnya akan disingkirkan melalui penggembosan dari dalam lewat isu ketidakbecusan dalam mengatasi krisis ekonomi dan penyelesaian disintegrasi bangsa.
Tugas itu dipercayakan kepada Amien Rais sebagai Ketua MPR. Amien dinilai lincah karena berada di lingkar kekuasaan.
Fuad Bawazier juga meminta Akbar Tandjung memberikan seluruh informasi perkembangan situasi di dalam gedung Senayan, melalui Anas Urbaningrum selaku kurir untuk bahan pertimbangan operasi di lapangan.
Akbar Tandjung selaku Ketua Umum Partai Golkar merupakan aktivis senior HMI yang memiliki pengaruh kuat. Sedangkan, Fuad Bawazier adalah Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Virdika menyebutkan bahwa koneksi eks Orde Baru dan HMI memiliki peran penting dalam rencana dan strategi pelengseran Gus Dur.
Menurut Virdika, mereka merancang itu bukan cuma di elite politik (DPR), tapi juga bagaimana melibatkan mahasiswa.
Tak tanggung-tanggung, dalam dokumen tersebut terungkap, Fuad Bawazier menyiapkan dana Rp 4 Triliun, termasuk untuk memobiliasi demo mahasiswa, menciptakan instabilitas, dan menyiapkan bom-bom kerusuhan untuk melengserkan Gus Dur.
Hingga saat ini, belum ada jawaban dari nama-nama yang disebut untuk menjawab tudingan di balik pelengseran Gus Dur.
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj enggan mengomentari lebih dalam mengenai buku yang ditulis oleh Virdika Rizky Utama yang dipasarkan di akhir tahun 2019 itu.
“Yang sudah lalu kita jadikan sejarah yang berharga,” ujar Said sambil tertawa saat ditanya awak media usai menggelar acara Refleksi PBNU 2020 di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).[psid]