Ridhmedia - Pengungkapan dalang kasus Jiwasraya ditarget 2 bulan. Kejagung menelisik lebih dari 5 ribu transaksi investasi yang diduga menyimpang sehingga menimbulkan kerugian.
Target pengungkapan kasus Jiwasraya ini ditegaskan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kejagung secara maraton memeriksa para saksi untuk memastikan unsur pidana dalam kasus dugaan penyimpangan investasi Jiwasraya.
"Kami ingin siapa yang paling bertanggungjawab di sini. Dan itu dalam waktu insyaallah dalam waktu 2 bulan kami sudah bisa mengetahui pelakunya, siapa pelakunya (yang) melakukan suatu perbuatan, yang jujur ini kasus yang cukup besar," kata Burhanuddin dalam jumpa pers di gedung BPK, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Total ada 98 orang diperiksa Kejagung sebagai saksi kasus Jiwasraya. 13 lokasi sudah digeledah.
Kami sudah memeriksa saksi 98 orang dan perbuatan melawan hukum sudah mengarah satu titik dan bukti sudah ada. Tapi tidak bisa disebutkan apa, siapa, tapi dari 90 orang saksi mengarah ada perbuatan melawan hukum," tegas Burhanuddin.
Selain itu, Kejagung menunggu rampungnya hitung-hitungan BPK terhadap dugaan kerugian keuangan negara akibat penyimpangan di Jiwasraya.
"Kegiatan ini kompleks. Penting kita uji untuk identifikasi ada tidaknya kecurangan," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam jumpa pers yang sama.
BPK menurutnya sudah melakukan dua kali pemeriksaan terhadap Jiwasraya yakni tahun 2018 dan 2019. Dalam pemeriksaan pertama, BPK mendapatkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional Jiwasraya tahun 2014-2015.
"Temuan- temuan tersebut antara lain investasi terhadap saham TRIO, SUGI, dan LCGP tahun 2014 dan tahun 2015 tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai," katanya.
Agung mengatakan, Jiwasraya membukukan kerugian Rp 13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun. Kerugian itu karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund (COF) yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi yang dilakukan secara masif sejak 2015.
"Dana dari investasi tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana saham yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negative spread. Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar," sambungnya.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya penyimpangan dalam penjualan produk Saving Plan Jiwasraya. Produk saving plan merupakan produk yang memberikan kontribusi pendapatan tertinggi di Jiwasraya sejak 2015. Produk ini sebenarnya merupakan produk simpanan dengan jaminan return yang sangat tinggi dengan tambahan manfaat asuransi.
Penyimpangan yang ditemukan ialah penunjukan pejabat Kepala Pusat Bancassurance pada SPV pusat bancassurance tidak sesuai ketentuan. Selain itu, pengajuan COF langsung kepada direksi, tanpa melibatkan divisi terkait dan tidak didasarkan pada dokumen perhitungan COF dan review usulan COF.
Masalah lainnya, Jiwasraya juga melakukan investasi pada saham-saham perusahaan yang berkualitas rendah yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.(dtk)