Seimbang Dalam Beragama dan Bernegara

Ridhmedia
09/01/20, 03:57 WIB

Agama tidak bisa dilepaskan dari bangsa Indonesia. Nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat di Indonesia juga seringkali berakar dari agama. Maka dari itu, sila pertama dalam pancasila adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Organisasi keagamaan juga bisa menjadi komponen penting dalam tumbuh kembangnya suatu masyarakat. Di era globalisasi saat ini agama sangat dibutuhkan sebagai benteng moral agar para generasi tidak rusak karna perkembangan zaman. Di Indonesia agama juga memainkan peran yang signifikan dalam keharmonisan hubungan sosial masyarakat, demikian juga dengan kestabilan politik di negeri ini. Tapi vitalnya agama juga bisa menjadi bomerang bagi Indonesia yang bisa dieksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk merusak kedamaian di negeri ini dengan membentur-benturkan antar agama. Hal ini dikuatkan dengan dimana akhir-akhir ini banyak isu tentang intoleransi beragama dan aksi ekstremisme lainnya yang benar-benar sangat mengganggu kedamaian Indonesia.

Tidak ada satu pun agama sah di Indonesia yang mengajarkan keburukan. Sejak dulu Indonesia sudah terkenal akan keberagamannya toleransinya yang diikat oleh “Bhineka Tunggal Ika”. Suatu hal yang paling kental korelasi antara demokrasi bernegara dan agama, ialah intisarinya berupa musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat adalah sistem demokrasi Pancasila yang dianut di negara kita. Konten “musyawarah mufakat” itu secara substansi merupakan saripati ajaran agama khususnya agama Islam dalam urusan kenegaraan. Secara singkat, Islam hanya menyinggung dengan kaliamat “ulu al amri minkum, dan yusyawirhum fi al amr”. Dengam konsep itulah, demokrasi Indonesia tak sedikitpun bertentangan dengan agama yang hanif ini.

Hubunghan agama dan negara menurut paham Teokrasi digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan, segala tata kehidupan masyarakat bangsa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi  juga diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan. Sedangkan menurut paham Sekuler antara agama dan negara tidak ada hubungan dengan sistem kenegaraan. Dalam paham ini bernegara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini tidak dapat dipersatukan meskipun negara sekuler lazimnya membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama mereka.

Negara demokrasi Indonesia dan undang-undang yang melindungi kebebasan beragama bisa menjadi salah satu penenang di tengah riuhnya keadaan dunia saat ini. Dimana para politisi di Indonesia juga banyak dari kalangan santri atau orang yang paham agama. Namun seiring berjalannya waktu mulai bermunculan pihak-pihak yang kontra terhadap hubungan agama dan bernegara. Ada pihak yang berpaham Teokrasi, tapi ada juga pihak yang berpaham Sekuler.

Dinamika perdebatan tersebut tidak lepas dari sifat norma agama yang bersifat komprehentif, yang mengatur urusan duniawi dan ukhrawi sekaligus. Sejarah telah membuktikan bahwa norma agama terutama Islam, lahir dan tumbuh bersama sejarah kehidupan negara, yaitu sejak masa Nabi Muhammad SAW, terutama sejak terbentuknya Piagam Madinah.

Demokrasi akan seimbang apabila dikaitkan dengan agama dalam menjalankan gagasan-gagasannya. Demokrasi dapat diartikan kehendak rakyat dalam proses bernegara. Sehingga tidak diperkenankan adanya aturan mengenai kebebasan rakyat dalam berekspresi. Demokrasi ini dapat menjadi tolok ukur kedewasaan seseorang karena dalam demokrasi harus menerima perbedaan yang ada. Jika demokrasi merupakan suatu pendewasaan maka hal tersebut sejalan dengan demokrasi dalam pandangan agama.

Sebagai warga negara Indonesia kita harus bisa lebih bijak lagi dalam menempatkan urusan atau kepentingan kehidupan. Kita harus tahu kewajiban kita terhadap agama dan negara agar bisa seimbang dalam menerapkan tindakan. Dalam agama islam, kita diperintahkan untuk mencintai negara kita, begitupun juga di negara Indonesia ini yang melindungi setiap warga negaranya untuk memeluk agama sah dan menjalankan syariat agamanya. Tingginya tingkat persatuan dan toleransi yang sudah terbangun sejak dahulu harus tetap kita jaga dan tingkatkan, agar Indonesia tetap utuh sampai kapanpun.

Oleh karena itu alangkah eloknya jika masing-masing pihak dan kelompok etnis atau agama di Indonesia kembali bersikap toleran dan tidak arogan karena negara ini bukan hanya didirikan oleh satu golongan saja, namun dari berbagai macam golongan. Bejuang bersama demi terciptanya kedamaian di tanah ini, bahkan di dunia ini. Dan juga agar kalimat “Bhineka Tunggal Ika” bukan hanya menjadi slogan belaka.


Oleh: Abid Arrasibi Mufti
Mahasiswa Universitas Islam Malang
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+