Ridhmedia - Akhir-akhir ini nelayan Natuna mulai merasa terancam mencari ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Pasalnya Kapal Ikan Asing (KIA) yang berasal dari Vietnam dan China saat ini semakin menggila melakukan penangkapan ikan di perairan Natuna.
Herman, Ketua Nalayan Kabupaten Natuna kepada Kompas.com mengatakan bahwa sejak Menteri Kelautan dan Perikanan diganti bukan lagi Susi Pudjiastuti, KIA kerap masuk menangkap ikan di perairan Natuna, tepatnya di titik koordinat 108 hingga 109 atau sebelah utara hingga timur pulau Laut.
“Rata-rata KIA asal Vietnam dan China, masuknya ke sana (titik koordinat 108 hingga 109 atau sebelah utara hingga timur pulau Laut),” kata Herman kepada Kompas.com melalui telepon, Selasa (31/12/2019).
Sebelumnya, lanjut Herman tidak saja di sebelah timur dan utara pulau Laut yang merupakan pulau terluar yang masuk dalam Kabupaten Natuna, sebelah selatan juga kerap masuk KIA.
Hanya saja untuk selatan saat ini KIA tersebut sudah mulai takut dan saat ini KIA tersebut merajalela masuk di sebalah utara dan timur pulau Laut.
Nelayan Natuna sering diusir coast guard China
“Koordinat 108 hingga 109 memang bersinggungan langsung dengan laut Tiongkok, bahkan coast guard dari Tiongkok tidak segan-segan mengusir nelayan Natuna atau nelayan Indonesia lainnya agar tidak mencari ikan di sana,” jelasnya.
Parahnya lagi, Lanjut Herman terkadang nelayan asing dari Vietnam dan China kerap melakukan arogansi apabila melihat nelayan Natuna.
Sebab dari segi kapal, antara KIA Vietnam dan China jauh lebih besar dari kapal nelayan Natuna.
“KIA Vietnam dan Tiongkok rata-rata di atas 30 GT, sementara Natuna hanya 7 sampai 10 GT itu pun jarang-jarang, karena kebanyakan kapal Natuna kecil-kecil, sehingga kalau ditabrak atau disenggol, kapal Natuna bisa terbalik dan tenggelam,” paparnya.
Herman mengatakan, mereka para nelayan Natuna berharap aparat terkait serius menjaga perbatasan laut Indonesia, terutama yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
“Kalau bisa 24 Jam, karena saat ini tidak satu dua lagi, terkadang sampai lima bahkan lebih,” ungkapnya.
Berharap ada bantuan radio
Lebih jauh Herman mengatakan dirinya berharap agar pemerintah dapat membantu nelayan Natuna untuk memberikan secara hibah beberapa radio dengan jangkauan lebih luas.
Sehingga apabila nelayan Natuna melihat KIA masuk di wilayah Natuna bisa langsung koordinasi degan KRI yang standby di sekitar perairan Natuna.
“Kalau ada bantuan Radio, aparat keamanan tidak perlu 24 jam amankan laut perbatasan Indonesia, khususnya laut Natuna, karena setiap hari nelayan Natuna turun ke laut, jadi cukup standby saja dan menunggu informasi dari nelayan Natuna,” harapnya.
Ditanyai berapa jumlah radio yang diinginkan, Herman mengaku sekitar 10 buah dan nantinya radio ini akan dibagi ke masing-masing kelompok nelayan yang ada di Natuna.
“Jadi tidak satu kelompok saja, kalau ada 10 radio, bisa 10 kelompok nelayan yang pegang, dan 10 kelompok nelayan ini kan tersebar wilayah tangkapnya," katanya.
"Setidaknya bisa memudahkan KRI melakukan pemantauan perbatasan laut Natuna yang merupakan pulau terdepan.” [Hadi Maulana/kompas.com]
Herman, Ketua Nalayan Kabupaten Natuna kepada Kompas.com mengatakan bahwa sejak Menteri Kelautan dan Perikanan diganti bukan lagi Susi Pudjiastuti, KIA kerap masuk menangkap ikan di perairan Natuna, tepatnya di titik koordinat 108 hingga 109 atau sebelah utara hingga timur pulau Laut.
“Rata-rata KIA asal Vietnam dan China, masuknya ke sana (titik koordinat 108 hingga 109 atau sebelah utara hingga timur pulau Laut),” kata Herman kepada Kompas.com melalui telepon, Selasa (31/12/2019).
Sebelumnya, lanjut Herman tidak saja di sebelah timur dan utara pulau Laut yang merupakan pulau terluar yang masuk dalam Kabupaten Natuna, sebelah selatan juga kerap masuk KIA.
Hanya saja untuk selatan saat ini KIA tersebut sudah mulai takut dan saat ini KIA tersebut merajalela masuk di sebalah utara dan timur pulau Laut.
Nelayan Natuna sering diusir coast guard China
“Koordinat 108 hingga 109 memang bersinggungan langsung dengan laut Tiongkok, bahkan coast guard dari Tiongkok tidak segan-segan mengusir nelayan Natuna atau nelayan Indonesia lainnya agar tidak mencari ikan di sana,” jelasnya.
Parahnya lagi, Lanjut Herman terkadang nelayan asing dari Vietnam dan China kerap melakukan arogansi apabila melihat nelayan Natuna.
Sebab dari segi kapal, antara KIA Vietnam dan China jauh lebih besar dari kapal nelayan Natuna.
“KIA Vietnam dan Tiongkok rata-rata di atas 30 GT, sementara Natuna hanya 7 sampai 10 GT itu pun jarang-jarang, karena kebanyakan kapal Natuna kecil-kecil, sehingga kalau ditabrak atau disenggol, kapal Natuna bisa terbalik dan tenggelam,” paparnya.
Herman mengatakan, mereka para nelayan Natuna berharap aparat terkait serius menjaga perbatasan laut Indonesia, terutama yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
“Kalau bisa 24 Jam, karena saat ini tidak satu dua lagi, terkadang sampai lima bahkan lebih,” ungkapnya.
Berharap ada bantuan radio
Lebih jauh Herman mengatakan dirinya berharap agar pemerintah dapat membantu nelayan Natuna untuk memberikan secara hibah beberapa radio dengan jangkauan lebih luas.
Sehingga apabila nelayan Natuna melihat KIA masuk di wilayah Natuna bisa langsung koordinasi degan KRI yang standby di sekitar perairan Natuna.
“Kalau ada bantuan Radio, aparat keamanan tidak perlu 24 jam amankan laut perbatasan Indonesia, khususnya laut Natuna, karena setiap hari nelayan Natuna turun ke laut, jadi cukup standby saja dan menunggu informasi dari nelayan Natuna,” harapnya.
Ditanyai berapa jumlah radio yang diinginkan, Herman mengaku sekitar 10 buah dan nantinya radio ini akan dibagi ke masing-masing kelompok nelayan yang ada di Natuna.
“Jadi tidak satu kelompok saja, kalau ada 10 radio, bisa 10 kelompok nelayan yang pegang, dan 10 kelompok nelayan ini kan tersebar wilayah tangkapnya," katanya.
"Setidaknya bisa memudahkan KRI melakukan pemantauan perbatasan laut Natuna yang merupakan pulau terdepan.” [Hadi Maulana/kompas.com]