Ridhmedia - Orang PAN angkat bicara soal rumah dinas Ketua MPR yang masih ditempati Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Zulkifli saat ini menjabat Wakil Ketua MPR, pada periode lalu dia menjabat Ketua MPR yang saat ini diduduki Bambang Soesatyo.
Wakil Wasekjen DPP PAN Irvan Herman mengatakan, alasan Zulkifli tidak pindah dari rumah dinasnya karena Bambang Soesatyo termasuk Ketua DPR Puan Maharani masih ingin menempati rumah dinas lamanya.
"Ketua DPR RI yang sekarang tak mau pindah dari Rumah Dinas Menko PMK. Begitu juga dengan Ketua MPR RI yang sekarang, Mas Bamsoet yang tidak mau pindah dari Rumah Dinas Ketua DPR, secara otomatis Pak Zulkifli Hasan juga tak mau pindah. Jika semua pindah juga akan membutuhkan proses yang cukup lama dan ada penambahan biaya renovasi," ujar Irvan, Kamis (9/1).
Zulkifli masih menggunakan ruangan kerja dan rumah dinas Ketua MPR. Dia juga masih menempati rumah dinas Ketua MPR di Widya Chandra IV nomor 16, Jakarta Selatan.
Melanjutkan keterangannya, Irvan justru menuding kasus Rumah Dinas dan Ruang Kerja Ketua MPR sengaja diputarbalikkan untuk dijadikan framing negatif yang sekaan-akan menjadi hal yang benar.
"Fitnah itu keji lho. Padahal itu upaya negatif dan destruktif untuk menghajar Pak Zul menjelang Kongres PAN. Membuat citra negatif kepada Pak Zul. Tapi alhamdulillah, Pak Zul tetap diberi rasa kesabaran oleh Allah," tukasnya.
Irvan menambahkan, Bambang Soesatyo pernah menyampaikan dan menjelaskan dengan nada bercanda, bahwa ruangan Ketua MPR yang lama, desainnya jadul alias ketinggalan zaman. Karena itu politisi Golkar itu lebih memilih ruangan peninggalan Oesman Sapta yang sudah direnovasi dengan desain yang lebih modern.
Pengamat politik Ujang Komarudin sebelumnya meminta Zulkifli memberi teladan yang baik bagi masyarakat luas. Menurutnya, langkah Zulkifli yang masih menempati rumah dinas itu menunjukkan tidak adanya itikad baik. Padahal semestinya, sebagai pejabat publik, dia memberikan contoh yang baik.
Ujang yang juga pengamat politik ini menilai bahwa seharusnya, jika seorang menempati jabatan baru, maka semua fasilitas di jabatan lama harus dikembalikan kepada negara. Jika tidak, secara etika itu melanggar kepatutan.[rmol]