ILHAM Bintang bagi saya adalah seorang wartawan senior yang luar biasa. Dia lebih muda dari saya, tapi dari semangatnya dia mengalahkan saya.
Ada pameo di kalangan wartawan masa lalu, ketika seorang wartawan media cetak pindah ke broadcast (televisi) itu adalah hijrah total. Artinya si jurnalis sudah hijrah total dari wartawan tulis ke wartawan visual di layar televisi. Mereka menyebutnya kami ini sudah mengantongi "one way ticket."
Untuk membantah dogma itu, ketika saya menjadi pemred SCTV atau Liputan 6, pada tahun 1999 sampai 2005 saya masih menulis beberapa kolom di majalah Tempo untuk membuktikan saya tetap cinta kepada jurnalistik tulis.
Di situlah luar biasanya Ilham. Setelah saya jadi pemred
(2006-2008) dan TV One 2008-sampai sekarang, saya hampir tak pernah menulis berita, opini atau analisa sekalipun. Padahal saya mantan redaktur pelaksana dan redaktur senior majalah Tempo.
Sementara llham mantan wartawan media cetak, Harian Angkatan Bersenjata, yang lebih dulu berkiprah lewat program Cek & Ricek di stasion RCTI dan menjadi icon tv entartainment, ternyata tetap setia dan kerja serius untuk jurnalistik tulis.
Dia tidak hanya menulis isu tentang artis, ia juga mengkritisi pemerintahan sampai urusan keimanan dan keagamaan. Tak hanya itu, Ilham juga menulis in memoriam orang-orang yang jadi sahabatnya atau kerabatnya yang berpulang lebih dulu ke pangkuan Allah.
Kita yang membaca seperti tulisan "Surat-surat Wasiat Mendiang Nana”, seolah berada di rumah duka, dan bisa diajak Ilham untuk bercucuran air mata. Ilham masih mampu melakukan itu sementara produksi broadcastnya jalan terus.
Ketika saya sudah lelah, saya berharap Ilham tetap semangat meneruskan perjuangan kami yang sesungguhnya demi rakyat, bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Karni Ilyas
Pemimpin Redaksi TVOne