HAMPIR tak ada provinsi yang bebas banjir pada awal tahun 2020 ini.
Di samping Jakarta, kita melihat banjir kali kini cukup parah melanda antara lain Lebak, Bandung, Surabaya, Karawang, Bondowoso; serta daerah luar Jawa seperti Sulawesi Selatan, Aceh, Nusa Tenggara Timur.
Dan hampir semua daerah yang terkena banjir di musim hujan itu umumnya mengalami kekeringan di musim kemarau.
Bagi banyak daerah tadi: bencana terjadi hampir sepanjang tahun. Tidak hanya di musim penghujan, melainkan juga di musim kemarau.
Kita belum menghitung bencana lain: polusi, pencemaran sungai, longsor, dan wabah penyakit akibat bencana banjir misalnya.
Kerugian akibat bencana itu tak hanya bersifat materi bagi tiap individu. Tapi juga terhentinya aktivitas ekonomi (tak ada pertanian ketika banjir maupun kemarau kering).
Bencara juga cenderung memicu ketimpangan dan kemiskinan. Orang kaya mudah memulihkan diri setelah bencana; bagi orang miskin, bencana seringkali menghabisi segala yang mereka punya.
Banjir di musim hujan dan kering di musim kemarau menandai rusaknya tata air: hilangnya hutan resapan, erosi kawasan lereng, sedimentasi di sungai-sungai. Sebaliknya dari bermanfaat, limpasan air (run-off) merusak apa saja yang ada di permukaan tanah.
Jelas, itu menandakan rusaknya lingkungan kita, dan merupakan bencana nasional, mengingat hampir terjadi di mana-mana, tak hanya di Jawa.
Kita melihat, tak hanya pemerintah pusat dan daerah gagap menghadapi bencana (yang hampir terjadi setiap tahun); mereka tak pernah sampai pada renungan lebih mendalam kenapa itu semua terjadi sehingga bisa mencegah dan meminimalkannya.
Saatnya untuk mengakui bahwa berbagai bencana tadi diakibatkan oleh konsep pembangunan yang salah arah: mengedepankan pembangunan fisik serta ekonomi jangka pendek; mengabaikan alam yang pada akhirnya akan menghancurkan capaian fisik dan ekonomi tadi.
Melindungi warga negara dari ancaman bencana adalah salah satu tanggungjawab terpenting pemerintah (pusat maupun daerah).
Melihat luasnya dan seringnya bencana terjadi, kita layak bertanya benarkah mereka telah menunaikan kewajiban, setelah mereka dipilih lewat pemilihan yang penuh konflik dan berbiaya mahal?
Farid Gaban
Wartawan Senior