Kisah Ali Bin Abi Thalib R.A

Ridhmedia
26/11/12, 16:04 WIB

Ali bin Abi Thalib sudah kita ketahui bahwa ia yaitu anak dari pamannya Nabi Muhammad Saw, yaitu  Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasulullah, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang pertama kali masuk Islam semenjak kecil, kira-kira umur ia terpaut 12 tahun lebih muda dari Rasulullah Saw. dan ia juga merupakan sepupu dan sahabat serta sekaligus menantu Rasulullah Saw dengan menikahi anaknya yaitu Fatimah Az-Zahra.
Tidak heran jikalau ia mempunyai kepribadian dan berakhlak yang mulia, alasannya yaitu semenjak kecil Ali bin Abi Thalib sangat bersahabat dengan Rasulullah Saw. Bukan itu saja ia juga yaitu seorang sahabat yang telah dijamin oleh Allah Swt. masuk surga.
Ali yaitu orang shaleh, adil dalam segala hal, tegas dalam segala urusan, jago dalam bidang kemiliteran dan bisa memakai alat-alat perang terutama dakam meenggunakan pedang. Karena kepandaiannya itu banyak orang-orang kafir Quraisy yang mati di ujung pedangnya dalam peperangan.
Ketika Usman bin Affan menjadi Khalifah menggantikan Khalifah Umar bin Khattab ra. Ali bin Abi Thalib menyetujuinya, tetapi tidak suka dengan kecerdikan dalam jabatan-jabatan yang selalu mementingkan atau mengutamakan keluarga Usman dan bukan diberikan kepada orang-orang yang bisa menduduki atau orang yang mempunyai kemampuan dalam hal menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan.
Kematian Khalifah Usman bin Affan ditangan pemberontak menciptakan sentra pemerintahan Islam di Madinah tidak menentu dan disamping itu para pemberontak masih berkeliaran baik dari Mesir, Kuffah, dan Basrah. Dalam keadaan ibarat ini penduduk Madinah terbagi menjadi tiga golongan.

- Golongan yang pertama. Golongan pemberontak yang membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah menggantikan Usman bin Affan dan beberapa sahabat yang ikut membaiat alasannya yaitu takut kepada pemberontak, yaitu Talhah dan Zubeir.

- Golongan kedua. Golongan yang menuntut tamat hidup Usman bin Affan yaitu dari keluarga Umayyah yang dipimpin oleh Gubernur Syam (Irak).
- Golongan ketiga. Golongan yang menentang pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, alasannya yaitu tidak disetujui oleh umat Islam secara utuh. Golongan ketiga ini dipimpin oleh Aisyah dan dibantu olen Talhah serta Zubeir.

Ketika Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah yang ke empat yang sebelumnya yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Umar bin Khattab ra, dan Usman bin Affan ra. Dalam kepemimpinannya banyak hal-hal yang ia perbuat, seperti:

1. Mengganti seluruh pejabat dan gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman bin Affan. Para sahabat ada yang telah menunjukkan nasehat semoga tindakan itu jangan dilakukan, alasannya yaitu berdasarkan mereka pemerintahn Ali belum kuat. Akan tetapi nasehat itu tidak didengar, malah ia tetap ingin mengganti para pejabat dan gubernur yang sudah ada.

2. Mengambil kembali tanah-tanah yang dulu pernah dibagi-bagikan pada masa pemerintahan khalifah Usman bin Affan.

3. Memerangi para pemberontak
.
Ali bin Abi Thalib telah memecat para gubernur yang telah diangkat oleh Umar dan salah satunya yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Irak, tetapi Muawiyah tidak mau mempersiapkan tentaranya untuk menghadapi khalifah Ali. sedangkan Ali bin abi Thalib sudah mempersiapkan pasukannya untuk memerangi Muawiyah.

Ketika akan berangkat ke Irak terdengar bahwa di Mekkah telah terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Aisyah, Talhah dan Zubeir. Maka tentaranya terlebih dahulu diarahkan ke Mekkah untuk memadamkan pemberontakan disana yang terjadi pada tahun 36 H/657 M. yang telah menguasai Basrah. Peperangan antara Ali dan Aisyah dikenal dengan nama "Perang Berunta" tentara-tentara pemberontak dipimpin oleh Aisyah (istri Nabi Saw). Sedangkan tentara Ali dipimpin oleh ia sendiri.

Perang berunta itu dimenangkan oleh Ali. pada peperangan tersebut Zubeir dan Talhah sebagai pendukung Aisyah tewas, sedangkan Aisyah dibiarkan tetap hidup dan dikembalikan ke Mekkah dengan segala kehormatan sebagaimana layaknya menghormati istri Nabi Saw. dan sekaligus sebagai mertuanya.
Setelah pemberontakan di Mekkah sanggup di atasi kemudian pasukan yang dipimpin Khalifah Ali bin Abi Thalib segera berangkat ke Irak untuk memerangi Muawiyah. Peperangan ini dikenal dengan perang Siffin. Peperangan yang melibatkan antara Ali dan Muawiyah. Perang antara dua keturunan antara Bani Hasyim dan Bani Umayah. Perang besar yang sama-sama bertujuan untuk keluhuran agama Islam, perang yang sebelumnya telah diramalkan oleh Rasulullah Saw dahulu dan perang ini juga sebagai mengambarkan akan terjadi perpecahan umat Islam dalam beberapa golongan atau aliran, serta perang besar ini juga sebagai gejala tamat zaman kecil. Peperangan ini terjadi sehabis perang Jamal. Peperangan ini disebutg perang Siffin, alasannya yaitu pertempurannya terjadi di Siffin, sebelah barat sungai Effrat. Dalam peperangan ini Muawiyah kalah dan hendak melarikan diri. tetapi Amr bin Ash yang ada dipihak Muawiyah mengangkat Al-Quran setinggi-tingginya untuk tenang dan ia menyampaikan bahwa umat Islam tidak pantas berperang melawan sesama saudaranya (umat Islam) sendiri.

Ali bin Abi Thalib mendengar hal itu kemudian menghentikan peperangan dan sebagian lagi tidak setuju, alasannya yaitu kemenangan sudah hampir diperoleh. Kedua belah pihak baiklah untuk mengadakan perdamaian. Masing-masing mengutus dari pihak Ali diutus Musa Al Asy'ari sahabat Nabi yang warok dan shaleh. Sedangkan dipihak Muawiyah mengutus Amir bin Ash.

Dalam musyawarah itu pihak Ali kalah atas kelicikan Amr bin Ash. Amr berjanji akan sama-sama menurunkan diri dari jabatan kekhalifaan dan Muawiyah menurunkan diri dari jabatan sebagai gubernur, kemudian umatlah yang selanjutnya akan menentukan siapa yang skan menduduki jabatan tersebut. Pada kesempatan itu Abu Muasa berpidato terlebih dahulu untuk menurunkan Khalifah Ali. Kemudian Amr bin Ash berkata, bahwa ia baiklah Ali diturunkan dari kekhalifaan dan hal ini diumumkan kepada orang banyak. Kemudian Amr bin Ash berkat, bahwa ia juga telah menurunkan Muawiyah dari gubernur dan pribadi mengangkatnya sebagai khalifah. Selanjutnya mereka tidak mau melanjutkan perang. Muawiyah kemudian mengirim Amr bin Ash untuk memerangi para gubernur yang diangkat olen Ali. Amr bin Ash berhasil membunuh gubernur Mesir, yaitu Muhammad bin Abi Bakar. Kemudian Amr bin Ash diangkat oleh Muawiyah sebagai gubernur Mesir dan kemudian memberontak kepada Ali.

Tentara khalifah Ali bin Abi Thalib yang tidak baiklah peperangan dihentikan, kemudian berbalik kebelakang untuk memberontak. Golongan yang tidak baiklah ini yaitu awal dari nama Khawrij yang di dalam Al-Quran dijuluki Allah Subhanahu wa ta'ala sebagai "Anjing-Anjing Neraka. Orang-orang Khawarij kemudian berniat akan membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Ash. Karena mereka menganggap ketiga orang ini yaitu sumber dari tidak tenteramnya umat Islam.

Orang-orang Khawarij, ibarat Ibnu Muljam berhasil membunuh Ali di Kuffah pada 17 Ramadhan tahun 40 H. Sedangkan Al Barah gagal membunuh Muawiyah dan Umar bin Bakir juga gagal membunuh Amr bin Ash. Setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat, kekhalifaan diduduki oleh anaknya, yaitu Hasan pada tahun 40 H. Karena tidak setuju, kemudian Muawiyah menyiapkan pasukannya untuk memerangi Hasan. Hasan mendengar hal itu. ia berusaha mengumpulkan pasukan, tetapi tidak berhasil. Dan balasannya Hasan dan pengikutnya mundur ke Madain. Di Madain antara Muawiyah dan Hasan mengadakan perjanjian yang isinya antara lain.

1. Hasan rela tidak menjadi khalifah alasannya yaitu memelihara darah umat Islam.
2. Muawiyah jangan lagi mencaci maki ayahnya diatas mimbar.
3. Setelah Muawiyah nanti dingklik kekhalifaan diserahkan pengangkatannya kepada umat Islam.

Demikianlah sejarah ringkas wacana khalifah Ali bin Abi Thalib yang saya ketahui. Jika ada kesalahan pada nama atau insiden yang terjadi pada kekhalifaan Ali bin Abi Thalib, mohon diberi tambahan. Wallahu a'lam bish shawab.
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+