Proses Neil Armstrong Jadi Mualaf

Ridhmedia
21/10/13, 21:13 WIB


Neil Armstrong Orang Yang Pertama Menginjakkan Kaki di Bulan Ternyata Sudah Masuk Islam

Neil Armstrong yakni orang pertama yang mendarat di bulan. Neil pergi ke bulan memakai pesawat ruang angkasa USA berjulukan Apollo, bersama rekannya Buzz Aldrin. Pergi ke bulan merupakan hal yang amat menakjubkan bagi Neil. Saat-saat masa keberhasilannya itu tak pernah ia lupakan.

Sampai kesudahannya 30 Tahun berlalu,

Saat itu Neil memutuskan untuk mengambil cuti kepada pihak NASA. Ia menghabiskan liburannya dengan berwisata ke Mesir. Ini kali pertama ia mengunjungi Kairo, atau pertama kalinya ia mengunjungi sebuah negeri Islam dalam rangka berwisata mencari hiburan dan mengembalikan kesejukan sesudah penat menghadapi rutinitas pekerjaan.

Beralih ke Mesir, kesudahannya Neil bersama wisatawan lain sampailah ke sebuah hotel yang terletak di tengah kota Kairo. Setelah beres mengurus registrasi, dengan tertatih beliau pergi menuju kamarnya untuk beristirahat sesudah letih menempuh perjalanan yang cukup jauh dari Amerika menuju Kairo. Dan ketika beliau berbaring di ranjang, tiba-tiba terdengarlah kumandang azan...

Allahuakbar... Allahuakbar...

Ketika mendengar ajakan itu, ia berpikir bahwa ini bukan pertama kali ia mendengar ajakan menyerupai ini. Neil berpikir keras dimana beliau pernah mendengarnya sebelumnya? Neil terus berusaha mengingat, tetapi beliau tetap tidak bisa menemukan jawabannya.

Kemudian ia duduk, berdiri dan berjalan menuju kamar kecil, kemudian pergi mengambil kuliner fast food sebelum turun untuk makan malam di lantai dasar.

Di ruang makan ketika beliau sedang mengunyah sisa makanannya sambil ngobrol bersama 2 orang temannya, kembali terdengar kumandang azan dari salah satu menara mesjid yang banyak tersebar di Kairo, ia pun lantas terdiam, mencoba menyimak dan menghayati lantunan kalimat-kalimat azan yang didengarnya.

Kemudian beliau berseru memanggil salah seorang pelayan yang ada di sana dan bertanya dengan bahasa Inggris, “Apakah kau bisa berbahasa Inggris?”

Si pelayan menjawab, “Bisa sedikit tuan.”

Neil tersenyum dan berkata, “Seruan apa yang barusan tadi terdengar?”

Pelayan tadi menjawab, “Maaf, saya tidak mengerti maksud tuan.”

Neil berisyarat mengumandangkan azan dengan terbata terbata, “Allahu akbar... Allahu akbar...”

Pelayan itu kemudian berkata, “Itu panggilan untuk sholat, panggilan kepada seluruh kaum muslimin untuk pergi ke masjid untuk melakukan sholat yang dilakukan 5 kali sehari.”

Neil pun mengucapkan terima kasih atas penjelasannya. Kemudian beliau melanjutkan makan malamnya dengan duduk membisu tanpa berkata apapun. Tiba-tiba ia bangun dan meninggalkan teman-temannya kemudian naik menuju kamarnya sambil berpikir, “Pasti saya mendengarnya di salah satu film yang pernah saya tonton”. Sejenak beliau berhenti berpikir, “Ataupun mungkin di daerah lain?”.

“Ah tidak, bukan di film, saya mendengarnya dengan telingaku sendiri menggema di udara, tetapi dimana?” Sampai beliau beranjak tidur, pernyataan ini masih berputar di kepalanya. Ketika fajar menyingsing, Neil terbangun oleh bunyi azan yang kembali berkumandang membelah angkasa:

Allahu akbar... Allahu Akbar...

Dia pun segera bangkit, duduk di tepi ranjang seraya mengerahkan segenap perhatiannya untuk mendengarkan bunyi itu, bersamaan dengan berakhirnya kumandang azan, Neil teringat kembali bayangan 30 tahun silam yang masa itu merupakan masa gemilang dalam hidupnya. Ketika itu beliau mengendarai pesawat luar angkasa milik USA, Apollo, yang merupakan pesawat pertama dalam sejarah yang bisa mendarat di bulan. Tiba-tiba ia sadar bahwa “Ya, di sanalah saya mendengar ajakan ini untuk pertama kalinya dalam hidupku.” ungkapnya.

Kemudian beliau berseru dalam bahasa Inggris tanpa sadar, “Wahai Allah yang Maha Suci, Ya Allah, benar saya ingat bahwa di sanalah, di permukaan bulan itu saya dengar ajakan itu untuk pertama kalinya dalam hidupku, dan di sini, di Kairo, saya mendengarnya di bumi.”

Kemudian beliau membaca sesuatu dan berusaha untuk kembali tidur, tetapi beliau tidak bisa, diambilnya sebuah buku dari dalam tasnya dan mulai membacanya untuk merintang waktu hingga pagi menjelang, beliau membaca tetapi pikirannya melayang entah kemana dan beliau sama sekali tidak mengerti isi buku yang dibacanya.

Dalam hati beliau berharap untuk mendengar lagi ajakan itu. Hingga pagi beliau membaca menyerupai itu dengan keinginan akan kembali mendengar bunyi azan, tetapi ajakan yang dinantikan tidak kunjung terdengar.

Akirnya beliau bangun dan pergi ke kamar kecil dan mencuci mukanya, dengan cepat ia turun ke ruang makan untuk sarapan. Setelah itu beliau pergi bersama sekelompok wisatawan untuk berkeliling, sementara itu seluruh panca inderanya beliau pasang untuk menantikan dikala dimana beliau akan kembali mendengar lantunan ajakan yang menggugahnya itu. Dia ingin meyakinkan dirinya sebelum memberitahukan wisatawan yang lain akan hal penting ini.

Kemudian rombongannya memasuki sebuah Museum Fir’aun dan di dikala itu ia kembali mendengar kumandang azan yang mengalun merdu dengan irama yang indah dari sebuah pengeras bunyi di museum. Neil meninggalkan rombongannya dan berdiri di samping pengeras bunyi itu sambil memperhatikan dengan seksama, di pertengahan azan beliau berseru memanggil temannya, “ Hei, ke sini, dengarkan ajakan ini”.

Teman-temannya tiba menghampiri dengan heran. Ketika salah seorang kelihatan akan berbicara, Neil memberi isyarat kepadanya semoga membisu dan mendengarkan ajakan itu. Barulah sesudah azan selesai, Neil bertanya kepada mereka, “Apakah kalian mendengarnya?”

“ya”, jawab mereka.

“Tahukah kalian dimana saya pernah mendengarnya sebelum ini? Aku mendengarnya di permukaan bulan pada tahun 1969.”

Berserulah sobat dekatnya, “Mr. Armstrong, mari kita kesana untuk bicara sebentar.” Kemudian mereka berdua pergi ke salah satu sudut dan mulai bercakap-cakap perihal perasaannya yang aneh.

Tak usang kemudian Neil meninggalkan rombongannya dan mencegat taxi untuk pulang ke hotel, di wajahnya terlihat kemarahan dan emosi yang berkecamuk. “Bagaimana mungkin beliau berkata bahwa saya mengada-ada dan saya telah gila?” pikirnya.

Neil berdiri di kamarnya selama 2 jam sambil berbaring di atas ranjang sambil menunggu-nunggu bunyi azan kembali, dan dikala itu terdengarlah azan Ashar.

Allahu Akbar... Allahu Akbar...

Neil bangun dari posisinya, berdiri kemudian membuka jendela dan untuk kesekian kalinya memperhatikan ajakan itu, kemudian beliau berseru, “Tidak, saya belum gila, saya tidak gila, saya bersumpah demi Allah bahwa inilah yang saya dengar di permukaan bulan.”

Neil turun ke ruang makan agak terlambat semoga tidak bertemu dengan temannya.

Sampailah ketika hari liburnya berakhir, Neil beserta wisatawan lain akan pulang ke Amerika. Neil sengaja menghindari semua teman-teman seperjalannya, hingga mereka kembali ke Amerika. Di Amerika Neil berusaha mendalami agama Islam, di dikala itu ia mulai tertarik dengan Islam. Akhirnya, beberapa bulan kemudian, ia mengumumkan keislamannya, dan mengungkapkannya dalam suatu wawancara bahwa ia menyatakan masuk Islam alasannya yakni beliau telah mendengar kumandang azan dengan telinganya sendiri di permukaan bulan.

Asyhadu an laa ilaaha illallaah...

Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah...

Tetapi tak usang kemudian datanglah sepucuk surat dari NASA, berisi keputusan perihal pemecatannya dari pekerjaannya. Pendeknya, NASA berlepas diri dan tidak mau membantu astronot yang pertama mendarat di bulan itu, alasannya yakni beliau menyatakan diri masuk Islam, dan menyangkal perihal terdengarnya azan di permukaan bulan.

Neil Armstrong berseru dalam sebuah majalah mempertanyakan pertanggungjawaban mereka perihal keputusan pemecatannya, “Memang saya kehilangan pekerjaanku, tetapi saya menemukan Allah”

Komentar

Tampilkan

Terkini