Yusuf Estes Pendeta Amerika Pembenci Islam Kesudahannya Jadi Mualaf

Ridhmedia
20/10/13, 21:12 WIB

Cerita Misionaris Dunia "Yusuf Estes" Kaprikornus Muallaf

Tidak pernah ada dibenak Yusuf Estes, seorang pendeta Kristen yang sangat membenci Islam sebelumnya untuk memeluk agama penyempurna ini.

Yusuf Estes lahir dari keluarga Kristen yang taat di Midwest, Amerika Serikat. Keluarganya aktif dibidang sosial dan keagamaan, ibarat membangun gereja dan sekolah di AS. Ia dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, Texas.

Keingintahuannya yang besar terkait anutan Kristen membuatnya sering mengungjungi gereja-gereja lain sepeti Metodis, Episkopal, Nazareth, Agape, Presbyterian dan lainnya.

Hal ini yang membuatnya menjadi seorang Pendeta yang taat. Tapi selain itu Estes juga mempelajari agama lain ibarat Hindu, Yahudi, dan Buddha.

Awalnya ia bekerja sebagai musisi di gereja sekaligus penginjil. Namun kini, ia berkeliling dunia dan telah banyak mengislamkan orang. Di bawah ini ialah penuturannya. Yusuf Estes lahir tahun 1944 di Ohio, AS. Tahun 1962 sampai 1990 ia bekerja sebagai musisi di gereja, penginjil sekaligus mengelola bisnis alat musik piano dan organ. Awal 1991 ia terlibat bisnis dengan seorang pengusaha Muslim asal Mesir berjulukan Muhammad Abd Rahim. Awalnya ia bermaksud meng-Kristenkan laki-laki Mesir itu. Namun risikonya ia justru memeluk Islam diikuti oleh istri, anak-anak, ayah serta mertuanya.

Ia menguasai bahasa Arab secara aktif, demikian juga ilmu Al-Quran selepas mencar ilmu di Mesir, Maroko dan Turki. Sejak 2006, Yusuf Estes secara regular tampil di PeaceTV, Huda TV, demikian pula IslamChannel yang bermarkas di Inggris. Ia juga muncul dalam serial televisi Islam untuk belum dewasa bertajuk “Qasas Ul Anbiya” yang bercerita ihwal kisah-kisah para Nabi.

Yusuf terlibat aktif di aneka macam aktifitas dakwah. Misalnya, ia menjadi imam tetap di markas militer AS di Texas, dai di penjara semenjak tahun1994, dan pernah menjadi delegasi PBB untuk perdamaian dunia. Syekh Yusuf telah meng-Islam-kan banyak kalangan, dari birokrat, guru, sampai pelajar. Berikut kisah Syekh Yusuf sebagaimana dituturkannya di situs www.islamtomorrow.com.

Nama saya Yusuf Estes. Saat ini dipercaya memimpin sebuah organisasi bagi Muslim orisinil Amerika. Kini sepanjang hidup saya berikan untuk Islam. Saya berkeliling dunia untuk memberikan ceramah dan membuatkan pengalaman bagaimana Islam hadir dalam diri saya. Organisasi kami terbuka untuk berdialog dengan aneka macam kalangan. Misalnya para pemuka agama ibarat pendeta, rabi (ulama kaum Yahudi-red) dan lainnya dimanapun mereka berada.

Kebanyakan medan kerja kami ialah daerah institusional ibarat sentra militer, universitas, sampai penjara. Tujuan utama ialah untuk memperlihatkan Islam yang sesungguhnya dan memperkenalkan bagaimana hidup sebagai seorang Muslim. Meskipun Islam ketika ini berkembang sebagai salah satu agama terbesar kedua sesudah Kristen, namun masih banyak saja terjadi misinformasi ihwal Islam. Misalnya Islam selalu diidentikkan dengan hal berbau Arab.

Banyak orang bertanya pada saya bagaimana mungkin seorang pendeta atau pastur Kristen bisa masuk Islam. Padahal tiap hari kami memberikan kebenaran Kristen. Belum lagi dengan berita-berita negatif ihwal sikap jelek Islam di media. Pasti tidak ada orang yang tertarik dengan Islam. Pernah seorang laki-laki Kristen bertanya pada saya melalui e-mail kenapa dan bagaimana saya meninggalkan Kristen dan masuk Islam. Saya berterima kasih pada semua yang bersedia mendengar kisah saya berikut ini. Semoga Allah ridha.

Keluarga Kristen taat
Saya lahir di Ohio, besar dan bersekolah di Texas. Dalam badan saya mengalir darah Amerika, Irlandia dan Jerman sampai sering disebut WASP (white anglo saxon protestant). Keluarga kami ialah penganut Kristen yang sangat taat. Tahun 1949, ketika masih di dingklik SD kami pindah ke Houston, Texas. Saya dan keluarga sering hadir secara rutin ke gereja. Malah saya dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, masih Texas.

Sebagai seorang remaja, saya punya harapan untuk bisa berkunjung ke banyak gereja di aneka macam tempat guna menambah pengalaman dan pengetahuan Kristen. Kala itu saya benar-benar haus untuk mempelajari anutan Kristen. Tidak hanya anutan Kristen, bahkan anutan Hindu, Budha, Yahudi,hingga Metafisika juga saya pelajari. Hanya satu anutan yang saya tidak begitu serius dan bahkan tidak menaruh perhatian sama sekali, yakni Islam.

Saya suka musik terutama klasik. Hingga saya sering sanggup usul menyanyi di aneka macam gereja. Di kisaran tahun 1960-an saya mengajar musik dan tahun 1963 punya studio sendiri di Laurel, Maryland yang saya beri nama “Estes Music Studios.” Hingga tahun 1990 atau hampir 30 tahun lamanya saya bersama dengan ayah mengelola bisnis entertainment. Kami juga punya toko alat musik piano dan organ di Texas, Oklahoma sampai Florida.

Ayah dulu pernah aktif dalam aneka acara gereja. Dari sekolah minggu sampai aktifitas penggalangan dana bagi pengembangan sekolah Kristen. Dia sangat menguasai Alkitab dan juga terjemahannya. Melalui ayah pula saya mencar ilmu Alkitab dalam aneka macam versi dan terjemahan.

Ayah saya, ibarat kebanyakan pendeta lainnya, selalu menerima pertanyaan:”Apakah Tuhan yang menulis Bibel?” Biasanya jawabannya adalah: “Bibel ialah rangkaian kata inspirasi seorang lelaki yang berasal dari Tuhan.” Itu bermakna, berdasarkan saya, manusialah yang menulis Bibel. Tentu saja, selama bertahun-tahun, balasan itu menjadikan banyak tanggapan bahkan penolakan. Namun ayah selalu menambahkan,”Akan tetapi (Bibel) itu tetap kata dari Tuhan yang diilhamkan kepada manusia.” Begitulah.

Mencari Tuhan
Beranjak sampaumur dan mempunyai perjuangan sendiri, risikonya saya “menyerah”. Saya tidak mungkin jadi seorang pendeta. Saya takut bermental hipokrit. Saya belum bisa mendapatkan ihwal konsep Tuhan itu satu namun pada ketika yang sama Dia menjadi “Tiga” atau Trinitas. Saya selalu bertanya-tanya, jikalau Dia “Tuhan Bapa” bagaimana mungkin pada ketika yang sama juga menjadi “Anak Tuhan?”

Selama bertahun-tahun saya mencoba mencari Tuhan dengan aneka macam cara. Saya pelajari dan cek dalam agama Budha, Hindu Metafisika, Taoisme, Yahudi dan banyak lagi. Bertahun-tahun saya pelajari sampai mendekati usia ke-50 saya belum menemukan siapa Tuhan yang sebenarnya. Lalu saya mencoba bergaul dengan banyak kalangan, termasuk dengan para evangelis dan penginjil yang punya pengalaman di aneka macam tempat dan negara. Kami sering melaksanakan perjalanan jauh. Namun tidak ada balasan yang memuaskan. Tidak ada yang mau menjawab siapa yang menulis Alkitab sebenarnya, kenapa Alkitab banyak versi padahal bukunya sama, kenapa banyak sekali terdapat kesalahan versi terkini dengan versi terdahulu. Dan, bahkan, dalam aneka macam versi Bibel, saya tidak menemukan satupun kata “Trinitas.”

Kolega saya risikonya tidak bisa meyakinkan saya. Mereka lelah mencari balasan yang sempurna atas pertanyaan-pertanyaan “nyeleneh” tersebut. Sampai risikonya datanglah satu bencana yang merupakan awal perjumpaan saya dengan Islam. Kejadian yang risikonya meruntuhkan semua konsep-konsep dan keyakinan-keyakinan yang telah membebani saya selama bertahun-tahun. Solusi dan balasan atas pertanyaan-pertanyaan saya tiba justru dengan cara, yang berdasarkan saya, asing dan ganjil.

Jumpa laki-laki Mesir
Ceritanya, awal 1991 ayah mencoba menjalin bisnis dengan seorang pengusaha dari Mesir. Ia meminta saya untuk bertemu dengan laki-laki Mesir itu. Bagi saya inilah kali pertama mengadakan kontak bisnis internasional. Yang saya tahu ihwal Mesir ialah piramid, patung Sphinx, dan sungai Nil. Hanya itu. Lalu ayah menyebut bahwa laki-laki itu seorang Muslim.

Apa? Islam? Saya tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Menjalin hubungan dengan orang Islam? Spontan batin saya menolak. Tidak, no way! Saya mengingatkan ayah semoga membatalkan kontak dengan laki-laki itu dengan menyebut hal-hal negatif ihwal orang Islam. Orang Islam teroris, pembajak, penculik, pengebom, dan entah apa lagi. Saya sebut juga mereka (orang Islam) tidak percaya dengan Tuhan, tiap hari kerjanya mencium tanah lima kali sehari, dan menyembah kotak hitam di tengah padang pasir (maksudnya Ka’bah-red.). Tidak! Saya tidak mau jumpa orang itu.

Ayah tetap mendesak. Ia menyebut orang itu sangat ramah dan baik hati. Akhirnya saya mengalah dan bersedia bertemu dengan pengusaha Islam tersebut. Tapi untuk pertemuan tersebut saya buat semacam “aturan” khusus. Antara lain; saya mau bertemu dengannya pada hari Minggu sesudah acara di gereja, sehingga punya “kekuatan” kala bertemu nanti. Saya musti bawa Bibel, pakai baju jubah dan peci ala gereja bertuliskan “Yesus Tuhan Kami.” Istri dan kedua anak wanita saya juga harus tiba di ketika pertemuan pertamakali dengan orang Islam itu.

Tibalah hari H. Ketika saya masuk toko, pribadi saya tanya pada ayah mana orang Islam itu. Ayah menunjuk seorang laki-laki di dekatnya. Mendadak saya dilanda kebingungan. Ah tampaknya laki-laki itu bukan si Islam yang dimaksud. Hati saya membatin. Penampilannya tidak ibarat yang saya bayangkan sebelumnya. Laki-laki asal Mesir itu tidak berjanggut, bahkan tidak punya rambut sama sekali alias botak. Ia tidak bersorban dan tidak pula berjubah. Malah pakai jas.

Spontan saya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Mengamati orang-orang yang hadir. Saya mencari-cari orang yang pakai jubah dengan surban melilit di kepalanya, berjenggot lebat serta alis mata tebal. Khas orang Arab. Namun tidak ada seorangpun yang memenuhi kriteria saya. Yang lebih mengejutkan, laki-laki itu malah menegur saya dengan sangat ramah. Ia menyambut dan menjabat tangan saya dengan hangat. Namun saya tidak terkesan dengan tingkahnya itu. Hanya ada satu pikiran, yakni bagaimana meng-Kristenkan laki-laki Mesir itu.

Interogasi
Selepas perkenalan singkat, saya pun mulai “menginterogasi” laki-laki Mesir tersebut. Anda percaya dengan Tuhan? tanya saya mengawali. Pria itu menjawab ya. Saya mencocornya lagi dengan rentetan pertanyaan lain ibarat keyakinan Islam kepada Nabi Adam, Ibrahim. Musa, Daud, Sulaiman sampai Isa Al-Masih. Saya dibentuk terpana kala mendengar jawabannya. Ia menjelaskan Islam percaya dengan Nabi-Nabi yang saya sebut tadi. Bahkan makin ternganga kala diberitahu Islam juga beriman dengan salah satu Kitab Allah yakni Injil dan Nabi Isa ialah salah satu utusan-Nya. Fantastik!

Yang bikin saya syok ialah tatkala mengetahui ternyata Islam juga percaya dengan Almasih (baca: Nabi Isa). Dalam Islam ternyata Isa diimani; sebagai utusan Tuhan dan bukan Tuhan, lahir tanpa seorang ayah, ibunya ialah Maryam. Ini sudah lebih dari cukup bagi saya untuk mempelajari Islam lebih lanjut. Ah padahal sebelumnya saya sangat benci dengan Islam. Kini saya harus mempelajarinya? Bagaimana mungkin?

Akhirnya kami jadi sering bertemu dan berdiskusi terutama ihwal keimanan. Pria ini sangat lain. Ramah, kalem, dan terkesan pemalu. Ia mendengar dengan serius setiap kata-kata saya dan tidak menyela sedikitpun. Lama kelamaan saya jadi menyukai laki-laki itu. Namun waktu itu yang masih terpikir oleh saya ialah mencari cara untuk mengajaknya masuk Kristen. Orang ini sangat potensial berdasarkan saya.

Menjadi kawan bisnis
Saya risikonya baiklah untuk menjalin bisnis dengan pengusaha Mesir itu. Kami sering mengadakan perjalanan bisnis di sepanjang daerah Utara Texas. Sepanjang hari kami justru banyak berdiskusi hal keyakinan Islam dan Kristen ketimbang persoalan bisnis. Kami bicara ihwal konsep Tuhan, arti hidup, maksud penciptaan insan dan alam serta isinya, ihwal Nabi, dan banyak lainnya lagi.

Satu ketika saya sanggup kabar Muhammad bermaksud pindah rumah. Selama ini ia tinggal bersama dengan seorang temannya. Ia berencana untuk tinggal di mesjid selama beberapa waktu. Saya dan ayah mengajaknya tinggal di rumah kami saja. Ia pun setuju.

Satu ketika salah seorang sahabat saya –seorang pendeta- mengalami serangan jantung. Kami membawanya ke rumah sakit terdekat dan tinggal beberapa ketika disana. Saya pun musti menjenguknya beberapa kali dalam seminggu. Muhammad sering saya ajak serta. Rupanya sahabat saya itu tidak begitu suka. Bahkan ia dengan aktual menolak berdiskusi apapun ihwal Islam. Hingga satu hari tiba pasien baru. Seorang laki-laki yang kemudian tinggal satu kamar di rumah sakit dengan sahabat saya. Ia memakai kursi roda. Saya berkenalan dengan laki-laki itu. Sekilas tampaknya laki-laki itu ibarat sedang depresi berat.

Pria di kursi roda mencari Tuhan
Akhirnya saya tahu laki-laki itu kesepian dan depresi berat serta butuh sahabat dalam hidupnya. Jadilah saya mencoba mengingatkan ia ihwal Tuhan. Saya kisahkan ihwal Nabi Yunus yang hidup dalam perut ikan. Sendirian dalam gelap namun masih ada Tuhan bersamanya.

Selepas mendengar kisah itu, laki-laki berkursi roda itu mendongakkan kepalanya seraya meminta maaf. Ia menceritakan bahwa ada sedikit persoalan yang melandanya. Selanjutnya ia ia ingin mengakuinya kesalahannya itu di hadapan saya. Saya berujar bahwa saya bukan seorang pendeta. Pria itu justru menjawab; “Sebenarnya saya dulu seorang pendeta.”

“Apa? Saya barusan menceramahi seorang pendeta ? Saya benar-benar syok kala itu. Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi dengan dunia ini sebenarnya?

Rupanya pendeta itu –namanya Peter Jacobs- ialah mantan misionaris yang telah berkeliling Amerika Latin dan Meksiko selama 12 tahun. Kini ia malah depresi dan butuh istirahat. Saya menawarkannya untuk tinggal di rumah kami. Dalam perjalanan ke rumah, saya berdiskusi dengan Peter ihwal Islam. Saya sungguh terkejut kala diberitahu para pendeta Kristen juga mencar ilmu ihwal Islam dan bahkan sebagiannya ada yang doktor di bidang itu. Ini hal gres bagi saya tentunya.

Sejak itu, Muhammad, Peter dan saya sering terlibat diskusi sampai larut malam. Satu ketika masuk ke persoalan kitab-kitab suci. Saya takjub kala Muhammad menceritakan bahwa dari pertama diturunkan sampai ketika ini atau selama 1400 tahun Al-Quran hanya ada satu versi. Al-Quran dihafal oleh jutaan Muslim di seluruh dunia dengan satu bahasa yaitu Arab. Sungguh mustahil. Bagaimana mungkin kitab suci kami bisa berubah-ubah dengan aneka macam versi sementara Al-Quran tetap terpelihara?

Sang pendeta masuk Islam!
Satu hari pendeta Peter Jacobs ingin melihat apa yang dilakukan orang Islam di Mesjid. Ia pun ikut Muhammad. Sepulang dari sana saya bertanya pada Peter ada acara apa di sana. Peter menyebut tidak ada program apa-apa di mesjid. Mereka (orang Islam) cuma tiba dan shalat saja. Tidak ada program seremoni apapun. Apa? tidak ada ceramah atau nyanyian apapun?

Beberapa hari kemudian Peter minta ikut lagi ke mesjid. Namun kali ini lain. Mereka tidak pulang-pulang sampai larut malam. Saya khawatir sesuatu terjadi terhadap mereka. Akhirnya Muhammad kembali dengan seorang laki-laki berjubah. Saya sungguh terkejut dengan laki-laki yang tiba bersama Muhammad itu. Ia mengenakan jubah dan topi putih. Ah rupanya si Peter. Ada apa dengan kau tanya saya. Jawaban Peter kolam petir di siang bolong. Ia menyebut sudah bersyahadah. Oh Tuhan! Apa yang terjadi? Pendeta masuk Islam?

Saya benar-benar syok dan semalaman tidak bisa tidur memikirkan hal itu. Saya ceritakan bencana tersebut kepada istri. Istri saya justru menyatakan ia juga ingin masuk Islam, alasannya ialah itulah yang benar. Oh Tuhan! Saya benar-benar tidak percaya.

Saya turun ke bawah dan membangunkan Muhammad seraya minta waktu diskusi dengannya. Sepanjang malam sampai subuh kami bertukar pendapat. Muhammad minta izin shalat Subuh. Ketika itu saya menerima firasat, kebenaran telah datang. Saya harus menciptakan pilihan. Lalu saya keluar rumah. Persis di belakang rumah, saya memungut sepotong papan. Lalu saya letakkan papan itu menghadap ke arah orang Islam shalat. Saya pun bersujud menghadap kiblat dan meminta petunjuk-Nya.

Sekeluarga masuk Islam
Pagi itu, pukul 11, saya bersyahadah di hadapan dua orang saksi, mantan pendeta Peter Jacobs dan Muhammad Abd. Rahman. Alhamdulillah, di usia ke-47 saya jadi seorang Muslim. Beberapa menit kemudian istri saya juga ikut bersyahadah. Ayah gres memeluk Islam beberapa bulan kemudian. Sejak itu saya dan ayah sering ke mesjid terdekat di kota kami. Ayah mertua saya risikonya juga mengikuti kami. Di usianya yang ke-86 ia memeluk Islam. Mertua saya meninggal persis beberapa bulan selepas bersyahadah. Semoga Allah ampuni dia. Amiin.

Adapun belum dewasa saya pindahkan dari sekolah Kristen ke sekolah Islam. Setelah sepuluh tahun bersyahadah, mereka telah bisa menghafal beberapa juz Al-Quran.

Sejak itu saya habiskan waktu hanya untuk Islam. Saya berdakwah ke mana-mana, sampai ke luar Amerika. Banyak sudah yang memeluk Islam. Baik dari kalangan birokrat, guru, dan pelajar dari aneka macam agama. Dari Hindu, Katolik, Protestan, Yahudi, Rusia Orthodok, sampai Atheis. Saat ini saya juga mengelola sebuah website yakni Islamalways.com yang punya motto terkenal, " where we're always open 24 hours a day and always plenty of free parking." (kami buka 24 jam sehari dan banyak tempat parkir gratis).

Islam telah mengubah cara saya melihat kehidupan ini dengan lebih bermakna. Semoga Allah pelihara hidayah yang sudah ada pada kita dan sebarkan hidayah itu ke seluruh alam. Amin.
Komentar

Tampilkan

Terkini