Pada suatu Jumat, warga Madinah digemparkan dengan bunyi tangis yang amat pilu dan tak ujung henti. Suara yang menyerupai rengekan bayi itu berasal dari Masjid Nabawi. Para sahabat Rasul yang berada di masjid pun kebingungan, siapa gerangan yang menangis. Saat itu, mereka tengah berkumpul untuk menjalankan shalat Jumat.
Tangisan terdengar sesaat ketika Rasulullah mengatakan khutbah. Mendengarnya, Rasulullah pun turun dari mimbar menunda khutbahnya. Sang Nabiyullah kemudian mendekati sebuah pohon kurma. Beliau mengelusnya, kemudian memeluknya. Maka, berhentilah bunyi tangisan itu. Ternyata, si pohon kurma itulah yang menangis. Hampir saja pohon itu terbelah alasannya ialah jerit tangisnya.
Sejak Masjid Nabawi berdiri, pohon kurma itu telah di sana. Tak hanya menjadi tonggak, pohon kurma tersebut selalu menjadi sandaran Nabi acapkali dia mengatakan khutbah. Si pohon selalu menanti hari Jumat alasannya ialah pada hari itu ia akan mendampingi Nabi mengatakan pesan yang tersirat kepada kaum Muslimin. Sejak Jumat pertama masjid berdiri, ia selalu setia dan senang menemani Nabi Muhammad. Hingga hari Jumat itulah ia menangis.
Beberapa hari sebelum Jumat yang pilu bagi si pohon, seorang perempuan bau tanah Anshar mendatangi Rasulullah. Ia mempunyai putra seorang tukang kayu dan ia memperlihatkan sebuah mimbar untuk Rasul. “Wahai Rasulullah, maukah kami buatkan mimbar untuk Anda?” ujarnya. Rasulullah pun menjawab, “Silakan bila kalian ingin melakukannya,” ujar beliau.
Maka, pada Jumat keesokan hari, mimbar Rasul telah siap digunakan. Mimbar itu pun diletakkan di dalam masjid. Saat Rasul menaiki mimbar, menangislah si pohon alasannya ialah ia tak lagi menjadi “teman” Rasul dalam khutbah Jumat menyerupai biasa. “Pohon ini menangis alasannya ialah tak lagi mendengar pesan yang tersirat yang biasa disampaikan di sampingnya,” ujar Rasul sesudah memeluk pohon tersebut.
Setelah dipeluk Nabiyullah, si pohon bahagia. Ia tak lagi menangis dan dirundung kesedihan. Meski tak lagi mendampingi Nabi, menerima pelukan dari Nabi cukup mengobati rasa sedihnya. Rasulullah pun berkata kepada para sahabat, “Kalau tidak saya peluk dia, sungguh dia akan terus menangis hingga hari kiamat,” sabda Nabi.
Kisah pohon kurma yang menangis ini sangat terkenal dalam dongeng Islami. Banyak rawi yang meriwayatkan hadis tersebut, sehingga tak perlu lagi dipertanyakan kesahihannya. Para sahabat banyak meriwayatkannya, baik Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Jabir, Ibnu Umar, dan lain sebagainya. Kisah ini memperlihatkan betapa seluruh makhluk, bahkan pohon sekalipun, mengasihi Rasulullah. Maka, sangat mengherankan bila insan yang arif dan mengetahui keluhuran akhlah dia kemudian tak jatuh cinta kepada sang Nabi.