Wafatnya Rasulullah Saw, Banjir Air Mata Para Sahabat, Banjir Air Mata Kita

Ridhmedia
18/08/14, 19:32 WIB

Diriwayatkan bahwa surah Al-Maidah ayat 3 diturunkan pada setelah waktu Ashar yaitu pada hari Jum’at di Padang Arafah pada animo haji penghabisan (Wada’). Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu terperinci penerimaannya untuk mengingat isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta dia pun duduk perlahan-lahan.

Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:
“Wahai Muhammad, bersama-sama pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Karena itu, kumpulkan para sahabatmu dan beritahu mereka bahwa hari ini yaitu hari terakhir saya bertemu denganmu.”

Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat, pun menceritakan apa yang telah diberitahu malaikat Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengarnya isu itu, mereka pun bangga sambil berkata: “Agama kita telah sempurna! Agama kila telah sempurna!”

Ketika Abu Bakar r.a. mendengar kabar Rasulullah s.a.w. itu, ia tidak sanggup menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah kemudian mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga malam. Kisah perihal Abu Bakar r.a. menangis ini hingga kepada para sahabat lain.

Maka berkumpullah mereka di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis sehingga menyedihkan sekali keadaanmu? Seharusnya engkau bangga lantaran agama kita telah sempurna.” Mendengar itu, Abu Bakar r.a. pun berkata, “Wahai para sahabatku, kau semua tidak tahu perihal petaka yang akan menimpa kamu. Tidakkah kau tahu bahwa apabila suatu kasus itu telah tepat maka akan kelihatanlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para istri nabi menjadi janda.”

Setelah mereka mendengar klarifikasi Abu Bakar r.a.. sadarlah mereka kemudian mereka pun menangis sejadi-jadinya. Kabar tangisan mereka kemudian hingga ke para sahabat yang lain. Mereka pun memberitahu Rasulullah s.a.w. Berkata salah seorang dari sahabat,“Ya Rasulullah s.a.w., kami gres kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami dapati banyak orang menangis dengan bunyi keras sekali di depan rumah beliau.” Berubahlah wajah Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas dia menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Setelah sampai, Rasulullah s.a.w. melihat kepada semua yang menangis dan bertanya,“Wahai para sahabatku, mengapa kau semua menangis?”

Kemudian Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah, Abu Bakar menyampaikan bahwa turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata:“Semua yang dikatakan Abu Bakar yaitu benar, dan bersama-sama waktu untuk saya meninggalkan kau semua telah dekat.”

Setelah Abu Bakar mendengar ratifikasi Rasulullah, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan. Saat semuanya sedang ditimpa duka, seorang sahabat ‘Ukasyah r.a. berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, engkau pernah memukul tulang rusukku hingga sakit. Saya ingin tahu apakah engkau sengaja memukulku atau hendak memukul unta Baginda.” Rasulullah menjawab: “Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul kamu.” Kemudian Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, kau pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku kesini.” Bilal keluar dari masjid dan menuju rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas (diqishash).”

Setelah Bilal hingga di rumah Fathimah, memberi salam dan mengetuk pintu. “Siapakah di pintu?” “Aku Bilal, saya telah diperintahkan Rasulullah untuk mengambil tongkat beliau.”
“Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
“Wahai Fathimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.”
“Wahai Bilal, siapakah insan yang hingga hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?”

Bilal tidak menjawab kemudian membawa tongkat itu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah mendapatkan tongkat tersebut dari Bilal, maka dia pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Melihat itu, Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata:
“Wahai ‘Ukasyah, janganlah kau qishash Rasulullah s.a.w. qishashlah kami berdua.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Abu Bakar, Umar duduklah, bersama-sama Allah s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kau berdua.”

Kemudian Ali r.a. bangun, “Wahai ‘Ukasyah! Aku yaitu orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah s.a.w., pukullah saya dan janganlah kau menqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Ali duduklah kamu, bersama-sama Allah telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu, Hasan dan Husein bangkit dengan berkata:“Wahai ‘Ukasyah, kami ini cucu Rasulullah, kalau kau menqishash kami sama dengan kau menqishash Rasulullah.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata, “Wahai buah hatiku duduklah kau berdua.”

“Wahai ‘Ukasyah pukullah aku, lakukanlah balasanmu,” kata Rasulullah.
‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., engkau memukulku waktu saya tidak menggunakan baju.” Maka Rasulullah pun membuka baju. Setelah Rasulullah membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Suasana tegang dan haru. Begitu ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah yang putih bersih, ia segera melempar tongkatnya dan eksklusif memeluk dan mencium tubuh Rasulullah dan berkata: “Aku tebus engkau dengan jiwaku ya Rasulullah. Siapa yang sanggup memukulmu.

Aku melaksanakan ini lantaran ingin menyentuhkan badanku dengan badanmu yang dimuliakan Allah. Dan saya ingin Allah menjagaku dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah kau sekalian, sekiranya kau ingin melihat spesialis surga, inilah orangnya.” Kemudian semua sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap kejadian yang sangat menegangkan itu. Setelah itu para sahabat pun berkata, “Wahai ‘Ukasyah, inilah laba yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh darajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah di surga.”

Ketika ajal Rasulullah s.a.w. semakin dekat, dia pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah r.a. dan berkata: “Selamat datang, semoga Allah mengasihimu semua. Aku berwasiat kepadamu semua biar kau semua bertaqwa kepada Allah dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara saya denganmu semua hampir dekat, dan akrab pula dikala kembalinya seorang hamba kepada Allah dan menempatkannya di surga. Kalau telah hingga ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya.

Setelah itu kau kafanilah saya dengan pakaianku sendiri atau kafanilah saya dengan kain Yaman yang putih. Apabila kau memandikan aku, letakkan saya di atas balai daerah tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu, kau semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan saya yaitu Allah, kemudian Jibril, kemudian diikuti Israfil, Mikail, dan yang tamat yaitu lzrail berserta dengan semua pembantunya. Setelah itu gres kau semua masuk bergantian berkelompok menshalatkanku.”

Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu, meledaklah tangis mereka. Mereka menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Ya Rasulullah. engkau yaitu seorang Rasul yang diutus kepada kami, engkau selama ini memberi kekuatan dalam inovasi kami dan sebagai penguasa yang mengurus kasus kami. Apabila engkau sudah tiada nanti, kepada siapakah akan kami bertanya setiap kasus yang timbul nanti?”

Kemudian Rasulullah berkata,“Dengarlah para sahabatku, saya tinggalkan kepada kau semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah saya tinggalkan kepada kau dua penasihat: yang satu nasehat yang berilmu bicara dan yang satu lagi nasehat yang diam. Yang berilmu bicara yaitu Al-Quran dan yang membisu itu ialah maut. Apabila ada sesuatu kasus yang rumit diantara kamu, maka hendaklah kau semua kembali kepada Al-Quran dan Sunnah-ku dan sekiranya hati kau bersikeras maka lembutkan dengan mengambil nasehat dari kematian.”

Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka Rasulullah mulai mencicipi sakit. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Rasulullah diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin pula penyakit Rasulullah bertambah berat. Setelah Bilal menuntaskan adzan subuh, Bilal pun pergi ke rumah Rasulullah.

Bilal pun memberi salam,“Assalaamualaika ya Rasulallah.” Lalu dijawab oleh Fathimah ra.,“Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal mendengar klarifikasi dari Fathimah, ia pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah dan memberi salam lagi, kali ini salam Bilal didengar oleh Rasulullah: “Masuklah wahai Bilal, bersama-sama sakitku ini semakin berat, suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”Setelah mendengar pesan Rasulullah, Bilal pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata:“Waah … ini petaka besar.”

Di masjid, Bilal memberitahu Abu Bakar perihal apa yang telah Rasulullah katakan kepadanya. Abu Bakar tidak sanggup menahan dirinya. Ketika melihat mimbar kosong, dengan bunyi keras ia menangis hingga jatuh pingsan. Melihat kejadian ini, riuh rendah tangisan sahabat terdengar di dalam masjid, sehingga Rasulullah bertanya kepada Fathimah ra.; “Wahai Fathimah apakah yang terjadi?” “Kekisruhan kaum muslimin disebabkan engkau tidak pergi ke masjid.”

Kemudian Rasulullah memanggil Ali dan Fadhl bin Abas kemudian Rasulullah bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah hingga di masjid, Rasulullah s.a.w. pun bershalat subuh bersama dengan para sahabat.

Setelah selesai, Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai kaum muslimin, kau semua senantiasa dalam dukungan dan pemeliharaan Allah s.w.t., oleh lantaran itu hendaklah kau semua bertaqwa kepada Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya saya akan meninggalkan dunia ini dan kau semua, dan hari ini yaitu hari pertama saya di alam abadi dan hari terakhir saya di dunia.” Setelah berkata demikian, Rasulullah pun pulang.

Di langit, Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail a.s., “Wahai lzrail, pergilah kau kepada kekasih-Ku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kau hendak mencabut ruhnya hendaklah kau melaksanakan dengan cara yang paling lembut. Minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kau masuk, maka masuklah dan kalau ia tidak mengizinkan kau masuk maka hendaklah kau kembali kepada-Ku.”

Malaikal lzrail pun turun mendatangi Nabi dengan ibarat orang Arab Badwi. “Assalaamu ‘alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danirrisaalati a-adkhulu?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kau sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan pemberi risalah, bolehkan saya masuk?) Fathimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk lantaran sakitnya semakin berat.”

Kemudian malaikat lzrail memberi salam lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah s.a.w. Rasulullah bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu?”
“Ya Rasulullah, ada seorang Arab Badwi memanggilmu, dan saya telah katakan kepadanya Ayahanda sedang sibuk lantaran sakit, sebaliknya dia memandangku dengan tajam sehingga badanku terasa menggigil.”Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Fathimah, tahukah kau siapakah orang itu?” Fathimah menjawab, “Tidak ayah.” “Dialah lzrail, malaikat yang akan menetapkan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.” Fathimah tidak sanggup menahan air matanya. Perpisahan dengan ayahandanya akan terjadi, dia menangis sejadi-jadinya.

“Janganlah menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.” Kemudian Rasulullah pun mengizinkan lzrail masuk. lzrail dengan damai mengucap, “Assalamu ‘alaikum ya Rasulallah.” Lalu Rasulullah menjawab: “Wa ‘alaikassalam … Wahai lzrail engkau tiba menziarahiku atau untuk mencabut ruhku?” lzrail menjawab: “Kedatanganku yaitu untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun bila engkau izinkan, kalau tidak engkau izinkan, saya akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w., “Wahai lzrail, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Aku tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia.” Tidak beberapa usang kemudian Jibril pun turun dan duduk di akrab kepala Rasulullah s.a.w.

Ketika Rasulullah melihat kedatangan Jibril, dia berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril: “Ya saya tahu.” Rasulullah bertanya lagi, “Wahai Jibril, beritahukanlah padaku kemuliaan yang menggembirakan saya disisi Allah.” Berkata Jibril, “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti ruhmu di langit. Kesemua pintu-pintu nirwana telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.”

Berkata Rasulullah: “Alhamdulillah, kini engkau katakan pula perihal umatku di hari tamat zaman nanti.” Berkata Jibril, “Allah s.w.t. telah berfirman, ‘Sesungguhnya saya telah melarang semua para nabi masuk ke dalam nirwana sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan saya juga melarang semua umat memasuki nirwana sebelum umatmu memasuki surga.”

Berkatalah Rasulullah: “Sekarang saya telah puas dan telah hilang keresahan akan umatku. Wahai lzrail … mendekatlah kepadaku …. dan lakukanlah tugasmu.” lzrail pun mulai melaksanakan tugasnya. Ruh sang Nabi Agung itu dicabutnya pelan-pelan, lembut sekali. Ketika ruhnya hingga di pusat, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, sakiiit … sekali kematian ini.” Karena tak sanggup melihat wajah kekasih Allah itu merintih kesakitan, Jibril mengalihkan pandangannya.

Melihat itu, Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?” Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapa yang akan sanggup melihat wajahmu dalam keadaan sakaratul maut begini?”Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika ruh Rasulullah s.a.w. telah hingga di dada, dia bersabda, ‘Aku wasiatkan kepadamu mengerjakan shalat dan kerjakan semua yang Allah perintahkan kepadamu.”

Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya, ketika menjelang saat-saat terakhir, Rasulullah mengerakkan kedua bibirnya sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telingaku akrab dengannya, Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku..’ umatku….” Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahwa:“Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku.”Wahai Muhammad, bersama-sama Allah s.w.t. telah membuat sebuah maritim di belakang gunung Qaf, dan di maritim itu terdapat ikan yang selalu membaca shalawat untukmu, barang siapa yang menangkap ikan dari maritim tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu.”

Waallahualam Bishawab..


Lihat kisah yang terkait dengan kisah diatas DISINI anda akan dialihkan atau kembali ke beranda untuk membaca kisah-kisah Islami menarik lainnya.

Oleh : Aby al-Ghifari (Amalan Penghuni Surga Facebook Fanspage)



Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+