Karena Kesabaran Menghadapi Istrinya

Ridhmedia
21/01/16, 14:38 WIB

Seorang yang saleh memiliki saudara yang daerah tinggalnya sangat jauh, alasannya itu jarang sekali ia dapat mengunjunginya. Setelah beberapa tahun tidak bertemu, ia tiba mengunjunginya. Tetapi tampak rumahnya tertutup, maka ia mengetuk pintunya dan mengucap salam. Terdengar bunyi ketus seorang perempuan dari dalam rumah, yang mungkin istrinya, “Siapa??”

Ia berkata, “Aku saudara suamimu, tiba dari jauh untuk menjenguknya!!”

Tanpa membukakan pintu, terdengar suaranya yang ketus lagi, “Ia masih pergi mencari kayu, semoga saja Allah tidak mengembalikannya lagi ke sini….”

Kemudian masih diteruskan dengan banyak sekali macam caci-maki kepada saudaranya itu. Ia hanya dapat geleng-geleng kepala mendengarnya. Ia tahu betul bahwa saudaranya itu juga saleh ibarat dirinya, alasannya memang begitulah kedua orang tuanya dahulu mendidiknya. Segala macam umpatan dan cacian itu mungkin salah target jikalau ditujukan kepada saudaranya itu.

Ia memutuskan untuk menunggu dan tidak berapa usang saudaranya itu datang. Saudaranya itu memang mencari kayu, tetapi ia tidak membawanya sendiri, seekor harimau yang cukup besar berjalan di belakangnya sambil ‘menggendong’ kayu tersebut. Setelah kayu diturunkan dari punggung sang harimau, saudaranya itu berkata, “Pergilah, semoga Allah memberkahi dirimu!!”

Harimau itu berlalu pergi dengan patuhnya, dan pemandangan itu membuatnya terkagum-kagum. Tampaknya saudaranya itu telah mencapai maqam yang cukup tinggi di sisi Allah, sampai memiliki ‘karamah’ dapat memerintah hewan buas.

Saudaranya itu mengajaknya masuk, dan meminta dengan lemah lembut kepada istrinya untuk menyiapkan makanan bagi mereka. Sang istri memenuhi perintahnya dengan perilaku yang kasar, dan mulutnya tidak henti-hentinya mengomel. Sebaliknya, ia melihat saudaranya itu hanya membisu dan terlihat sangat lapang, tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak ada perilaku murka dan tersinggung dengan perkataan istrinya yang sangat menusuk perasaan, bahkan tampak sekali saudaranya itu nyaman dan senang dengan keadaaannya. Karena itu ia urung untuk menanyakan keadaan rumah tangganya, ibarat keinginannya semula.

Dengan keadaan ibarat itu, ia tidak ingin berlama-lama untuk tinggal. Ia pamit pulang, tetapi sepanjang perjalanan tidak habis-habisnya ia memikirkan keadaan saudaranya itu. Di satu sisi ia memiliki ‘karamah’ yang begitu mengagumkan, tetapi di sisi lainnya, ia menghadapi perilaku istrinya yang begitu buruk.

Beberapa tahun berlalu dan tidak bertemu, ia tiba lagi mengunjungi saudaranya itu. Sampai di rumahnya yang tampak tertutup, ia mengetuk pintunya dan mengucap salam. Maka terdengar bunyi seorang wanita, yang mungkin yaitu istri saudaranya itu, “Siapa??”

Kali ini bunyi itu begitu lembut dan santun, sangat berlawanan bunyi perempuan bertahun sebelumnya. Ia berkata, “Aku yaitu saudara suamimu, tiba dari jauh untuk menjenguk keadaannya!!”

Suara santun perempuan itu terdengar lagi, “Selamat datang, suamiku sedang mencari kayu di hutan. Silahkan untuk menunggu, tetapi mohon maaf saya tidak dapat membukakan pintu sampai suamiku pulang!!”

Ia berkata, “Tidak mengapa, semoga saja saya menunggu di luar!!”

Kemudian ia terlibat pembicaraan singkat lewat pintu yang tertutup, dan istri saudaranya itu memuji-muji kebaikan dan kesalehan suaminya itu setinggi langit, dan menyatakan rasa syukurnya alasannya dapat menjadi istrinya.

Tidak usang kemudian saudaranya itu datang, tetapi yang mengherankannya tidak ada harimau yang membawakan kayunya ibarat dahulu. Ia memikul sendiri tumpukan kayu tersebut, tampak kelelahan dan keringat mengalir di wajahnya, tetapi masih dengan kelapangan dan rasa senang yang sama ibarat bertahun sebelumnya. Mendengar suaranya itu, sang istri pribadi membuka pintu dan menyambut kedatangannya dengan santun dan hormatnya.

Saudaranya itu mengajaknya masuk, dan ternyata makanan telah terhidang, maka mereka pribadi menyantap makanan yang disediakan istrinya tersebut. Sambil makan ia berkata, “Wahai saudaraku, apakah yang terjadi? Apakah engkau telah kehilangan ‘karamah’mu yang dahulu?”

Masih dengan kelapangan hati dan pancaran rasa senang yang sama ibarat bertahun sebelumnya, saudaranya itu berkata, “Wahai saudaraku, dahulu itu Allah SWT menunjukkan istri yang bawel dan rendah akhlaknya kepadaku, dan saya tulus menerimanya. Karena kesabaranku menghadapinya, maka Allah mendatangkan harimau untuk membantuku. Beberapa bulan yang kemudian istriku yang bawel itu meninggal, dan semenjak itu pula harimau itu tidak membantuku lagi, dan saya harus memikul sendiri kayu-kayu itu. Namun demikian, Allah tetap menunjukkan ‘karamah’ lainnya kepadaku, yakni istri yang bagus dan masih muda, serta sangat baik akhlaknya dan tekun ibadahnya!!”

Dalam riwayat lain disebutkan, saudaranya yang saleh itu yaitu seorang pandai besi. Ia mencari kayu untuk aben besi-besi yang diolahnya. Ketika ia masih beristri yang bawel dan ia bersabar atasnya, bukan hanya harimau yang membawakan kayunya, tetapi ia memegang besi yang dibakarnya pribadi dengan tangannya. Tetapi saat Allah telah menggantinya dengan istri yang salehah, cantik, masih muda dan berakhlaqul karimah, ia harus memegang besi yang dibakarnya dengan penjepit, jikalau tidak tangannya akan melepuh.

Subhanallah...
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+