Umat Islam yaitu umat yang mulia. Mulia karena berpegang pada agamanya. Semakin jauh mereka dari agama, sekadar itu pula kemuliaan hilang dari mereka. Berikut ini cerita ihwal wibawa dan mulianya umat Islam di mata para musuh. Kisah ini bukan untuk menciptakan kita berbangga tanpa makna. Kisah ini yaitu introspeksi bagi kita, sejauh mana kita meninggalkan agama ini, hingga kita menjadi begitu rendah diri.
Sepenggal Kisah Kejayaan Andalusia
Setiap kali perang meletus, pasukan Muslim membawa dan mengangkat panji-panjinya. Ketika berhasil menang dan menguasai satu kota, mereka akan menancapkan panji-panji itu di tempat-tempat tertinggi, kemudian mengambilnya lagi ketika hendak pulang. Suatu ketika, pasukan al-Hajib al-Manshur (penguasa Andalusia) lupa mencabut dan mengambil panji yang telah ditancapkan di atas bukit di sejumlah benteng kota. Kota tersebut sudah berhasil mereka kuasai. Penduduknya dan pasukan musuh sudah kabur ke pegunungan terdekat. Akhirnya, mereka pergi meninggalkan kota dengan panji yang masih tertancap.
Pasukan musuh yang sudah kabur terus mengamati panji yang tertancap itu, yang memperlihatkan bahwa sebagian pasukan muslim masih ada di sana untuk menyerang mereka kalau keluar dari tempat-tempat persembunyian. Keadaan ini terus berlangsung selama beberapa hari. Akhirnya, mereka yakin bahwa seluruh pasukan muslim telah pergi dari kota, dan panji di atas bukit itu lupa dicabut. Oleh karena itu, kalangan sejarawan menyebut perang ini sebagai Perang Panji/Bendera (Ghazwah al-Rayah).
Panji yang terlupakan tertancap besar lengan berkuasa dan bangun tegak. Itulah hari ketika umat kita menjadi umat mulia dan penuh wibawa.
Umat Islam yaitu umat yang Mulia, karena memegang teguh keimanan sehingga menciptakan musuh menjadi gentar. Umat Islam akan semakin hina, karena lemah memegang tali agama Allah, sehingga musuh tak mempunyai rasa takut kepada kaum muslim, karena kita lebih cinta kepada dunia dan takut mati.
Pelajaran
Zaman Hajib al-Manshur memerintah Andalusia yaitu sekitar tahun 368 H/979 M hingga 392 H/1002 M, kira-kira 4 era sehabis masa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Selama 4 era itu pula wibawa dan kemuliaan umat Islam menurun, berangsur pudar.
Rasulullah ﷺ bersabda ihwal wibawa yang ia dan para sahabatnya miliki. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah menawarkan kepadaku lima kasus yang tidak diberikan-Nya kepada seorang nabi pun sebelumku: saya ditolong (oleh Allah dalam menghadapi musuh-musuhku) dengan rasa gentar (yang Allah masukkan ke dalam hati mereka) sebelum berhadapan denganku (sejauh jarak) sebulan perjalanan…” (HR. al-Bukhari (no. 328) dan Muslim (no. 521).
Allah ﷻ berfirman menggambarkan wibawa dan kehebatan kaum muslimin di zaman Rasulullah ﷺ,
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, pasti mereka akan sanggup mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan kalau ada seratus orang yang sabar diantaramu, pasti mereka akan sanggup mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS:Al-Anfaal | Ayat: 65).
Awalnya Allah ﷻ menetapkan satu berbanding sepuluh. Ketika jumlah kaum muslimin 1:10, maka Allah ﷻ berikan kabar gembira mereka bisa mengalahkan jumlah besar tersebut. Karena kesabaran dan keimanan yang mereka miliki. Kemudian keadaan pun berubah. Dan Allah ﷻ merubah ketetapan-Nya pula,
“Sekarang Allah telah meringankan kepada kalian dan dia telah mengetahui bahwa pada kalian ada kelemahan. Maka kalau ada diantara kalian seratus orang yang sabar, pasti mereka akan sanggup mengalahkan dua ratus orang kafir; dan kalau diantara kalian ada seribu orang (yang sabar), pasti mereka akan sanggup mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS:Al-Anfaal | Ayat: 66).
Allah ﷻ menggantinya dengan satu berbanding dua.
Ini yang terjadi di zaman Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Kemudian keadaan tersebut terus menurun hingga hingga pada zaman Hajib al-Manshur.
Bagaimana dengan zaman kita? Di zaman kita, musuh-musuh kaum muslimin sama sekali tidak takut dengan kaum muslimin. hal ini memperlihatkan betapa jauhnya kita dari agama. Betapa rapuhnya kualitas kepercayaan dan Islam kita. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ‘Wahn’. Kemudian seseorang bertanya, “Apa itu ‘wahn’?” Rasulullah berkata, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278).
Dari Ibnu Umar ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridha dengan pertanian, serta meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud).
Rasulullah ﷺ menawarkan solusi dari kehinaan dan kerendahan ini dengan kembali kepada agama.
Mari kita kembali kepada agama kita, baik secara individu maupun masyarakat. Kembali mengkaji dan menelaah fatwa agama kita kemudian mengamalkannya dalam kehidupan.
Sumber: kisahmuslim