Siapa yang tak kenal dengan Ustaz Abdul Somad (UAS)? Somad, sebagai seorang pendakwah. Videonya pun banyak menyebar di media umum dan sudah terkenal di seluruh penjuru Indonesia.
Nama Ustaz Abdul Somad semakin melejit sesudah direkomendasikan oleh para ulama sebagai salah satu cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2019.
Walau demikian, tak banyak orang yang mengetahui latar-belakang Ustaz Abdul Somad.
Berdasarkan acuan dari beberapa video ceramah Ustaz Abdul Somad yang diunggah ke YouTube, Warta Kota mencoba merangkum latar belakang UAS.
UAS lahir pada hari Rabu, 18 Mei 1977 atau 30 Jumadil Awal 1397 H di sebuah kampung yang berjulukan Silo Lama, Silau Laut, Kabupeten Asahan, Sumatera Utara.
Moyangnya ialah Syekh Abdurrahman yang pernah mencar ilmu ilmu agama Islam di Mekkah, Arab Saudi.
Sepulangnya dari Mekkah, Syekh Abdurrahman menghadap Sultan Asahan dan diberikan sebidang tanah yang kemudian di atasnya dibangun sebuah rumah.
“Lalu dibuatnyalah rumah yang masih ada hingga sekarang, namanya rumah besar, satu arsitek dengan Istana Lima Laras di kabupaten Batubara, Sumatera Utara,” ujar Ustaz Abdul Somad.
Di daerah itulah Syekh Abdurrahman membangun biduk rumah tangga hingga bebuyutan hingga ke generasi Ustaz Abdul Somad.
“Kemudian beranak pinaklah Syekh Abdurrahman tadi, punya anak wanita berjulukan Siti Aminah, Siti Aminah punya anak wanita berjulukan Hajjah Rohana, Hajjah Rohana punya anak itulah saya Abdul Somad,” tutur UAS.
Walaupun moyangnya ialah seorang Syekh, Ustadz Abdul Somad tidak dianggap demikian, alasannya ialah Sumatera Utara menganut paham patrilinial atau menurut keturunan ayah.
“Tapi saya tidak dianggap keturunan Tuan Syekh lantaran dari pihak perempuan. Makanya jikalau ada yang bertanya keturunan Tuan Syekh, tidak saya bilang. Terus, ayah saya petani, orang biasa. Kami bukan keturunan bangsawan, bangsa yang hidup di awan,” kata UAS.
Ustaz Abdul Somad menempuh pendidikan dasar di SD Al-Washliyah Medan dan tamat tahun 1990.
Ia kemudian melanjutkan ke MTs Mu’allimin Al-Washliyah yang juga masih di Medan dan tamat tahun 1993.
Selama satu tahun setelahnya, UAS menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Arafah, Deliserdang, Sumatera Utara.
Kemudian keluarga UAS memutuskan untuk merantau ke Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, bekas kerajaan Melayu Pelalawan yang merupakan potongan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Di tanah perantauan itu UAS melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Aliyah Nurul Falah, Air Molek, Indragiri Hulu hingga lulus tiga tahun kemudian.
Pada tahun 1998, UAS mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
UAS dan 99 orang lainnya berhasil menyingkirkan 900 akseptor yang ikut seleksi.
“Lalu kemudian melanjutkan ke Universitas Al-Azhar tahun 1998 hingga 2002. Empat tahun saya pulang, melanjutkan ke UKM, Universiti Kebangsaan Malaysia jurusan FPI, Faculti Pengajian Islam,” ucap Ustad Abdul Somad.
Namun Di UKM Malaysia, UAS hanya sempat kuliah selama dua semester saja.
Ia kemudian mendapatkan beasiswa S2 dari The Moroccan Agency of International Cooperation di Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko.
“Lalu dapatlah tahun 2004 saya berangkat, 2006 tamat dapatlah gelar sesudah dua tahun di sana dari Darul Hadits di Rabat, nama gelarnya DESA. Tapi aib saya memakainya. Masa jauh-jauh balik Desa. Kaprikornus saya tulis ajalah Lc, MA. Karena kebanyakan orang pakai MA,” kata UAS.
Menurutnya, Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko, setiap tahunnya hanya mendapatkan 20 mahasiswa melalui jalur beasiswa.
15 di antaranya diperuntukkan bagi pelajar Maroko dan 5 sisanya diperebutkan oleh pelajar dari seluruh dunia.
“AMCI memberi beasiswa tujuh tahun, saya gres habiskan dua tahun, berarti ada jatah lima tahun lagi. Tapi kata emak saya waktu saya mau lanjut Doktor, tak ada gunanya kamu balik Doktor jikalau saya almarhumah. Akhirnya saya baliklah. Itulah mengapa saya tak Doktor. Kesal seumur hidup tak sanggup dijemput balik. Makanya jikalau udah salaman, kenalkan Doktor, aduh ciut saya,” ujar UAS.
Setelah selesai wisuda, UAS menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi.
Kebetulan waktu itu demam isu haji pada bulan Desember.
Selesai berhaji, UAS terbang dari Jeddah ke Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam menggunakan pesawat Royal Brunei.
“Itulah singgah saya ke rumah guru saya Haji Armawi Abdurrahman. Beliau juara Musabaqoh Tahfiz Alquran di Mekkah Al-Mukarramah tahun 1987-1988. Kemudian ia mengajar di Pondok Tahfiz Quran. Kaprikornus saya sanggup info, ustad saya mau tiba ke Brunei, datanglah, maksudnya mau transit jikalau sanggup mampu kerja di Brunei,” tutur UAS.
Setelah melamar pekerjaan ke sejumlah tempat, UAS kemudian pulang ke rumah orangtuanya di Riau dan menjadi dosen di sebuah universitas swasta.
Ia kemudian mengikuti tes untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. UAS mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima sebagai dosen kontrak di universitas yang ada di Brunei Darussalam.
“Hari itu pikiran bercabang. Kata emak saya tak usahlah kamu pergi lagi lantaran sudah terlalu usang jauh. Anak tak banyak, saya anak pertama adik saya anak ke-dua. Kau di sini sajalah walaupun hujan watu di sini hidup juga kamu nanti. Itu skenario Allah SWT,” ucap UAS.[kk/tribun/eramuslim]