Slogan anti-radikalime serta anti-fundamentalisme itu sama dengan lagu Orde Baru. Demikian pendapat Prof Din Syamsuddin dalam Pengajian Akbar di Yayasan Pondok Pesantren Al Fattah, Buduran, Sidoarjo, Ahad (20/10/19).
Din berkata hal itu menanggapi adanya tuduhan pihak-pihak tertentu kalau umat Islam selaku anti-Pancasila serta bersikap radikal. “Saya menengarai ada tendensi-tendensi yang tidak baik terhadap Islam serta umat Islam,” ujarnya.
Din mengingatkan, jika pada masa Orde Baru ada ekstrem kanan serta kiri. “Dulu yang berkata ekstrem kanan serta ekstrem kiri. Cuma sekarang ekstrem kirinya yang nggak ada. Ekstrem kanannya dilebih-lebihkan. Ini tidak fair, tanda-tanda apa ini?” tanya Din yang menyebut jika hal itu tidak baik bagi bangsa serta negara.
Padahal, kata Din, jasa umat Islam pada republik ini sangat besar. “Jauh sebelum kemerdekaan, telah ada 73 Kesultanan Islam. Dengan kemerdekaan RI mereka rela bergabung serta mendukung negara republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dan Pancasila itu sejalan dengan nilai-nilai Islam,” ujarnya.
Din mengaku gusar serta resah jika ada pihak lain yang sedikit-sedikit mengaku saya Pancasila, kami Pancasila, kami Bhinneka Tunggal Ika, dengan maksud menuduh kalangan tertentu yang sesungguhnya Islam.
“Orang yang mengklaim Pancasila sesungguhnya ia memanipulasi Pancasila itu sendiri. Siapa yang sering menyebut radikal? Aku bilang orang yang menuduh seperti itu dialah orang yang sebenarnya radikal,” ungkap Din.
Ia melanjutkan, memang ada perbedaaan kategori antara Islam serta Pancasila. “Pancasila itu ideologi buatan manusia, sedangkan Islam itu wahyu Allah SWT. Namun nilai-nilai Pancasila beririsan serta bersesuaian dengan nilai-nilai Islam,” tandasnya.
Ia memberi contoh sila awal Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. “Tidak ada agama yang paling dekat dengan sila awal kecuali Islam yakni tauhid. Maka umat Islam jangan ragu-ragu dengan Pancasila,” ujarnya.
Ia menyebutkan jika Ketuhanan yang Maha Esa itu bermakna agama. Ditambah pasal 29 kebebasan beragama, kebebasan menjalankan ibadah sesuai agamanya, itu dijamin oleh negara Pancasila.
“Maka dulu ada Polwan serta Kowad, ketika mereka mau pakai kerudung atau jilbab, jangan dituduh radikal, fundamentalis. Tapi itu menjalankan Pancasila. Ketuhanan YME serta pasal 29 membebaskan rakyat buat menjalankan agama. Itu yang justru memperkuat Pancasila. Ini yang perlu dijernihkan,” jelasnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahn 2005-2015 itu mengungkapkan, kalau Muktamar Ke-47 Muhammadiyah tahun 2015 di Makasar memutuskan negara Pancasila selaku Darul Ahdi wa Syahadah, negara kesepakatan serta negara pembuktian.
“Maka hanya kebodohan umat Islam mau dipertentangkan dengan Pancasila serta kelicikan pihak tertentu yang mau memperhadapkan umat Islam dengan Pancasila,” kata Din. (PWMU)