Susunan Kabinet Indonesia Maju di bawah pemerintahan Jokowi-Maruf sudah dilantik serta mulai tancap gas bekerja mewujudkan visi misi presiden serta wakil presiden.
Menteri memang tidak dibenarkan mempunyai visi misi sendiri dalam menjalankan tugasnya karna tugasnya membantu presiden. Sebagai pembantu, hanya mengadakan serta menerjemahkan secara programatik visi misi presiden berupa kebijakan strategis masing-masing departemen atau kelembagaan negara yang dipimpinnya.
Kementerian serta lembaga negara yang dipimpin menteri perlu dimaknai selaku kewenangan, tugas serta tanggung jawab presiden yang dimandatkan kepada menteri sesuai dengan tugas pembidangannya sebagaimana ketentuan UU 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Itulah sebabnya, jika seorang menteri dinilai gagal mencapai target uang ditentukan, pemberi mandat dapat menarik kembali atau dicopot serta dimandatkan kembali kepada orang-orang yang dipercaya buat mengadakan tugas itu.
Tak heran, Presiden Jokowi di awal pelantikan menteri menekankan agar para menteri yang diangkat dapat bekerja keras serta kerja berhasil guna pencapaian target dari perencanaan yang menjadi visi misi presiden.
Semua kementerian/lembaga tinggal menerjemahkan visi misi sesuai dengan departemennya masing-masing, itulah musabab menteri/kepala badan/lembaga tidak boleh mempunyai visi misi sendiri.
Jika diamati pidato pelantikan presiden serta wakil presiden beberapa hari lalu, secara tegas Jokowi menggariskan lima misi pokok selama lima tahun kedepan pada periode keduanya, yakni, pembangunan sumber daya manusia (SDM), keberlanjutan pembangunan infrastruktur, penyelarasan peraturan perundang-undangan, penyederhanaan birokrasi serta penataan esolonisasi serta transformasi ekonomi buat mewujudkan keadilan sosial.
Kelima target capaian periodik di atas perlu diimplementasikan para menteri di bidangnya masing-masing. Jika gagal, Jokowi sudah memberi ultimatum bakal dicopot.
Beberapa catatan penting komposisi kabinet II Presiden Jokowi ini, Jenggala Center dapat sampaikan selaku berikut:
1. Penataan kelembagaan. Kementerian serta lembaga negara periode kali ini mengalami perubahan nomenklatur seperti pemisahan kemenristekdikti menjadi Kemendikbud serta ristekdikti dipisahkan menjadi kementerian tersendiri. Demikian halnya pariwisata serta budaya dipisah menjadi kebudayaan serta ekonomi kreatif sehingga menjadi paket wisata; jalan-jalan sambil membeli kerajinan tangan, kira-kira sederhananya demikian.
Hal baru yaitu dengan disatukannya urusan kemaritiman dengan investasi yang biasanya di bawah koordinasi urusan perekonomian. Hal ini lebih pada pertimbangan karna LBP yang biasa mengurusi investasi selama ini perlu dipindahkan karna Menko Kemaritiman masih dijabat menteri yang sama. Hal ini tentu pertimbangan khusus oleh Presiden Jokowi.
Kelembagaan yang perlu dibentuk walau tidak setingkat dengan menteri tapi di bawah koordinasi langsung oleh presiden yakni perlunya badan/lembaga legislasi nasional. Badan ini menjadi urgen karna jamak terjadi dari periode presiden sebelumnya adanya tumpang-tindih serta bahkan saling bertentangan secara norma antara peraturan perundang-undangan. Kedepan, badan ini menjadi pusat analisis, koordinasi, sinergi serta penyelarasan peraturan antar kementerian/lembaga. Konsep ini sekaligus upaya meminimalisir lahirnya peraturan yang bertentangan dengan ideologi negara, Pancasila.
2. Penempatan Menteri. Susunan para menteri secara usia sudah mewakili antar generasi, profesi serta kepentingan partai politik. Beberapa pos kementerian masih dinilai kurang tepat oleh publik seperti Mendikbud serta Menteri Agama dari aspek keahlian atau profesionalitas. Sementara soal Menhan yang diduduki oleh Prabowo lebih pada personal saja.
Pengangkatan Menag misalnya, yang diduduki oleh Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi mendapat reaksi dari kalangan Nahdiyin. Mareka berpandangan kalau urusan keagamaan idealnya diberikan kepada NU. Cara pandang seperti ini sangat distorsif karna menteri ialah urusan politik serta menjadi hal prerogatif presiden Jokowi. Kemenag bukan warisan ormas tertentu yang dipandang kalau hanya ormas itu yang berhak menduduki jabatan Menag. Dan hal itu dapat berbahaya karna bakal menjadi bentuk monopoli keagamaan yang sulit dihindari sebagiamana terjadi belakangan ini. Karenanya, Jenggala Center setuju penempatan Fachrul Razi pada pos kemenag ketika ini. Demikian pula penempatan kementerian lain dengan kesan "jatah" ormas tertentu, lama-lama kalau tidak diberikan bakal merasa paling berhak buat mewarisi, ini sangat berbahaya.
3. Politik akomodatif-pragmatis. Beberapa menteri dikategorikan profesional walaupun sebenarnya dari kalangan parpol demikian sebaliknya, profesional tapi berafiliasi ke parpol tertentu. Fakta ini perlu dipahami selaku bentuk akomodasi kepentingan politik pragmatis yang saling berinteraksi secara dinamis. Menteri bukan jabatan profesional sehingga tidak perlu dituntut keahlian khusus serta fungsi menteripun pada kebijakan strategis serta menejerial.
Prabowo yang menduduki jabatan Menteri Pertahanan mendapat perhatian publik selain Facrul Razi di Kemenag. Penempatan Prabowo di Kemenhan dalam ukuran publik tidak dapat dibantah kalau sudah tepat, sesuai bidangnya. Uang banyak disoal ialah pribadinya saja. tidak hanya mantan rival berat dalam pencalonan Presiden Jokowi juga status Prabowo yang diduga selaku pelaku pelanggaran HAM dimasa lalu serta yang terpenting para pendukung Prabowo anti Jokowi.
4. Melupakan penyelesaian kasus HAM. Dengan komposisi para pejabat menteri ketika ini, penilaian aktivis NGO serta kelompok sipil demokratis menilai kian jauh dari penyelesaian pelanggaran HAM berat yang sudah dijanjikan Presiden Jokowi pada periode awal serta kemungkinan periode keduanya bakal makinkabir serta tidak terjamah kasus-kasus HAM.
Penilaian itu bukan saja didalam negeri tapi juga amatan luar negeri. Disini saling berkelindang antara kepentingan menarik investasi lebih besar dalam pembangunan infrastruktur dengan penciptaan stabilitas nasional lewat perang jargon "radikalisme", terorisme serta kelompok intoleransi.
Titik temu itu mencerminkan komposisi serta sususnan kabinet II ketika ini sehingga sangat dikuatirkan sekaligus diharapkan tidak membunuh nilai-nilai demokrasi serta penghormatan terhadap Hak asasi manusia kedepan. Pertumbuhan investasi serta ekonomi sangat diharapkan buat kesejahteraan rakyat namun Hak-hak dasar warga negara juga perlu dijaga, dihormati serta wajib dipenuhi negara.
Ini periode kedua Presiden Jokowi atau yang terakhir kalinya, Jenggala Center berharap Presiden Jokowi dapat mengakhiri masa pemerintahannya dengan legacy yang dikenang sepanjang hayat warganya, tetap menjaga pertumbuhan ekonomi serta stabilitas tapi juga hak serta keadilan bagi korban masa lalu ada penyelesaian secara berkeadaban sesuai standar internasional. Bukan saling menihilkan atau saling membuka duka lama namun mencipta titik keseimbangan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: adil secara ekonomi, adil dalam politik serta adil secara hukum.
Selamat bekerja, Jenggala Center selaku bagian dari poros besar kemenagan Jokowi-Maruf bakal mengambil peran aktif serta strategis membangun negara secara bersama-sama serta setia memberikan konsep pemikiran serta kritikan konstruktif menuju cita negara sebagaimana tertuang dalam UUDN RI 1945 serta Pancasila.
Penulis: Dr. Syamsuddin Radjab