Membaca Pelantikan

Ridhmedia
19/10/19, 15:49 WIB

H-1 Pelantikan Jokowi-Ma"ruf Amin selaku Presiden serta Wakil Presiden tidak senyaman 5 tahun yang lalu buat momen yang sama. Kini suasana lebih "mencekam". Puluhan ribu aparat keamanan disiagakan. Pasukan tempur serta teritorial. Ironi buat jumlah pasukan yang tidak dikonsentrasikan di Papua ketika kerusuhan berlangsung. Rasionalisasinya konon gelombang aksi unjuk rasa Mahasiswa yang tidak mereda. Efek dari menggantungnya masalah Perppu yang berkaitan dengan UU KPK hasil revisi. Isu yang dilempar yaitu adanya pihak yang mau menggagalkan pelantikan.

Pelantikan dilaksanakan di sedang kontroversi. Pertama soal kecurangan selaku sebab dari kemenangan Jokowi dalam Pilpres. Kedua, UU revisi KPK yang dipaksakan di akhir masa jabatan anggota DPR RI periode lalu padahal tidak masuk program legislasi nasional. Ketiga, skeptisme kepemimpinan Jokowi ke depan di sedang ketidakpastian  persoalan ekonomi, kesenjangan sosial, serta politik yang kian oligarkhis. Keempat, matinya "oposisi" karna hampir semua kekuatan politik merapat pada lingkaran kekuasaan. Kontrol serta keseimbangan terganggu serta melemah.

Merenungkan pada pelantikan Nabi buat memulai menunaikan amanah, maka didapat beberapa nilai pelajaran, yaitu :

Pertama, pemimpin yang perlu pandai membaca (iqra) tidak boleh buta peta serta buta rasa, mesti peka pada ayat "aspirasi" kehidupan.

Kedua, berorientasi ketuhanan (bismi robbika) bukan nafsu diri atau kepentingan materi. Mengabaikan otoritas ilahi menyebabkan kegelisahan serta kegoncangan. Murka-Nya bakal ditunjukkan.

Ketiga, tertib bertahap (min "alaq) buat mencapai keberhasilan. Bukan berangan angan atau penuh khayalan. Bila ini landasannya, pastilah langkah fan jejak bakal dipenuhi kebohongan.

Keempat, senantiasa belajar serta berilmu ("alamal insana ma lam ya"lam). Pemimpin bodoh bukan teladan. Ilmu pas pasan tidak pantas memimpin. Cerdas (fathonah) yaitu sifat kenabian. Tak planga plongo.

Kelima, tidak korup mengingat penyakit kekuasaan yaitu korupsi (anro-ahus staghna). Penyakit itu bukan kemiskinan, tetapi kekayaan yang tidak dirasakan cukup. Akibatnya korup serta terus menumpuk-numpuk.

Nah pelantikan besok  bukan semata bersumpah dengan Al Qur"an di atas tetapi prakteknya ayat ayat disimpan di bawah bahkan diinjak injak, phobia pada Islam serta syari"at-Nya, serta mengecilkan serta meminggirkan aspek aspek keumatan. Jika demikian maka ini bukan pelantikan yang lurus serta bersandar iman tetapi menegaskan kalau kepemimpinannya penuh dengan ulat ulat kemunafikan. Beda di mulut dengan di hati. Kerja hanya demi kepentingan diri serta kroni.

Andai Allah SWT tidak memberi kepercayaan dengan ridho-Nya, maka kita hamba-Nya tidak boleh juga mempercayainya.

Madinah, 19 Oktober 2019

Penulis: M Rizal Fadillah
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+