Mengapa Akhirnya Mereka Berangkulan?

Ridhmedia
23/10/19, 20:37 WIB

Amnesia. Ada yang kaget kenapa Jokowi merangkul Prabowo, pesaingnya, menjadi menteri dalam kabinetnya. Kaget juga mengapa Prabowo mau.

Jika kita hendak sedikit menelusuri memori, itu sebenarnya tak mengagetkan.

Meski para pendukung menyebut langkah Jokowi itu jenius (pemain catur politik yang ulung, katanya), masuknya Prabowo dalam kabinet lebih sebab faktor Megawati Soekarnoputri (pemilik PDI Perjuangan, partai utama di balik Jokowi).

Pada tiga pilpres yang lalu, Prabowo serta Mega yaitu pasangan yang berlaga melawan Susilo Bambang Yudhoyono.

PDI Perjuangan serta Gerindra berkoalisi mempromosikan Jokowi menjadi gubernur Jakarta, yang membuatnya cukup terkenal buat maju calon presiden. Dan sukses.

Lima tahun ke depan, Mega serta Prabowo bakal memuluskan Puan Maharani maju pada pilpres 2024, dengan menyingkirkan pesaing potensial (Sandiaga Uno, Agus Yudhoyono, Anies Baswedan, Ridwan Kamil). Atau menyandingkan Puan dengan satu dari mereka di mana perlu.

Atau boleh menjadi bakal mengorbitkan anak serta menantu Jokowi, yang sekarang mulai menjajal peruntungan di pilkada Medan serta Solo.

Tidak ada yang baru, serta seharusnya tak mengagetkan. Jokowi yaitu bagian dari ekosistem oligarki politik yang sama. Alih-alih grandmaster, ia lebih mirip pion di papan catur.

Para oligark bisa bersama atau bersaing dalam pemilu. Tapi, pada dasarnya, mereka dalam spesies yang sama. Tidak ada kawan serta lawan abadi dalam pilitik oligarki. Yang abadi yaitu kepentingan.

Politik tanpa nilai serta prinsip moral? Janji pemberantasan korupsi serta penegakan HAM hanya asyik dipakai selaku modal jualan kampanye.

Penulis: Farid Gaban
Komentar

Tampilkan

Terkini