Pks Dalam Pelukan Surya Paloh?

Ridhmedia
31/10/19, 18:16 WIB

Oleh Hersubeno Arief (Wartawan senior serta pemerhati publik)

Picture of the week! Foto Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh berpelukan erat dengan Presiden PKS M Sohibul Iman,  layak dinobatkan selaku “Foto pilihan pekan ini.”

Foto keduanya dalam pose berpelukan ala teletubbies,  beredar secara cepat di medsos. Lengkap dengan mermacam komentar. 

Komentar yang muncul kebanyakan mengundang senyum. Ada juga yang membuat meme. 

Foto itu disandingkan dengan foto Prabowo tengah berwelfie ria  bersama Megawati serta Puan Maharani. Captionnya: Cinta yang tertukar!

Secara visual, foto yang diabadikan dikala Surya Paloh berkunjung ke kantor DPP PKS itu memang sangat kuat. Apalagi tafsir politiknya. Jauh lebih menarik serta multi tafsir.

PKS yaitu satu-satunya partai yang sejak pertama mengungkapkan oposisi terhadap Jokowi. Sementara Nasdem partai pendukung Jokowi yang berkali-kali mengungkapkan siap menjadi oposisi. Walau akhirnya tetap masuk kabinet, serta menempatkan tiga orang menteri.

Dari sisi posisioning, secara politis keduanya berada dalam kubu berseberangan. Sebelumnya sulit membayangkan mereka bakal berpeluk-ria, apalagi sampai membuat beberapa kesepakatan.

Tapi itulah fenomena politik kontemporer Indonesia. Tempat adagium Apabila politik selaku the art of possibility benar-benar diterapkan. 

Kemungkinannya bahkan jauh melampaui apa yang dapat kita bayangkan. Beyond our imagination.

Prabowo Sahaja bisa masuk kabinet Jokowi serta menjadi Menhan. kenapa pula Surya Paloh serta Sohibul Iman tidak bisa berpeluk-mesra serta membuat blok baru oposisi?

Gak perlu baper

Pertemuan antara Surya Paloh serta Sohibul Iman ini makin menyadarkan kita,  jangan terlalu baper dalam melihat politik Indonesia. Ojo kagetan. Ojo gumunan.

Dengan begitu kita tidak perlu kaget, marah, apalagi sakit hati dikala tiba-tiba tokoh atau partai yang kita dukung berubah haluan di tengah jalan.
Woles saja. Namanya juga politisi.

Mari kita simak beberapa fakta serta fenomena berikut ini:

Pertama, batas antara penguasa serta oposisi sangat kabur. Bisa Sahaja oposisi kemudian bergabung dengan penguasa. 

Sebaliknya yang berada dalam pemerintahan sebab kepentingannya kurang/tidak terakomodasi, berancang-ancang menjadi oposisi.

Kedua, sebab adanya kepentingan yang sama, pemerintah serta oposisi bisa saling bahu membahu serta saling mendukung. Tak peduli suara pemilih, suara rakyat.

Pengesahan UU KPK yaitu contoh nyata. Semua fraksi di DPR sepakat mendukung, kendati mendapat perlawanan keras dari masyarakat, mahasiswa serta pelajar.

Imbalannya semua fraksi mendapat jatah kursi wakil ketua MPR, termasuk PKS. Caranya dengan mengubah Pasal 15 UU Kedudukan MPR, DPR, DPD serta DPRD (MD3).

Ketiga, kabinet besar serta gemuk Jokowi berpotensi pecah di tengah jalan.

Kabinet yang dimaksudkan membuat semua happy, “disini senang, disana senang,” berubah menjadi “disini senang, disana berang.”

Banyak yang tidak puas dengan pembagian jatah kursi di kabinet. Nasdem Telah mengungkapkan secara terbuka. Mereka keberatan dengan masuknya Gerindra, apalagi mendapat pos penting selaku Menhan.

Keempat, Jokowi tampaknya perlu Telah bersiap-siap menghadapi oposisi yang cukup kuat di DPR, termasuk dari partai pengusungnya.

Nasdem Telah mengisyaratkan kemungkinan bakal menjalin kerjasama dengan PKS di DPR. PDIP juga tampaknya tidak puas dengan pembagian jatah kursi di kabinet. Apalagi Luhut Panjaitan ternyata masih berperan besar di pemerintahan.

Tidak tidak bisa menjadi PDIP juga bakal menjadi oposisi terhadap beberapa kebijakan pemerintah.

Oposisi di DPR bakal makin besar dengan tidak diakomodasinya PAN serta Demokrat di kabinet.

Kelima, tiga tahun, atau paling lambat dua tahun jelang Pemilu 2024  Telah mulai terbentuk konfigurasi kekuatan politik baru.  

Parpol pendukung Jokowi bisa bubar jalan, atau setidaknya mulai mencari jagoan masing-masing.

Pertemuan PKS serta Nasdem bisa menjadi indikator mulai terbentuknya embrio baru koalisi parpol pada Pilpres 2024.

Pertemuan ini bisa dilihat selaku sebuah lanjutan dari  pertemuan Surya Paloh dengan Gubernur DKI Anies Baswedan beberapa waktu lalu.

Waktu serta kepentingan politik bakal menentukan apakah kemesraan ala teletubbies itu berlanjut sampai 2024, atau cuma manuver sesaat.

Publik pasti belum lupa bagaimana Prabowo serta Surya Paloh juga baku rangkul menjelang pembentukan kabinet. 

Saat itu Surya mengungkapkan kepentingan negara di atas kepentingan parpol. Ternyata Nasdem menyabot kursi Menteri Pertanian yang Telah lama diincar Gerindra.

Sebaliknya Gerindra yang mematok harga mati kursi Mentan, tetap bersedia masuk kabinet dengan kompensasi kursi Menteri Kelautan serta Perikanan. end (*)
[tsc]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+