Siapa sangka seorang dosen juga ahli hukum konstitusi ini berhasil memenangkan pilpres Tunisia yang digelar Ahad kemarin (13/10/2019) dengan kemenangan mutal 72,71% di putaran kedua. Sebelumnya beliau hanya dosen biasa, ngopi sebelum masuk kelas di pojokan kantin kampus. Tapi statementnya seringkali bikin banyak pihak gerah, contohnya Israel.
Salah satu statement fenomenal @KaisSaiid adalah: "Kita dikala ini tengah berperang dg Israel. Menjalin hubungan dg Israel yakni pengkhianatan besar."
[video]
— Hasmi Bakhtiar (@hasmi_bakhtiar) October 15, 2019Seorang ahli hukum bicara suatu masalah dg jujur bakal terdengar sangat menarik.
Kemenangan @KaisSaiid ini sangat menarik. Sebagai seorang dosen sekaligus pengamat ia masuk medan politik Tunis dg percaya diri yang tinggi. Ia tidak gagap menghadapi status quo apalagi dg menjilat. Ini juga boleh menjadi pelajaran bagi akademisi kita di tanah air.
Memperbaiki bangsa bukan hanya tugas politisi tapi juga tugas kampus. @KaisSaiid melompati adat Tunis dg masuk dunia politik agar kualitas politik Tunis membaik. Ia masuk dg idealisme berbasis ilmu, ia tidak mengikuti jejak sebagian akademisi yg memilih menjadi penjilat rezim.
Masuknya @KaisSaiid ke dalam medan politik Tunis bisa dibilang sebuah rekonsiliasi antara Politik dg Ilmu Pengetahuan, masuknya kampus ke dalam realitas masyarakat serta yang lebih penting yakni ide2 bernegara keluar dari mulut yang berilmu bukan mulut si bodoh yg bernasib baik.
Lebih jauh, masuknya Said ke medan politik Tunis sekaligus mendobrak kebuntuan kampus terkait kontribusinya buat negara. Selama ini kebanyakan akademisi Tunis berputar dalam dua posisi, mengkritik pemerintah serta menjilat pemerintah.
Rezim gagal di Tunis, dimanapun, bakal terus memusuhi akademisi yang kesatu serta memelihara akademisi kedua. Efeknya kampus menjadi senjata perang bagi rezim. Apalagi senjata pemusnah paling ampuh selain memyebarkan kebodohan nurani dari kampus-kampus?
Kampus telah bukan lagi tempat lahirnya ide2 besar tapi berubah menjadi keset rezim. Dosen takut melihat anak didiknya berpolitik, rezim menjadikan para dosen sbg jaminan agar kekuasaan mereka tidak diganggu, terutama oleh kaum yang dinilai pling berakal yaitu mahasiswa.
Bahkan di tangan rezim gagal kampus bisa mengebiri hal yang paling berharga yang dimiliki kaum demokrat yaitu akal sehat. Mengkritik pemerintah dianggap tidak sopan, demo dianggap berkhianat. Rezim gagal yakni musim lahirnya para hipokrit bertitel akademisi.
Kampus hari ini butuh sosok seperti Said yang mampu menjadi jembatan penghubung politik dg ilmu pengetahuan. Sosok yang bisa membaca peta besar negara dg semua permasalahannya berbasis pengetahuan. Politik bakal membosankan dikala orang2 bodoh bicara sebab rakyat tau itu bohong.
By @hasmi_bakhtiar
(Pengamat Internasional, Lille)