pixabay.com |
Terlepas dari besarnya potensi mengalami depresi, melebih-lebihkan ekspresi sedih dengan berkata “aku depresi” tidaklah dibenarkan. Anak muda sekarang, terkadang menjadikan kata depresi sebagai pilihan untuk mengekspresikan perasaan mereka yang sedang tidak baik.
Kecuali jika kamu benar-benar telah mendapat diagnosis dari dokter, sebaiknya jangan mengatakan diri sendiri depresi. Ketika kamu mulai terbiasa menggunakan kata-kata tersebut, ada beberapa dampak buruk yang mungkin terjadi.
Depresi sendiri merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi mental dan suasana hati. Dan penyakit ini adalah hal yang nyata. Depresi dialami hampir 10 persen orang Amerika dan sekitar 300 juta orang di seluruh dunia. Penyakit mental ini lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria.
Depresi menjadi salah satu perhatian dan prioritas WHO untuk menanggulanginya. Ini adalah penyakit mental serius, sebab korban yang diakibatkannya sudah cukup banyak.
Seperti penyakit fisik lainnya, sebaiknya kita tidak bermain-main dengan kata depresi, dalam ekspresi kita. Lalu, apa jadinya jika kamu terbiasa mengatakan bahwa kamu merasa depresi sementara sebenarnya tidak seburuk itu.
Agar lebih sadar mengenai hal tersebut, berikut 5 alasan kenapa kita harus berhenti:
1. Menyakiti hati teman atau orang lain yang benar-benar sedang depresi
Dilansir dari seventeen.com, ketika kamu mengatakan “aku depresi” padahal sebenarnya tidak, hal itu akan menyakitkan orang yang mengalaminya. Hal ini membuat lebih sulit bagi orang lain untuk menganggap serius ketika berbicara mengenai hari-hari kesehatan mental.Ketika banyak orang menganggapnya biasa, kebiasaan ini membuat budaya hidup lebih sulit untuk memahami bahwa penyakit mental depresi adalah penyakit yang nyata.
Selain itu, orang yang benar-benar depresi akan merasa semakin buruk karena merasa dirinya dianggap sebagai lelucon.
Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah lain jika hal yang tidak diinginkan terjadi. Jika tahu seperti apa depresi yang sebenarnya, tidak ada orang yang ingin menjadi depresi. Kondisi ini adalah penyakit yang harus disembuhkan, bukan dijadikan status diri.
2. Self-Diagnosis yang bisa mengarahkan pada kesalahan treatment
Di era teknologi informasi seperti sekarang, orang cenderung mencari informasi secara mandiri untuk kemudian memutuskan sesuatu terjadi pada dirinya.Ketika kamu merasakan keadaan hati tidak baik dan mengatakan “aku depresi”, kemungkinan kamu akan mempertanyakannya melalui indikator-indikator yang ada di mesin pencari.
Tetapi, sayangnya, diagnosis penyakit mental tidak sesederhana itu. Menurut ahli, kemungkinan positif palsu (kesalahan diagnosis yang menyebabkan seseorang positif menderita suatu penyakit, padahal sebenarnya tidak) dalam mesin sangatlah tinggi.
Hasil positif palsu tersebut, membuat kita mencari alternatif solusi tanpa saran dari ahli. Hal ini dapat mengarahkan kita pada penggunaan berbagai obat-obatan yang tidak disarankan, bahkan menimbulkan efek buruk seperti kecanduan.
Mengenai penggunaan berbagai obat-obatan ini, sudah banyak public figure yang menjadi buktinya. Meskipun dapat mengatasi beberapa gejala penyakit mental, namun tidak sedikit dari mereka yang merasakan efek samping karena penggunaan dalam jangka panjang.
3. Efek self-judging bisa menjadikanmu benar-benar sakit
Berangsur-angsur apa yang kita ucapkan bisa membentuk seperti apa diri kita. Hal ini juga berlaku untuk kondisi depresi.Meski awalnya hanya ekspresi melebih-lebihkan, jika kita terbiasa melakukan itu, diri kita tanpa sadar menganggapnya serius.
Hal ini juga sering terjadi dengan bagaimana orang tua mendidik kita bukan? Ketika orang tua sering mengatakan bahwa kita anak yang pintar, perlahan kita akan mempercayainya, dan diri kita tanpa sadar akan menjadi demikian.
Setelah benar-benar mengalami bagaimana depresi, kamu akan sadar, bahwa depresi bukanlah hal yang cukup bagus untuk mengekspresikan diri.
Jadi, hindarilah menggunakan kata depresi dan mulailah gunakan kata-kata yang lebih positif untuk mengekspresikan kesulitanmu.
4. Menghambatmu mencapai cita-cita yang kamu impikan
Ketika kamu mulai percaya dengan ucapanmu sendiri bahwa sedang mengalami depresi, hal ini akan membuat merasa kecemasan yang nyata.Fokus akan terbelah, memberikan efek mengasihani diri sendiri. Akibatnya, tubuh meng-iyakan segala hal yang dipercaya sebagai tanda depresi, seperti menunda-nunda, malas, dan sebagainya.
Mempercayai hal bohong itu menjadikan kita tidak produktif, bahkan melupakan apa yang tadinya menjadi impian.
Berbagai dampak buruk di atas mempengaruhi kinerja tubuh dalam menjalani kehidupan dan menghadapi tantangan.
Seperti teori psikologis, “You are what you speak”, tubuh bisa percaya pada apapun yang berulang-ulang kita ucapkan, meskipun hal bohong.
Maka, sebelum kamu benar-benar mendapat diagnosis sedang mengalami depresi, jangan mengatakan hal itu, ya. Alih-alih mengeluh, gunakan kata-kata positif agar tubuh percaya, dan termotivasi.