Anies Di Sedang Bully-An

Ridhmedia
01/11/19, 10:46 WIB

Oleh Tony Rosyid

MEDIA mainstream menjauh. Kinerja, prestasi serta serah terima penghargaan tidak menarik bagi televisi. Baru ramai jika dibully. Itulah sosok Anies Rasyid Baswedan.

Kali ini obyeknya lem aibon. Anggarannya 28,8 miliar. Masak satu kaleng lem Aibon harganya 184 ribu? Mahal amat! Gak salah tuh? Salah! Kata Susi Suhati, sekretaris Disdik DKI. Salah input, jelasnya. Salah nge-klik, kata Saefullah Hidayat, plt Kepala Disdik DKI. Itu dana BOS, bukan lem aibon, kata Susi lagi. Karena memang tidak ada anggaran buat lem aibon. 

Salah “klik” aja lu bully. Sedang raibnya ratusan miliar di Rumah Sakit Sumber Waras, tanah BMW serta ratusan mobil Trans Jakarta yang mangkrak, lu diem. Gimana sih? Protes mereka yang kesel dengan ulah orang-orang yang belum move on.

Kesalahan input data serta “klik” biasa terjadi dikala dalam proses penyusunan anggaran. Baru masalah jika telah final. Final itu artinya telah diusulkan ke DPRD. Nah, kesalahan menjadi tanggung jawab dinas serta gubernur DKI. kalau telah ketuk palu, maka DPRD ikut bertanggungjawab. Kalau masih dalam proses, berarti itu data sementara. Kesalahan input serta klik disana-sini itu biasa. 

Seperti Kalian menulis skripsi, tesis atau disertasi, pasti banyak salah ketik, salah input data, serta salah referensi. Itu biasa. Sebelum diajukan ke pembimbing, terutama hendak diujikan, perlu diteliti lebih dulu. Habis ujian perlu direvisi sebelum dicetak serta ditaruh di perpustakaan. Orang-orang akademik tahu betul proses ini. Kira-kira begitu analoginya.

Sebagai pembimbing, pengambil keputusan serta penanggung jawab anggaran di DKI, Anies Baswedan tengah menyelenggarakan proses itu. Meneliti satu persatu pagu anggaran secara manual. Alumnus fakultas ekonomi UGM yang pernah menjadi asisten statistik seorang profesor di universitas USA ini terbiasa mengoreksi angka-angka. Dan ini bisa ditonton di video yang lagi viral.

Video itu semula buat dokumen internal Pemprov. Tidak buat disebar keluar. SOP yang rutin buat semua pendokumentasian setiap kegiatan gubernur. Ternyata ada manfaatnya. Ketika kasus lem aibon merebak, video ini menjadi penting keberadaannya. 

Tapi, gak usah terlalu kaget. Sampai kapanpun, kesalahan Pemprov DKI bakal terus dicari. Anies menjadi sasarannya. Satu kesalahan, geger bumi Indonesia ini. Apakah ada yang belum move on? Mungkin. Tapi lebih serius dari sekedar urusan move on.

Ada pihak yang suka membanding-bandingkan Anies dengan Ahok. Anies payah serta Ahok hebat, katanya. Narasi ini yang selalu dibangun buat menjatuhkan Anies. Dan ada media yang suka narasi ini. Ikut menggoreng serta meramaikannya.

Tapi, dikala Anies menerima tiga penghargaan sekaligus dari KPK, sepi berita. Begitu juga dikala mendapat WTP dari BPK dua tahun berturut-turut. Prestasi yang tidak pernah ada di era Jokowi, Ahok serta Djarot. Belum lagi penghargaan-penghargaan lainnya dari sejumlah institusi serta lembaga, baik dalam maupun luar negeri. Ini boleh menjadi ukuran bahwa hendak secara fair membandingkan satu dengan yang lain. Tanpa mengurangi kontribusi masing-masing gubernur kepada bangsa ini yang perlu tetap diapresiasi.

Kita seringkali membuat ukuran perbandingan satu pemimpin dengan pemimpin yang lain dari tingkat popularitasnya, sesering apa televisi meliput serta seberapa banyak dibicarakan orang. Kalau ini ukurannya, maka seorang pemimpin yang maniak kamera, suka marah-marah serta memaki anak buah, serta gemar blusukan, pasti bakal dianggap hebat. Kendati minim prestasi serta punya banyak kasus. Tentu, ini standar penilaian yang menyesatkan. Heroisme seharusnya tidak dibangun dengan skema kamera serta pencitraan, tapi prestasi.

Lebih baik dikira salah, tapi benar. Dari pada dikira benar, tapi banyak kasus, sindir Anies. Artinya, Anies sadar bakal posisinya di tengah kekacauan cara berpikir sebagian masyarakat yang masih mengelu-elukan “ acting” serta “hasil jepretan kamera”.

Kalau standarnya kamera serta media, Anies memang kurang beruntung. Di banyak event, Anies tidak diliput media. Tepatnya, tidak boleh banyak diliput oleh media. kenapa begitu? Apa salah Anies? Salah satu kesalahan Anies terbesar yakni karna di Pilgub DKI Anies mengalahkan Ahok. Begitu kata Jaya Suprana. Kesalahan kedua, Anies menutup reklamasi serta sejumlah proyek besar di DKI. Itu sama Saja menutup aliran rizki bagi banyak pihak, termasuk sejumlah partai serta elite politik. Ketiga, Anies berpeluang besar menjadi presiden 2024. kalau ini terjadi, berapa banyak lagi proyek-proyek “gelap” (melanggar hukum) itu tersumbat. Karena itu, laju Anies ke 2024 perlu dihentikan.

Lihat peristiwa pelantikan presiden-wakil presiden. Sebagai gubernur Ibu Kota, Anies ditaruh di kursi paling belakang. Nyaris tidak terlihat oleh tamu lain, apalagi media. Kasus seperti ini juga pernah terjadi sebelumnya dikala penyerahan piala presiden buat Persija di GBK. Ketika dikonfirmasi, Anies dengan senyum menjawab: ah, biasa saja, katanya.

Terkait liputan media, bisa dibandingkan dengan Jokowi. Lipat lengan baju, masuk gorong-gorong serta momong cucu ramai diliput media. Begitu juga dengan Ahok. Marahnya aja media demen, apalagi makiannya. Inilah bedanya antara prestise dengan prestasi.

Beruntung ada sosial media (medsos). Inilah jalur dimana Anies tetap mendapatkan ruang buat dikenali program kerja serta capaian prestasinya. Tokoh yang dipanggil dengan sebutan “Gubernur Indonesia” ini tetap ramai terpantau serta dibicarakan di media sosial. Sesekali di media online. Terutama dikala tengah ada bully-an.

Intinya, Anies bakal selalu dilihat selaku ancaman. Karena itu, pertama, gubernur DKI ini bakal selalu dicari kesalahannya. Kedua, ada upaya terus menerus buat menyelenggarakan black campaign terhadap Anies. Tujuannya? Untuk mengganggu kebijakan Anies terutama terkait dengan proyek-proyek oligarki. Ketiga, Anies bakal selalu dihambat popularitas serta prestasinya. Ini penting dilakukan buat menghadang Anies melaju ke 2024.

Situasi seperti ini bakal dikembalikan kepada rakyat. Apakah anak bangsa yang potensial seperti Anies ini bakal dibiarkan sendirian menghadapi komplotan orang-orang yang selama ini merampok kekayaan tanah air? Tentu tidak! Harus dibela. Ini tidak hanya berlaku buat Anies. Tapi mesti berlaku buat semua anak bangsa yang berintegritas, berkapasitas serta berpeluang memimpin serta memperbaiki nagara barnama Indonesia ini.

Yang pasti, bully-an seperti apapun jika rakyat tetap waras serta selalu melihat fakta secara obyektif, maka orang-orang seperti Anies Baswedan bakal mendapatkan ruang buat berkontribusi lebih besar lagi buat negara serta bangsa di masa depan.

Jakarta, 31/10/2019 (*)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+