Dahlan Iskan Bicara Tentang Revolusi Fahri

Ridhmedia
09/11/19, 02:41 WIB

"Revolusi Fahri"

Oleh : Dahlan Iskan

aku dapat oleh-oleh unik: satu boks kopi. Merknya yang unik: Kopi Revolusi.

Lebih unik lagi motto yang tertulis di sachet kertas kopi itu: Kopi, Persaudaraan, serta Revolusi.

Yang membawa oleh-oleh itu  Kalian Telah tahu: Fahri Hamzah. Salah satu bintang layar televisi --untuk acara politik.

Di sachet itu tercetak foto siluetnya. Hitam putih. Yang lagi tertawa. Tidak tawa kegembiraan yang meluap, tapi lebih pada ekspresi seorang intelektual. Tertawa tapi posisi wajahnya agak menunduk.

Dari situ terlihat apabila kopi itu cuma bakal ia jadikan alat. Alat politik? Alat bisnis?

“Dua-duanya," ujar Fahri. "Juga alat persaudaraan," tambahnya.

Tapi apa hubungannya dengan revolusi? Apakah Fahri bakal melakukan revolusi? Dan sebab itu ia mendirikan partai baru?

“Kita perlu ingat semua tokoh revolusi Indonesia penggemar kopi," ujar Fahri - -serius sekali.

Ucapan itu membuat saya terbawa ke masa perang kemerdekaan. Juga ke desain sachet kopi itu sendiri. Yang dibuat seperti zaman dulu. Wajah Fahri di sachet itu memang perlu agak disamarkan seperti itu. Agar wajah Fahri --yang modern serta putih-bersih--  enggak terlihat terlalu elit buat sebuah citra revolusi.

aku enggak tahu: apakah oleh-oleh kopi itu cuma sebagai simbol buat mengajak saya mulai minum kopi --ia tahu saya bukan peminum kopi. Atau buat tetap menjaga persaudaraan --biar pun kini ia punya partai baru.

Atau buat mengajak saya melakukan revolusi?

aku selalu cocok berdiskusi dengan Fahri. Kecuali soal KPK. Orang ini sangat intelek. Bacaan bukunya sangat dalam. dia mampu menarasikan persoalan rumit. Termasuk persoalan negara.

Tokoh ini bersih --sudah begitu detil orang mencari kesalahannya. Tidak menemukannya.

Sudah lama saya menyimpulkan: Fahri Hamzah ini seorang ideolog. Tidak sekedar orang pergerakan. Tidak cuma sebatas aktivis.

dia memang aktivis. Sejak mahasiswa.

dia orang pergerakan. Bisa dilihat gerakannya selama menjadi aktivis di Partai Keadilan --lalu Partai Keadilan Sejahtera.

dia seorang ideolog: buat apa dulu ikut di PKS. Apa yang perlu diperjuangkan melalui PKS. Dan PKS itu perlu bagaimana.

Akhirnya Fahri keluar PKS. Atau dikeluarkan. dia melihat PKS enggak lagi seperti yang ia inginkan.

Sebenarnya Telah lama Fahri gelisah terhadap PKS. Sudah sejak 10 tahun lalu. Lebih nyata lagi sejak Anis Matta tersingkir. Anis enggak lagi dipilih --oleh veto dewan syuro-- buat menjabat ketua umum partai.

Padahal, kata Fahri, Anis sangat berprestasi. Bisa membawa PKS menjadi partai terbesar ke-4. Menjadi partai Islam terbesar di Indonesia. Di Pemilu 2009.

aku masih ingat saat diundang PKS ke Puncak --tempat wisata pegunungan antara Bogor serta Bandung. Saat itu seluruh pimpinan pusat PKS hadir. Termasuk semua anggota DPR dari PKS.

aku diminta bicara. Di salah satu forum di rangkaian acara harin itu. aku bilang: PKS kini berada di persimpangan jalan. Kalau tetap menjadi partai Islam enggak bakal bisa lebih besar lagi.

Kalau mau mengubah ideologi PKS bisa lebih besar --bisa menampung pemilih yang lebih luas.

Tapi bisa juga justru mengempis. Justru kehilangan basis lama --di saat belum punya basis masa yang baru.

aku sampaikan waktu itu: masyarakat sebenarnya enggak lagi terlalu peduli dengan ideologi. Apalagi yang sempit. Bahkan ideologi agama sekali pun.

"Yang ke depan laku ialah ideologi kemakmuran," kata saya. "Tapi sebab Kalian semua ialah PKS barangkali menjadi  'kemakmuran dunia serta akherat'," kata saya.

Dan itulah yang sebenarnya tengah terjadi di PKS saat itu. Di bawah kepemimpinan Anis Matta: PKS mau menjadi partai modern yang terbuka.

Langkah nyatanya sangat simbolik: Munas PKS pun dilakukan di Bali! Dengan sangat demonstratif pula: semua pesertanya pakai udeng adat Bali.

Rupanya itulah simpang jalan yang sesungguhnya. Sejak itu terjadi bisik-bisik kader. Kelompok di dalam ada yang menganggap PKS bakal dibuat keluar dari garis.

Lalu terjadilah bencana sapi. Yang ditangani KPK. PKS terseret ke bencana itu. Perolehan suara PKS pun merosot --untuk kesatu kali. Di Pemilu 2014.

Bencana itu, kata Fahri, bisa dihindarkan apabila sistem dalam partai dibuat modern serta terbuka. Termasuk perlu ada kontrol buat siapa saja --pun termasuk kepada dewan syuro.

Apakah berarti di partai baru itu nanti enggak bakal ada dewan syuronya?

"Tetap ada. Tapi yang bisa dikontrol," ujarnya. "Tidak mutlak lagi," tambahnya.

Partai modern, katanya, perlu sesuai dengan tuntutan negara modern.

Sistem yang berlaku di negara ialah sistem yang bisa dikontrol. Berarti sistem di partai juga perlu sistem yang bisa dikontrol.

Partai itu, kata Fahri, apabila menang pemilu bakal mengatur negara. Kalau di tingkat partai enggak ada budaya kontrol, itu bakal dibawa juga saat duduk di pemerintah.

Termasuk soal Pancasila serta NKRI. "Sejak awal kami bakal mengungkapkan partai kami berdasar Pancasila. Bagi kami Pancasila Telah selesai. Tidak perlu dibahas lagi. Demikian juga soal NKRI," katanya.

Prinsip-prinsip dasar seperti itu yang membuat Fahri enggak bisa berdamai dengan PKS.

Memang ada yang menilai Fahri gila jabatan. Terutama saat ia enggak mau mundur dari posisi Wakil Ketua DPR. Padahal PKS Telah memberhentikannya dari keanggotaan partai.

"Ini soal sistem yang perlu ditegakkan," katanya.

Fahri seperti mau membuktikan diri enggak gila jabatan. Di Pemilu yang lalu ia memutuskan buat enggak mau lagi menjadi calon anggota DPR.

Padahal melalui partai apa pun ia bakal terpilih. Dapilnya, di Sumbawa, memintanya. Di sana akar Fahri sangat kuat.

Sekarang Fahri enggak punya jabatan apa pun. dia bakal kembali menjadi pejuang revolusioner. Dari nol lagi. Bersama Anis Matta. Dan siapa saja yang se-ide dengan mereka.

Tapi bukankah partai pecahan bakal selalu lebih kecil dari partai induk?

“Tidak selalu," katanya. "Demokrat pernah kita anggap pecahan Golkar. Toh pernah mengalahkan Golkar," tambahnya. "Bahkan PDI Perjuangan jauh lebih besar dari PDI yang akhirnya mati," katanya pula.

Partai baru itu, katanya, kini dalam proses di notaris. Notaris yang bakal membawanya ke kementerian hukum serta HAM.

"Kami targetkan Telah bisa ikut Pilkada. Sebagai partai pendukung," katanya.


Robert Lai --yang duduk di sebelah saya-- asyik menikmati Kopi Revolusi. dia enggak bisa mengikuti diskusi dalam bahasa Indonesia itu. Apalagi dalam bahasa revolusi.

"Kopi ini enak. Kuat rasa kopinya," ujar orang Singapura ini --seperti mau menyenangkan Fahri.

Malamnya, saat Fahri Telah enggak bersama kami, saya tanya lagi. Yang sejujurnya.

"Bagaimana rasa kopinya," tanya saya.

"Tadi itu saya enggak cuma buat menyenangkan," jawabnya.

Kopi Revolusi dijual dalam bentuk boks yang keren. Satu boks isi 10 sachet. Masing-masing beda rasa. Tertulis di balik sase itu: Kopi Sidikalang, Kopi Wamena, Kopi Toraja, Kopi Gayo, Kopi Sumbawa.

Kalau sachet itu dirobek terdapat terdapat drip coffee filter bag. Bubuk kopinya ada di dalam basket kecil itu. Yang disangga oleh dua kupingan kertas. Kupingan itulah yang disangkutkan di bibir cangkir. Air panas dituangkap ke basket itu.

Setelah kopinya larut basket diangkat. Kopinya diminum.

aku pun membuka Instagram Kopi Revolusi. Ingin mengecek seberapa Fahri serius dengan jualan kopinya. Atau cuma sekedar jualan partai.

Dari instagram itu terlihat Fahri serius dengan kopinya. Dan dengan partai barunya. Sayang saya enggak tahu manis pahitnya.

09 November 2019

(Dahlan Iskan)

*Sumber: Disway

Komentar

Tampilkan

Terkini