Nadiem, Mundurlah! (Ii)

Ridhmedia
08/11/19, 16:42 WIB

[ RIDHMEDIA]  Ada dosen UGM bikin surat terbuka kepada Mendikbud Nadiem, sangat kritis mengamati kesalahan Nadiem. kalau tidak salah namanya Puja Laksono, ini benar mengerti pedagogi, telah 30 tahun menjadi pendidik di UGM. Sekali lagi, kepada Nadiem: mundurlah! Gak ngerti kok maksa. Malu dikit. Sudah ketahuan endingnya: gagal, babak belur, hancur! Kau tidak lebih dari orang tolol.

Sudahlah, kembali olah Ojol saja, perdalam kiat GTV (Gross Transaction Values), serta aplikasi penghisap darah itu. Unicorn, Decacorn, sang pembunuh kata ilmu ekonomi.
Jangan dekat- dekat dengan pedagogi. Ini surat dosen UGM itu yang menunjukkan ente bahlul.

Kepada Yth,
Bapak Nadiem Makarim
Mendikbud RI
Jakarta

Hal: Pembenahan sistem pendidikan di Indonesia

Dengan hormat,
Aku mau mengomentari hal-hal yang dianggap gebrakan yang Bapak sampaikan hari ini.

Sebelum saya bicara banyak, Bapak perlu mengerti kalau pendidikan dasar, menengah, serta tinggi, memiliki ciri khas sendiri. Jadi, pembenahannya perlu mengerti ciri khas tersebut. Jangan sampai tahap yang Bapak tempuh justru merusak tatanan pendidikan Indonesia yang Telah berjalan selama ini. Ujung-ujungnya cuma merugikan anak didik. Bapak ialah orang baru di dunia pendidikan serta riset, menjadi sekali lagi mohon berpikir jernih serta hati-hati.

Dan inilah yang Bapak ajukan:
1. Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris serta Pendidikan Karakter berbasis agama serta pancasila menjadi mata pelajaran utama di Sekolah Dasar serta karna itu, Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP serta SMA dihapuskan karna seharusnya Telah dituntaskan di SD. Pembelajaran bahasa Inggris fokus ke percakapan, bukan tata bahasa.

Jernihlah dalam berpikir serta hati-hatilah dalam bertindak. Ini Indonesia.

Bapak gagal mengerti soal ciri khas pendidikan dasar serta menengah. Proses pembelajaran itu mengikuti usia serta perkembangan pancaindrera. Tidak dijejali sesuatu, dianggap tahu, lalu selesai. Modus seperti ini ialah bencana bagi pendidikan nasional. Dan, hal-hal yang Bapak ajukan itu sama sekali tidak ada unsur pembentukan karakter, karna modusnya jejal-menjejal, bukan proses pembelajaran yang natural.

Coba berpikir jernih serta akademis, anak SD itu anak kecil yang baru belajar sekolah. Mestinya metode pembelajarannya ialah sambil bermain, bukan dijejali seperti itu. Pelajaran SD misalnya: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika/berhitung, sejarah nasional, Perbandingan Agama, Budi Pekerti serta Budaya, serta olahraga. SD bukan tempat kursus TOEFL yang pelajaran Bahasa Inggris perlu tuntas di SD. kenapa tidak sekalian lulus SD dapat Hadiah Nobel?

2. Jumlah Mata Pelajaran di SMP menjadi maksimal 5 mata pelajaran dengan basis utama pembelajaran pada Coding serta di SMA menjadi maksimal 6 mapel tanpa penjurusan lagi mereka yang mau fokus pada keahlian tertentu dipersilakan memilih SMK.

Jangan dikapling-kapling pelajaran di SMP serta SMA berdasar jumlah mata pelajaran, namun sesuaikan dengan kebutuhanya. Bahas dulu kebutuhannya apa? Di SMA perlu tetap ada penjurusan IPA serta IPS. Karena SMA ialah persiapan masuk perguruan tinggi. Penjurusan di SMA perlu tetap ada.

3. SMK karna fokus pada keahlian maka perlu menggunakan sistem SKS, mereka yang lebih cepat ahli bisa menuntaskan SMK dua tahun atau kurang, sementara mereka yang lambat bisa saja sampai 4 tahun serta ujian kelulusan SMK pada keahliannya bukan pada pelajaran normatif serta adaptif. SMK tidak boleh kalah dari BLK yang cuma 3, 6 atau 12 bulan saja. LPTK diwajibkan menyediakan Sarjana Pendidikan atau Alumni PPG yang diperlukan SMK.

Bapak kembali gagal paham. SMK bukan sekolah keahlian, namun keterampilan (skill/vokasi). Kembali lagi, sekolah di tingkat dasar serta menengah sesuai usia serta perkembangan pancainderanya, bukan dengan modus jejal-menjejal. Tidak perlu sistem SKS di SMK. Kalau Bapak paham, anak lulusan SMK perlu magang di industri 3 tahun, sebelum bekerja. Industri yang mengeluarkan sertifikat keterampilannya. Sedang SMK mengeluarkan ijazah pendidikannya.

4. Jabatan Pengawas Sekolah dihapuskan hingga jumlah guru yang diperlukan mencukupi. Jabatan pengawas sekolah boleh diadakan kembali jika jumlah kebutuhan guru Telah terpenuhi, tidak ada lagi guru honorer serta semua guru Telah berstatus PNS atau Guru Tenaga Kontrak Profesional dalam Status PPPK dengan pendapatan minimal setara Upah minimum yang ditetapkan pemerintah sesuai standar kelayakan hidup.

Hilangnya tanggung jawab mengajar kepada kepala sekolah seharusnya dimaksimalkan fungsinya sehingga keberadaan pengawas sekolah buat sementara bisa diabaikan.

Kaji kembali sesuai keuangan negara, jangan muluk-muluk.

5. Seluruh beban administrasi guru dibuat dalam jaringan (online) serta lebih disederhanakan, RPP cukup 1-2 halaman tapi jelas tujuan serta aplikasi pembelajarannya, tidak ada lagi berkas administrasi dalam bentuk “hard copy”, verifikasi keaslian dilakukan secara acak dengan kewajiban menunjukkan berkas asli, bukan Foto Copy.

Aku tidak yakin dalam 5 tahun bakal terwujud, karna hal itu cocok buat negara maju. Ini Indonesia, jangan lupa.

6. Pengangkatan Guru berdasakan kompetensi serta kebutuhan kurikulum yang nantinya dibuat. Uji Komptensi Guru wajib dilaksanakan minimal sekali dalam 3 (tiga tahun)

Bapak berlebihan, tanpa menuntaskan akar masalahnya. Proses pendidikan Guru di Indonesia salah. Mestinya melalui jalur akademik bukan jalur keguruan. Guru fisika perlu tahu fisika, bukan cuma bisa mengajari belajar fisika.

7. Sistem Honorer dihapuskan sehingga tidak ada lagi guru yang mengisi ruang kelas yang statusnya tidak jelas, perlu jelas statusnya, apakah PNS, PPPK atau GTY. Pendapatan Guru minimal mencapai Upah Minimum yang ditetapkan pemerintah berdasarkan minimal kelayakan hidup.

Cek kembali keuangan negara. Jangan sampai ini cuma pepesan kosong atau angin surga.

8. kalau kurikulum diubah, maka bimtek perlu ditiadakan serta diganti dengan video tutorial dengan kewajiban uji secara acak terhadap pemahaman kurikulum. Anggaran bimtek dialihkan buat rekruitmen guru.

Ini cuma masalah teknis, tidak menyentuh akar masalahnya.

9. Anggaran Peningkatan Kompetensi guru dihapuskan serta upaya peningkatan kompetensi guru diserahkan kepada organsiasi profesi guru berdasarkan acuan kompetensi yang dibutuhkan. Anggaran Pelatihan Guru dialihkan buat rekruitmen guru. Organisasi profesi guru diberikan legalitas dalam melaksanakan upaya peningkatan kompetensi guru, pemerintah cukup melakukan uji terhadap standar kompetensi guru yang diinginkan.

Organisasi profesi guru perlu secepatnya mendapatkan pengesahan setelah melalui verifikasi serta sepenuhnya pembinaan guru diserahkan kepada organisasi profesi guru dalam pengawasan Pemerintah.

Badan eksternal independen uangnya dari mana? Mau dibuat profit, calon guru perlu bayar? Uangnya dari mana?
10. Mengatur kembali penentuan “sekolah daerah tertinggal-terpencil-terdepan-terkebelakang sesuai kondisi sekolah, bukan berdasarkan data kemendes.

Ini cuma masalah teknis, tidak bisa dianggap gebrakan.
Sekali lagi, sebagai pendidik di UGM dengan masa kerja 30 tahun lebih, saya berpesan jernihlah dalam berpikir serta hati-hatilah dalam bertindak. Ini Indonesia. Jangan sampai maksud baik Bapak justru merugikan anak didik. Pegang teguh prinsip comprehensive understanding, coordination and sustainable development, apalagi Bapak orang baru di dunia pendidikan.

Mohon maaf jika ada ucapan saya yang kurang berkenan. Terima kasih.

Penulis: Djoko Edhi S Abdurrahman
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+