RIDHMEDIA - Akibat kekurangan pasokan gas beberapa pabrik pupuk terancam tidak bisa lagi beroperasi. Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat menjabarkan beberapa pabrik yang terancam tidak bisa beroperasi. Berikut rincian tiga entitas anak yang terancam tidak bisa operasi akibat kekurangan gas.
Pertama, Pupuk Iskandar Muda, kebutuhan dari dua pabrik sebesar 110 MMSCFD. Sementara pasokannya saat ini hanya 30 MMSCFD, yang artinya kekurangan gasnya mencapai 80 MMSCFD. Demi memenuhi kebutuhan, dirinya mengaku membeli gas dari pasar terbuka dengan harga yang lebih mahal.
Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan PT Pertamina (Persero) mesti segera diefektifkan dan diperlukan tambahan alokasi gas untuk bisa menjalankan dua pabrik. "Sehingga dari dua pabrik baru bisa jalan, hanya sekitar setengah pabrik yang jalan," ungkapnya di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamis, (5/12/2019).
Kedua, Pupuk Kujang Cikampek. Kebutuhan gasnya untuk dua pabrik mencapai 101 MMSCFD. Tahun 2019 mengalami kekurangan pasokan 10 MMSCFD. Tahun 2020 diperkirakan masih akan kekurangan 10 MMSCFD dan di tahun 2021 masih akan kekurangan 25 MMSCFD.
Diperlukan alokasi tambahan dan perpanjangan kontrak gas ke PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) sehingga PKC bisa mengoperasikan dua pabrik dalam jangka panjang. "Pupuk Kujang saat ini, masih shortage sekitar 10-25 MMSCFD, namun mulai 2023 ini satu pabrik akan terhenti, bahkan di 2028 2029 semua akan terhenti kalau kalau tidak mendapatkan pasokan gas," imbuhnya.
Terakhir, Petrokimia Gresik kebutuhan gasnya mencapai 144 MMSCFD dan akan mengalami kekurangan gas 34 MMSCFD pada tahun 2022. Kontrak gas dari Husky CNOOC Madura Limited (HCML) MDA-MBH ntuk proyek Amoera II (85 MMSCFD) belum efektif sehingga PT Petrokimia Gresik (PKG) sementara mendapatkan dari beberapa sumber dengan harga mahal.
Opsinya jika proyek HCML MDA-MBH belum ada kepastian maka Petrokimia Gresik diusulkan mendapatkan alokasi gas dari lapangan Jambaran Tiung Biru, Alastua, dan Cendana dengan harga sesuai dengan harga keekonomian pabrik. "Kalau tidak dapatakan, pabrik khususnya urea di Gresik pada 2021 bisa tidak akan jalan," terangnya.
Di hadapan para anggota dewan, Dirut PT Pupuk menjelaskan Banyak kontrak gas yang akan berakhir dalam dua tiga tahun mendatang, dan belum ada kepastian perpanjangan bagi pabrik-pabrik pupuk.
"Industri pupuk memerlukan pasokan gas yang jangka panjang, sementara ini 2-3 tahun kami harapkan bisa jangka panjang. Mayoritas gas berakhir di 2021-2022, dan banyak yang belum ada kepastian gasnya termasuk alokasinya belum kami terima," ujar Asikin, saat rapat dengar pendapat bersama pemangku kepentingan di gedung dewan. Kamis (05/12/2019).
Selain soal kepastian pasokan gas, harga gas untuk pupuk juga dinilai masih terlalu tinggi. Padahal, gas bumi adalah bahan baku utama untuk produksi pupuk urea dengan komposisi kurang lebih 70% dari total biaya produksi.
"Jadi gas dalam biaya produksi itu menempati 70% sehingga harga gas ini sangat berpengaruh pada harga pokok dari pupuk sendiri," kata Asikin. [cnb]
Pertama, Pupuk Iskandar Muda, kebutuhan dari dua pabrik sebesar 110 MMSCFD. Sementara pasokannya saat ini hanya 30 MMSCFD, yang artinya kekurangan gasnya mencapai 80 MMSCFD. Demi memenuhi kebutuhan, dirinya mengaku membeli gas dari pasar terbuka dengan harga yang lebih mahal.
Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan PT Pertamina (Persero) mesti segera diefektifkan dan diperlukan tambahan alokasi gas untuk bisa menjalankan dua pabrik. "Sehingga dari dua pabrik baru bisa jalan, hanya sekitar setengah pabrik yang jalan," ungkapnya di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamis, (5/12/2019).
Kedua, Pupuk Kujang Cikampek. Kebutuhan gasnya untuk dua pabrik mencapai 101 MMSCFD. Tahun 2019 mengalami kekurangan pasokan 10 MMSCFD. Tahun 2020 diperkirakan masih akan kekurangan 10 MMSCFD dan di tahun 2021 masih akan kekurangan 25 MMSCFD.
Diperlukan alokasi tambahan dan perpanjangan kontrak gas ke PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) sehingga PKC bisa mengoperasikan dua pabrik dalam jangka panjang. "Pupuk Kujang saat ini, masih shortage sekitar 10-25 MMSCFD, namun mulai 2023 ini satu pabrik akan terhenti, bahkan di 2028 2029 semua akan terhenti kalau kalau tidak mendapatkan pasokan gas," imbuhnya.
Terakhir, Petrokimia Gresik kebutuhan gasnya mencapai 144 MMSCFD dan akan mengalami kekurangan gas 34 MMSCFD pada tahun 2022. Kontrak gas dari Husky CNOOC Madura Limited (HCML) MDA-MBH ntuk proyek Amoera II (85 MMSCFD) belum efektif sehingga PT Petrokimia Gresik (PKG) sementara mendapatkan dari beberapa sumber dengan harga mahal.
Opsinya jika proyek HCML MDA-MBH belum ada kepastian maka Petrokimia Gresik diusulkan mendapatkan alokasi gas dari lapangan Jambaran Tiung Biru, Alastua, dan Cendana dengan harga sesuai dengan harga keekonomian pabrik. "Kalau tidak dapatakan, pabrik khususnya urea di Gresik pada 2021 bisa tidak akan jalan," terangnya.
Di hadapan para anggota dewan, Dirut PT Pupuk menjelaskan Banyak kontrak gas yang akan berakhir dalam dua tiga tahun mendatang, dan belum ada kepastian perpanjangan bagi pabrik-pabrik pupuk.
"Industri pupuk memerlukan pasokan gas yang jangka panjang, sementara ini 2-3 tahun kami harapkan bisa jangka panjang. Mayoritas gas berakhir di 2021-2022, dan banyak yang belum ada kepastian gasnya termasuk alokasinya belum kami terima," ujar Asikin, saat rapat dengar pendapat bersama pemangku kepentingan di gedung dewan. Kamis (05/12/2019).
Selain soal kepastian pasokan gas, harga gas untuk pupuk juga dinilai masih terlalu tinggi. Padahal, gas bumi adalah bahan baku utama untuk produksi pupuk urea dengan komposisi kurang lebih 70% dari total biaya produksi.
"Jadi gas dalam biaya produksi itu menempati 70% sehingga harga gas ini sangat berpengaruh pada harga pokok dari pupuk sendiri," kata Asikin. [cnb]