MELIHAT tragedi yang saat ini sedang terjadi di Provinsi Turkistan Timur (Xinjiang), China terhadap Uighur, dimana diduga kuat terjadi pelanggaran HAM besar besaran dialami oleh saudara Muslim kita di sana. Rasanya hati ini benar benar tersayat terlebih jika melihat gambar-gambar penyiksaan yang banyak berseliweran di jagad maya.
Saya membayangkan kalau kondisi itu terjada pada kita atau negara kita, dan yang disiksa adalah kita, dan kita tidak berdaya. Tidak bisa berbuat apa apa untuk membela diri.
Sementara, negara-negara Muslim yang kita harapan membantu tidak kunjung datang. Tentu beban seberat itu rasanya tidak sanggup kita jalani, apalagi penyiksaan terjadi setiap hari selama waktu yang belum pasti ujungnya.
Namun saya selalu yakin saudara Muslim Uighur yang mengalami nasib ini pasti masih optimis bahwa masih ada secercah harapan akan ada bantuan dari saudara mereka. Dan tentu besar harapan tersebut bantuan itu datang dari saudara sesama Muslim, sebab mereka meyakini bahwa Muslim itu menyatu dalam ikatan ukhuwah.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda bahwa kaum Muslim, di mana pun berada, bagaikan satu tubuh. Jika yang satu sakit maka yang lain ikut merasakan sakit (Riwayat Muslim).
Meski dalam agama kita dijelaskan bahwa cobaan itu hanya diberikan kepada orang yang mampu. Bahwa kalau saat ini masyarakat Uighur mengalami cobaan yang berat, mereka mampu menjalaninya. Sehingga Allah menguji mereka. Sebab cobaan itu diukur melalui kadar keimanan seseorang.
Namun apakah kita juga tidak menyadari bahwa kita juga sedang diuji (diberikan cobaan) oleh Allah Ta’ala untuk mengukur sejauhmana kepedulian kita terhadap saudara kita yang saat ini mengalami penyiksaan yang amat berat.
Namun di samping itu yang juga perlu kita pahami bahwa tragedi ini bukan hanya sekadar tanggung jawab kita orang Muslim saja, namun ini merupakan tanggung jawab bersama, termasuk tanggung jawab pemerintah.
Harusnya dalam keadaan yang memprihatinkan ini, keadaan yang menyita perhatian dunia. Pemerintah muncul unjuk gigi, mengambil sikap tegas, menimal melakukan langkah diplomatik untuk menekan pemerintah China agar segera menghentikan pelanggaran kemanusiaan tersebut. Sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.
Seperti dijelaskan dalam pembukaan UUD 45, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Nah. Ini baru sikap yang gagah. Sebab selama penjajahan di atas dunia belum dihapuskan maka selama itu pula Bangsa Indonesia belum berhasil menjadi bangsa yang utuh.
Dari perspektif inilah kemudian dapat kita simpulkan bahwa pekerjaan ini bukan hanya pekerjaan umat Islam, saja namun juga adalah umat manusia khususnya kita bangsa Indonesia.*
Ridwan Gagah | Aktivis Syabab (Pemuda) Hidayatullah Makassar
Saya membayangkan kalau kondisi itu terjada pada kita atau negara kita, dan yang disiksa adalah kita, dan kita tidak berdaya. Tidak bisa berbuat apa apa untuk membela diri.
Sementara, negara-negara Muslim yang kita harapan membantu tidak kunjung datang. Tentu beban seberat itu rasanya tidak sanggup kita jalani, apalagi penyiksaan terjadi setiap hari selama waktu yang belum pasti ujungnya.
Namun saya selalu yakin saudara Muslim Uighur yang mengalami nasib ini pasti masih optimis bahwa masih ada secercah harapan akan ada bantuan dari saudara mereka. Dan tentu besar harapan tersebut bantuan itu datang dari saudara sesama Muslim, sebab mereka meyakini bahwa Muslim itu menyatu dalam ikatan ukhuwah.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda bahwa kaum Muslim, di mana pun berada, bagaikan satu tubuh. Jika yang satu sakit maka yang lain ikut merasakan sakit (Riwayat Muslim).
Meski dalam agama kita dijelaskan bahwa cobaan itu hanya diberikan kepada orang yang mampu. Bahwa kalau saat ini masyarakat Uighur mengalami cobaan yang berat, mereka mampu menjalaninya. Sehingga Allah menguji mereka. Sebab cobaan itu diukur melalui kadar keimanan seseorang.
Namun apakah kita juga tidak menyadari bahwa kita juga sedang diuji (diberikan cobaan) oleh Allah Ta’ala untuk mengukur sejauhmana kepedulian kita terhadap saudara kita yang saat ini mengalami penyiksaan yang amat berat.
Namun di samping itu yang juga perlu kita pahami bahwa tragedi ini bukan hanya sekadar tanggung jawab kita orang Muslim saja, namun ini merupakan tanggung jawab bersama, termasuk tanggung jawab pemerintah.
Harusnya dalam keadaan yang memprihatinkan ini, keadaan yang menyita perhatian dunia. Pemerintah muncul unjuk gigi, mengambil sikap tegas, menimal melakukan langkah diplomatik untuk menekan pemerintah China agar segera menghentikan pelanggaran kemanusiaan tersebut. Sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.
Seperti dijelaskan dalam pembukaan UUD 45, bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Nah. Ini baru sikap yang gagah. Sebab selama penjajahan di atas dunia belum dihapuskan maka selama itu pula Bangsa Indonesia belum berhasil menjadi bangsa yang utuh.
Dari perspektif inilah kemudian dapat kita simpulkan bahwa pekerjaan ini bukan hanya pekerjaan umat Islam, saja namun juga adalah umat manusia khususnya kita bangsa Indonesia.*
Ridwan Gagah | Aktivis Syabab (Pemuda) Hidayatullah Makassar