KATA penghubung ”dan” yang terdapat pada judul tulisan ini menandakan bahwa dua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Meski bagi sebagian kalangan, arti impeachment adalah pemakzulan.
Padahal, dalam kajian hukum tata negara, dua terminologi tersebut memiliki definisi yang tak sama, tapi ada keterkaitan satu dengan yang lain.
Secara etimologis, impeachment berasal dari kata ”to impeach” yang mengandung dua definisi: sebuah dugaan dakwaan dan panggilan pertanggungjawaban. Dengan begitu, jika istilah impeachment disandingkan dengan presiden, tujuan hal itu adalah untuk proses pendakwaan terhadap dugaan perbuatan pelanggaran hukum yang harus dipertanggungjawabkan oleh presiden tersebut.
Proses impeachment tidak serta-merta akan selalu diakhiri dengan pemakzulan terhadap presiden yang bersangkutan. Impeachment presiden merupakan proses awal dari suatu proses untuk menuju pemakzulan. Atau dengan kata lain, impeachment bukanlah suatu pemakzulan, melainkan baru bersifat penuntutan dengan dasar dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden terkait.
Salah seorang ahli hukum, Charles L. Black, mengemukakan bahwa ”impeachment” means ”accusating” or ”charge”. Artinya, kata impeachment tersebut dalam ” Indonesia dapat dialih”kan sebagai suatu dakwaan atau tuduhan. Apabila unsur dugaan dalam impeachment itu terbukti, hukumannya adalah ”removal from office” atau pemakzulan presiden dari jabatannya.
Beranjak kepada istilah pemakzulan. Terminologi pemakzulan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata ”makzul” yang berarti berhenti memegang jabatan atau turun takhta. Hamdan Zoelva (2011) mengemukakan bahwa ”makzul” berasal dari ” Arab, yaitu dari akar kata azala yang berarti 1) isolate, set apart, separate, segregate, seclude; dan 2) dismiss, discharge, recall, remove (from office).
Jadi, pemakzulan presiden merupakan pemberhentian atau penurunan presiden dari jabatannya. Secara harfiah, dapat kita ketahui letak perbedaan istilah impeachment dan pemakzulan tersebut.
Impeachment terletak di awal proses untuk kemudian diakhiri dengan proses terakhir: pemakzulan terhadap presiden. Di Indonesia, istilah makzul tidak akan kita temukan dalam konstitusi karena ketentuan konstitusi kita lebih memilih padanan kata pemberhentian.
Pekan ini mimpi buruk itu terjadi dan menjadi viral di jagat maya seluruh dunia. Tidak akan pernah ada yang tahu mimpi apa yang dialami alam bawah sadar Donald Trump saat sang Mogul (nama sandi Donald Trump dari Secret Service) tertidur pada Selasa malam (17/12). Tepat Rabu waktu setempat (18/12), House of Representatives meng-impeach Trump karena dugaan penyalahgunaan wewenang yang berkaitan dengan intimidasi terhadap Ukraina untuk menjegal lawan politiknya, Joe Biden.
Proses impeachment di Amerika Serikat (AS) diatur dalam The Constitution of the United States. Proses itu diawali dengan House of Representatives (Dewan Perwakilan Rakyat AS) mengajukan dakwaan dengan membentuk sebuah komite. Komite tersebut memiliki tugas menyusun articles of impeachment. Artikel itu akan menjelaskan alasan-alasan House of Representatives melakukan impeachment kepada presiden.
House of Representatives akan membahas perihal tersebut dalam rapat pleno untuk mendapatkan kesepakatan. Dan, apabila tercapai kesepakatan (melalui debat dan pemungutan suara), dakwaan impeachment terhadap presiden yang diajukan oleh House of Representatives tersebut akan diadili Senat.
Putusan Senat dalam perkara impeachment terhadap presiden itu hanya berupa putusan apakah presiden akan dimakzulkan (dibutuhkan minimal dukungan dua pertiga anggota) atas dasar pemeriksaan tersebut.
Di Indonesia, ketentuan tentang pemberhentian presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun mekanismenya berbeda dengan Amerika Serikat.
Diawali dengan pelaksanaan hak menyatakan pendapat dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap presiden. Hak menyatakan pendapat itu berupa suatu impeachment atau dugaan bahwa presiden melakukan pelanggaran hukum.
Hasil dari menyatakan pendapat itu kemudian disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperiksa. Lantas, MK memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh presiden.
Putusan MK tersebut akan diserahkan kembali kepada DPR. Dan akan diteruskan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang kemudian memutus akhir pemakzulan terhadap presiden yang bersangkutan. (*)
*) Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum FH Unair, menulis disertasi mengenai impeachment presiden